Yayasan Lentera Anak Usul Gambar dan Tulisan Peringatan di Produk Rokok Jadi 90 Persen

Yayasan Lentera Anak Usul Gambar dan Tulisan Peringatan di Produk Rokok Jadi 90 Persen

wargasipil.com – Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari mengusulkan agar gambar dan tulisan peringatan di produk rokok diperluas menjadi 90 persen.

Adapun saat ini, peringatan bergambar dan tulisan tentang bahaya rokok mencapai 40 persen dari luas bungkus rokok .

Usulan ini menyusul terbitnya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023 yang diteken Presiden Joko Widodo pada Jumat (23/12/2022).

Dalam Keppres tersebut, salah satu program yang tertuang adalah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

“Kalau kami mintanya sampai 90 persen. Kalau rekomendasi kita kemarin kepada Kemenkes, 90 persen,” kata Lisda kepada Kompas.com, Rabu (28/12/2022).

Lisda mengungkapkan, persentase peringatan sebesar 90 persen pada produk rokok merupakan angka yang ideal.

Terlebih, beberapa negara sudah menerapkan hal serupa.

Di sisi lain, perluasan peringatan tentang bahaya rokok juga menjadi bentuk edukasi kepada warga atau masyarakat.

Bisa saja, kata Lisda, masyarakat jadi mengurungkan niatnya untuk membeli rokok.

“Kalau bentuknya bisa besar itu jadi sentral perhatian masyarakat ketika mereka mau beli. Kita berharap anak-anak jadi mengurungkan niatnya ketika dia jadi mengetahui bahwa rokok itu berbahaya,” ucap Lisda.

“Jadi idealnya berapa? Idealnya 90 persen yang kita harapkan,” kata dia.

Di sisi lain, dia juga mendorong adanya pelarangan iklan rokok di media sosial dan media luar ruang. Hal ini sejalan dengan pokok-pokok revisi PP 109/2012.

Revisi PP tersebut meliputi pelarangan penjualan rokok batangan; pelarangan iklan, promosi, sponsorship produk tembakau di media teknologi informasi; dan penegakan penindakan.

Kemudian, pengawasan iklan, promosi, sponsorship produk tembakau di media penyiaran, media dalam dan luar ruang, dan media teknologi informasi; ketentuan mengenai rokok elektrik; dan penambahan luas prosentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kemasan produk tembakau.

“Jadi yang bisa dilakukan dengan revisi PP adalah pelarangan rokok di media luar ruang dan pelarangan iklan rokok di internet,” tutur Lisda.

Ia mengatakan, PP perlu mengatur secara rinci larangan iklan di media luar ruang.

Menurut dia, aturan dengan tingkat nasional ini mampu menjadi payung hukum peraturan daerah (Perda) yang melarang iklan serupa.

Saat ini, kata Lisda, baru ada beberapa daerah yang melarang iklan rokok di media luar, termasuk Depok, Bogor, dan Jakarta.

“Jadi kita perlu di dalam PP di-mention secara clear supaya daerah-daerah lain juga punya cantolan hukum yang kuat untuk melarang iklan rokok di daerah masing-masing,” ujar Lisda.

Idealnya, lanjut Lisda, larangan iklan rokok perlu menyeluruh dan total di seluruh media. Namun, hal ini terbentur beberapa peraturan undang-undang di atas Peraturan Pemerintah (PP) yang masih mengizinkan iklan rokok.

Oleh karena itu, pelarangan iklan untuk saat ini sebaiknya diterapkan di dua tempat, yaitu media luar ruang dan media internet.

“Studi menunjukkan bahwa anak-anak kita melihat iklan rokok melalui internet dan media sosial. Sementara media sosial itu punya kebijakan tidak ada iklan tentang produk membahayakan termasuk tembakau,” kata Lisda.

Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi juga menyebut, revisi PP 109/2012 dilakukan untuk menekan tingkat perokok remaja yang terus meningkat.

Nadia mengatakan, prevalensi merokok pada remaja usia 10-18 tahun terus meningkat.

Saat ini, terjadi peningkatan sebesar 9 persen dan diperkirakan akan kembali meningkat sebesar 15 persen pada tahun 2024.

Remaja usia 10-18 tahun ini banyak membeli rokok ketengan.

Berdasarkan penjelasan Nadia, sebanyak 71 persen remaja membeli rokok ketengan.

Saat membeli pun, mayoritas tidak ada larangan untuk membeli rokok ketengan.

Lalu, 78 persen terdapat penjualan rokok di sekitar sekolah dan mencantumkan harga (jual) ketengan.

Saat ini, persentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kemasan produk rokok mencapai 40 persen, sedangkan di luar negeri, luas peringatan mencapai 80 persen.

“Di negara lain 80 persen. Harapan kita (iklan rokok tidak ditampilkan di TV), seperti itu,” kata Nadia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.