WargaSipil.com – Kelangkaan vaksin meningitis dimanfaatkan oleh segelintir pihak untuk mencari keuntungan. Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) menemukan harga vaksin meningitis melonjak signifikan. Dari biasanya Rp 300 ribuan menjadi Rp 700 ribuan.
Temuan kenaikan harga vaksin meningitis tersebut diungkapkan Kabid Umrah AMPHURI Zaky Zakaria Anshari. Dia mengatakan, tarif resmi paket vaksinasi meningitis yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah Rp 330 ribu/orang. Harga itu sudah termasuk biaya penerbitan international certificate vaccination (ICV). Kemudian, juga termasuk biaya tes kehamilan bagi calon jemaah umrah perempuan di bawah 50 tahun.
”Tiba-tiba ada penawaran solusi vaksin dengan merek lain dengan biaya yang fantastis. Dari harga normal Rp 300 ribuan menjadi Rp 700 ribuan,’’ kata Zaky di Jakarta kemarin (27/9). Dia menegaskan, informasi yang dia sampaikan tersebut valid dan berdasar dokumen serta data di lapangan.
Dia mengatakan, ada oknum fasilitas kesehatan yang mencari peluang di tengah kelangkaan vaksin meningitis dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). Dia berharap tidak ada pihak mana pun yang berupaya mengeruk keuntungan di tengah kelangkaan vaksin. Zaky mengatakan, vaksin meningitis untuk keperluan haji memang menggiurkan. Dia memperkirakan, dalam setahun, nilai vaksin meningitis untuk haji dan umrah bisa mencapai Rp 500 miliar lebih.
Zaky mengatakan, dalam dua bulan terakhir sudah banyak jemaah umrah yang jadi korban kebijakan vaksin meningitis pemerintah. Pada 16 Agustus 2022, misalnya, ada 22 calon jemaah umrah yang gagal berangkat di Bandara Juanda, Sidoarjo. Kemudian, hingga 19 Agustus 2022, ada 66 jemaah lain yang mengalami nasib serupa. Lalu, pada 26 September, 94 jemaah ketinggalan pesawat akibat tidak mendapatkan validasi ICV meningitis.
”Pemerintah perlu mengetahui bahwa pada 2019 sudah keluar surat edaran dari Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi. Isinya, vaksin meningitis sifatnya anjuran,’’ katanya. Berbeda halnya dengan kebijakan pada 2018 yang secara tegas menyebutkan vaksin meningitis menjadi syarat keluarnya visa umrah. Jadi, ketika Saudi sudah mulai melonggarkan aturan vaksin meningitis, seharusnya Indonesia juga bisa mengikutinya.
Ketidakcocokan lainnya adalah durasi suntikan vaksin dengan jadwal penerbangan umrah. Arab Saudi selaku tuan rumah mengatur jarak vaksinasi meningitis dengan penerbangan paling cepat 10 hari. Namun, pemerintah Indonesia membuat aturan sendiri. Yakni, jarak suntikan vaksin dengan penerbangan paling cepat 14 hari.
Aspirasi serupa disampaikan Ketua Umum AMPHURI Firman M. Nur. Dia mengatakan, saat ini yang menjadi perhatian pemerintah Saudi adalah vaksinasi Covid-19. ”Sejak awal AMPHURI mengingatkan pemerintah agar melakukan kebijakan diskresi soal vaksinasi meningitis,’’ katanya. Firman menegaskan, saat ini dunia masih dalam suasana pandemi Covid-19. Semua negara berjibaku mengejar target vaksinasi Covid-19. Bahkan, saat ini otoritas Saudi sudah tidak memberlakukan lagi pemeriksaan vaksinasi meningitis. Yang ada hanya pemeriksaan vaksinasi Covid-19. Seperti diketahui, orang dewasa wajib mendapatkan vaksinasi Covid-19 dosis lengkap atau dua suntikan untuk bisa masuk ke Saudi.
Menurut dia, kebijakan diskresi itu penting. Tujuannya, di tengah kelangkaan vaksin meningitis saat ini tidak ada lagi jemaah umrah yang dirugikan. Begitu pun soal administrasi dokumen vaksin. Dia prihatin hanya gara-gara tidak ada informasi dari maskapai, 94 jemaah umrah gagal berangkat di Bandara Juanda pada 26 September lalu.
Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Hilman Latief membenarkan bahwa vaksinasi meningitis tidak lagi jadi syarat oleh Saudi. Tetapi, di Indonesia masih menjadi aturan resmi dan telah berjalan belasan tahun. Dia menegaskan, aturan vaksinasi meningitis masih berlaku dan dianggap penting oleh pemerintah Indonesia. ’’Masih banyak yang meninggal karena penyakit (meningitis) itu,’’ tuturnya.
Selain itu, Hilman mengatakan, ketentuan soal vaksinasi meningitis bagi jemaah umrah diatur undang-undang. Dia mengatakan, Kemenag atau pemerintah Indonesia tidak bisa menghapus undang-undang atau regulasi soal vaksin meningitis tersebut dalam semalam.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menuturkan, persoalan ketersediaan vaksin meningitis dipicu oleh keterlambatan pemenuhan stok dari produsen. ’’Pabrik tempat produksinya baru buka kembali setelah vakum akibat lockdown pandemi Covid-19,’’ katanya.
Kondisi itu diperparah dengan peningkatan jumlah jemaah umrah. Pemerintah Indonesia memperkirakan jumlah jemaah umrah musim ini mencapai 1,5 juta–2 juta orang. Nadia menduga stok vaksin itu baru normal bulan depan. Sebab, pemerintah telah memesan 220 ribu dosis vaksin meningitis.
Sebelumnya, Direktur Umrah dan Haji Khusus Kemenag Nur Arifin mengatakan, diperlukan mitigasi penyelenggaraan umrah tahun ini. Apalagi, pemerintah Saudi tak lagi menerapkan pembatasan atau kuota kedatangan jemaah umrah. ’’Di dalam negeri ada beberapa persoalan yang perlu dicari solusinya,’’ ujarnya. Salah satu yang paling urgent, menurut Arifin, adalah ketersediaan vaksin meningitis.
Kemenag bersyukur akhirnya Kemenkes merespons persoalan vaksin meningitis tersebut. Salah satunya dengan melakukan realokasi distribusi vaksin meningitis. Realokasi atau redistribusi itu mempertimbangkan sebaran populasi jemaah umrah di setiap provinsi. Selain itu, dengan mempercepat kedatangan vaksin baru.
—————————————————-
”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website www.jawapos.com. Situs Wargasipil.com adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs Wargasipil.com tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”