Warga Sipil – Pemerintah Provinsi Jawa Barat terus menggenjot pembangunan jalur selatan sebagai upaya realisasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2021.
Dalam peraturan tersebut, diterangkan bahwa pemerintah pusat mendukung adanya percepatan pembangunan di wilayah Jawa Barat selatan guna meningkatkan perekonomian regional dan nasional.
Bentuk komitmen pemerintah dalam mendorong percepatan pembangunan itu, salah satunya terlihat dari dukungan yang diberi melalui proyek insfrastruktur pembangunan Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi).
ADVERTISEMENT
Dalam peresmian Tol Bocimi Seksi II 4 Agustus kemarin, Presdien Jokowi menyebut, mobilitas masyarakat menuju tempat wisata yang ada di jalur selatan akan lebih mudah dan efisien.
Di samping itu, pembangunan insfrastruktur seperti Tol Bocimi diharap dapat menarik banyak investor yang berdampak pada peningkatan perekonomian nasional terintegrasi dan berkelanjutan.
“Karena dari survei para investor yang ada kenapa di Jabar menduduki ranking pertama untuk investasi, alasannya yang pertama karena jalan-jalan tol yang ada di Jawa Barat itu yang paling banyak dibangun,” ujar Joko Widodo.
Selanjutnya, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil di akhir masa jabatannya berharap, dapat mewujudkan proyek besar Jalan Tol Cigatas yang akan membentang dari Bandung ke Cilacap.
“Proyek terbesar jalan Tol Cigatas dari Bandung sampai ke Cilacap melewati Pangandaran, Banjar, Ciamis, Tasik dan Garut sedang kita kerjakan. Jadi jalan ke priangan timur bisa lebih singkat,” kata Ridwan Kamil, Minggu 9 Agustus 2023.
Lantas sebenarnya potensi apa saja yang membuat pemerintah tergugah mendorong percepatan pembangunan di wilayah selatan Jawa Barat? Lalu seperti apa masalah yang dihadapi dalam merealisasikan wacana tersebut? Berikut penjelasannya.
Wilayah Jabar di jalur selatan seperti Kabupaten Garut, Kabupaten Cianjur, Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, hingga Kabupaten Pangandaran, memiliki banyak tempat wisata yang dapat dikembangkan ke arah sport tourism.
Keindahan alam di jalur selatan ini dapat mendukung tren pariwisata yang tengah populer di kalangan turis mancanegara, yakni berolahraga sambil wisata.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno memperkirakan, pertumbuhan sport tourism di Indonesia bisa mencapai Rp18,790 triliun pada 2024 mendatang.
Sport tourism sendiri dapat didongkrak oleh dua cara, yakni dengan hard tourism, sebagai acara perlombaan bersifat regular, seperti Asian Games, Sea Games, atau World Cup.
Kemudian, ada juga soft sport tourism, yang dikenal dengan pariwisata olahraga dan berkaitan dengan gaya hidup (lifestyle), seperti bersepeda, berlari, hingga berselancar.
Pemprov Jabar sendiri sudah menggali potensi tersebut dengan menggelar acara Cycling de Jabar pada 2022 lalu.
Salah satu wilayah di Jawa Barat selatan , yakni Kabupaten Pangandaran menjadi wilayah penghasil jok mobil mewah yang telah diekspor ke sejumlah negara.
Jok mobil mewah itu rupanya dibuat dari hasil pemanfaatan sumber daya alam (SDA) yang mudah ditemukan di kawasan Pangandaran, apa lagi kalau bukan sabut kelapa.
Ketua Koperasi Produsen Mitra Kelapa Pangandaran Yohan Wijaya Nurahman menuturkan bahwa koperasi yang dipimpinnya memproduksi sabut kelapa untuk bahan baku isian jok kendaraan mewah.
Sejak tahun 2016, koperasi Mitra Kelapa Pangandaran berhasil mengekspor sabut kelapa ke beberapa negara terutama China.
Tak hanya itu, potensi komoditas ekspor yang ada di kawasan Jawa Barat selatan juga datang dari sektor maritimnnya.
Melalui pengembangan budidaya perikanan, seperti udang vaname, dan perikanan tangkap, Jabar selatan mampu menciptakan peluang menjadi komoditas ekspor perikanan yang potensial.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jabar Noneng Komara sempat menyebut, potensi ekonomi kreatif di Jawa Barat bagian selatan cukup besar.
“Ekonomi kreatif Jabar bagian selatan sangat dapat dikembangkan. Karena ekraf bahan dasarnya adalah ide, tidak habis seperti Sumber Daya Alam lainnya. Dan Jabar bagian selatan sangat potensi untuk mengembangkan itu,” kata Noneng Komara.
Hal ini lantaran tak hanya miliki keindahan alam yang memesona, Jawa Barat selatan memiliki budaya yang sangat beragam dan menarik.
Budaya dapat menambah khazanah ekonomi kreatif dari sektor kuliner sehimhha tercipta cita rasa yang beragam.
Potensi ini dapat mendongkrak pasar ekraf dan diharap mampu menggerakkan roda perekonomian masyarakat.
Pemprov Jabar bersama sejumlah pihak menggali potensi di bidang energi terbarukan, yaitu sumber energi yang memanfaatkan bayu atau angin sebagai pembangkit listrik (PLTB).
Untuk merealisasikan rencana ini, pemerintah menggandeng perusahaan turbin angin terbesar di dunia asal Denmark, Vestas Wind System.
Nantinya, pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) akan dibangun di tiga kecamatan. Selain Pameungpeuk yang telah lebih dulu dikaji, PLTB juga akan dibangun di Kecamatan Cibolang dan Cisompet.
Total PLTB Garut selatan akan menghasilkan listrik dari jenis energi terbarukan sebesar 1.600 megawatt.
Dengan energi terbarukan, PLTB diharap dapat menghasilkan listrik untuk medukung sektor-sektor lainnya.
Sejak dulu, faktor yang menghambat kemajuan di Jawa Barat bagian selatan adalah masalah pembangunan infrasrtuktur yang tidak merata.
Ketimpangan pembangunan ini kemudian memberi efek domino, dengan dampak yang paling mencolok yakni laju roda perekonomian.
Kesenjangan ini faktanya dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya:
Rendahnya kesadaran akan pentingnya pendidikan serta masalah pemerataan tenaga pendidik berkualitas turut menjadi faktor penghambat pembangunan daerah Jawa Barat bagian selatan.
Permasalahan kependudukan yang kompleks ini tak hanya menjadi ancaman pembangunan regional, melainkan nasional.
Pasalnya kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah sangat mempengaruhi produktivitas dan tingkat partisipasi dalam dunia kerja.
Tak dapat dimungkiri, daerah Jawa Barat selatan memiliki kontur tanah yang lebih miring ketimbang wilayah Jabar tengah ataupun utara.
Selain itu, jalur tersebut dikenal memiliki potensi bencana alam seperti gempa bumi hingga gelombang tinggi.
Oleh karena itu pembangunan Jabar selatan pun lebih rumit ketimbang bagian wilayah lainnya.
Jawa Barat selatan kerap tertinggal akibat masalah inflasi.
Hal ini dikarenakan, mobilitas dari Jabar selatan acap terkendala faktor infrastruktur jalannya.
Alhasil, komoditas yang dikirim dari wilayah Jabar selatan tak jarang alami inflasi karena beragam risiko dalam proses pengiriman.***