wargasipil.com – Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menilai, terkait penanganan kasus dugaan korupsi pembelian helikopter angkut Agusta Westland (AW)-101, pihak TNI yang mestinya didorong untuk menegakkan hukum.
“Jadi menurut saya memang yang harus didorong justru adalah penegakan hukum oleh POM (Polisi Militer) TNI,” kata Zaenur saat dihubungi Kompas.com, Jumat (14/10/2022).
Sebagaimana diketahui, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh memperkaya eks Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Purnawirawan Agus Supriatna sebesar Rp 17,7 miliar.
Meski Agus diduga diperkaya dalam kasus korupsi itu, kata Zaenur, KPK tidak bisa mengusutnya. Sebab, saat peristiwa korupsi itu terjadi, Agus masih berstatus anggota TNI.
Sementara itu, kasus yang menjerat prajurit TNI, termasuk korupsi, ditangani POM TNI.
Namun, dalam perkembangannya, kasus itu dihentikan oleh pihak TNI.
Menurut Zaenur, dalam persidangan kasus dugaan korupsi pembelian helikopter angkut (AW)-101 yang menjerat Irfan akan dibuka dengan detail, berikut peran-peran para pihak dalam perkara ini.
Karena itu, jika POM TNI tidak melakukan tindakan hukum sebagaimana KPK, hal ini akan menjadi penilaian tersendiri oleh masyarakat.
“Dengan fakta-fakta yang terbukti di depan persidangan ya rakyat bisa menilai bagaimana penegakan hukum oleh TNI,” ujar dia.
Zaenur mencontohkan, jika dalam persidangan Irfan terungkap keterlibatan sejumlah anggota TNI yang saat ini masih aktif maupun sudah purnawirawan dalam korupsi itu, namun POM TNI tidak memproses dan membawanya ke Pengadilan Militer, sikap TNI akan dipertanyakan publik.
“Menjadi pertanyaan ada apa fakta peradilan umum itu tidak diproses oleh POM TNI dan dibawa ke peradilan militer?” kata Zaenur.
“Karena itu rakyat kemudian bisa menilai bagaimana sikap penegakan hukum di institusi TNI,” ujar dia.
Sebelumnya, dalam sidang dugaan kasus pembelian helikopter angkut AW-101, Jaksa menyebut Irfan melakukan korupsi bersama sejumlah orang, salah satunya adalah Agus dan bawahannya.
Irfan didakwa memperkaya Agus sebesar Rp 17.733.600.000 atau Rp 17,7 miliar.
Ia juga diakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp 183.207.870.911,13; korporasi AgustaWestland 29.500.000 dolar AS atau Rp 391.616.035.000; serta perusahaan Lejardo. Pte.Ltd., sebesar 10.950.826,37 dolar AS atau Rp 146.342.494.088,87.
Perbuatannya disebut merugikan negara Rp 738,9 miliar.
Sementara itu, kuasa hukum Agus, Pahrozi membantah kliennya menerima uang Rp 17 miliar. Menurut dia, dakwaan Jaksa KPK tendensius dan memuat pesanan.
Pahrozi mengeklaim kliennya tidak pernah bertemu dengan Irfan maupun menerima janji dari pihak swasta.
“Jangankan melihat, ada janji apapun tidak pernah dengan swasta,” kata Pahrozi saat dihubungi awak media, Kamis (13/10/2022).
”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website kompas.com. Situs https://wargasipil.com adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs https://wargasipil.com tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”