Mucikari Sekap Anak di Bawah Umur, Dijadikan Cewek BO via Aplikasi

Mucikari Sekap Anak di Bawah Umur, Dijadikan Cewek BO via Aplikasi

WargaSipil.com-Sub Direktorat Remaja, Anak, dan Wanita (Subdit) Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya telah menangkap muncikari berinisial EMT, 44. Ia adalah tersangka kasus eksploitasi secara ekonomi dan seksual terhadap penyintas berinisial NAT, 17.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan mengatakan, pihaknya telah menangkap EMT sebagai tersangka yang bertindak sebagai muncikari yang mengeksploitasi anak di bawah umur berinisial NAT. Selain itu, pihaknya juga mengamankan pria berinisial RR alias Ivan, 19. “Perannya mencarikan tamu menggunakan aplikasi Michat dengan nama akun Qwerty,” ujarnya dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Rabu (21/9).

Zulpan menambahkan, pihaknya sudah mengamankan sebanyak 14 barang bukti dari kasus eksploitasi anak secara ekonomi dan seksual tersebut, yaitu screenshoot percakapan aplikasi whatsapp, bukti transfer penyewaan kamar, 1 buah handphone milik anak korban, hasil pemeriksaan Ver dari RS Polri, 1 KTP tersangka EMT, 1 KTP tersangka RR, 1 unit handphone Oppo Reno, 1 unit handphone Oppo Reno 5, 1 unit handphone Vivo Y 20, 1 unit handphone Xiaomi, 1 unit handphone Iphone 6, 1 unit handphone Xiaomi, 1 kaos oblong warna hitam, dan 1 buku cacatan hutang.

Zulpan menjelaskan, modus pelaku dalam melakukan tindak kejahatannya adalah dengan menawarkan anak korban sebagai wanita Booking Out (BO) dengan menjanjikan akan mendapatkan uang yang banyak. “Namun, selama korban bekerja melayani tamu, ternyata seluruh uang hasil melayani tamu setiap harinya diminta oleh terlapor dengan alasan untuk membayar hutang yang dimiliki korban,” jelasnya.

Sebelumnya, Zulpan menjelaskan bahwa  Kejadian berawal pelapor sebagai ayah kandung dari korban menerangkan bahwa NAT bercerita telah dijual oleh EMZ di daerah Jakarta Barat. NAT kemudian diminta melayani laki laki dan diberi upah senilai Rp. 300.000-Rp. 500.000 sekali kencan.

“Namun pada saat anak korban ingin keluar dari pekerjaan tersebut, korban tidak diperbolehkan keluar oleh terlapor dengan alasan masih memiliki banyak hutang kepada pelapor,” katanya. “Kejadian tindak pidana eksploitasi secara ekonomi dan atau seksual dan atau tentang tindak pidana kekerasan seksual yang dialami anak korban terjadi pada periode tahun 2021 sampai dengan Juni 2022 pada saat anak korban berusia 15 sampai dengan 16 tahun,” lanjut Zulpan.

Adapun cara EMT melakukan eksploitasi terhadap NAT adalah dengan cara awalnya menawarkan anak korban untuk menjadi cewek BO (prostitusi online) di apartemen A di Tangerang dengan menjanjikan akan mendapat uang banyak dan unit apartemen sudah disediakan oleh terlapor.  “Dengan biaya sebesar Rp 200.000 per harinya dan yang bersangkutan menunjuk RR alias Ivan,” jelasnya.

Pada saat di apartemen P Jakarta, dengan alasan keamanan, EMT sering memindahkan NAT dari kamar satu ke kamar lainnya. Lebih jauh lagi, ia diwajibkan membayar uang deposit jika tidak mampu membayar. “EMT akan mencatatkannya menjadikan utang, dan anak korban harus membayarkan utang tersebut dengan cara mencicilnya sampai lunas dari uang hasil BO dan tidak diperbolehkan pergi jika hutang tersebut belum dilunasi. Sehingga total utang anak korban sampai dengan saat ini adalah sebesar Rp. 32.290.000,” cerita Zulpan.

Sementara itu, RR alias Ivan menjadi penghubung yang menjerumuskan NAT untuk mencari tamu di apartemen P Jakarta. Ia diduga menggunakan aplikasi Michat dengan nama akun “Qwerty”. “Dalam sehari berhasil mendapatkan 1–2 orang tamu.  Adapun keuntungan yang didapat EMT dari hasil prostitusi online berupa uang sewa harian dan uang deposito dari korban,” jelasnya.

Dengan perbuatan kejahatan dan eksploitasi terhadap anak tersebut, Zulpan mengatakan bahwa tersangka Ivan dan EMT dikenakan pasal 76 1 Jo Pasal 88 UU No. RI No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan atau Pasal 12 dan atau Pasal 13 UU RI NO. 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

  1. Pasal 76 I Jo Pasal 88 UU No. RI No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200 juta (dua ratus juta rupiah).
  2. Pasal 12 dan atau Pasal 13 UU RI NO. 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1 Miliar. (*)

 

—————————————————-
”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website www.jawapos.com. Situs Wargasipil.com adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs Wargasipil.com tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”