Warga Sipil – Wajah Islam di Indonesia dengan segala dinamika sosialnya selalu menarik perhatian dunia untuk dipelajari, bahkan ingin diteladani dan menjadi kiblat praktik beragama yang toleran dan penuh damai bersanding dengan agama-agama lainnya.
Tampilan wajah Islam di Nusantara menjadi perhatian dunia, bahkan dari negara Timur Tengah, yang merupakan wilayah asal dari ajaran suci yang dibawa oleh Nabi Besar Muhammad Saw. tersebut.
Indonesia yang secara geografis, budaya, dan agama sangat beragam, dinilai mampu menjaga hubungan sosial yang saling menyayangi dan penuh pengertian antarpemeluk agama. Islam sebagai agama mayoritas dinilai memiliki peran utama dan penentu perwujudan nilai-nilai dasar rahmatan lil alaminatau “menjadi rahmat bagi seluruh alam”. Klaim ini tidak bermaksud menafikan pemeluk agama minoritas yang juga mampu menempatkan diri di tengah mayoritas.
Karena itu, toleransi dan menjaga rasa damai pemeluk agama minoritas di negeri ini patut dipromosikan atau divibrasikan ke berbagai belahan dunia untuk mewujudkan dunia yang damai dan masyarakat bahagia.
Menghadirkan wajah Islam yang rahmatan lil alaminitu bukan berarti tanpa tantangan. Negeri ini tidak selalu steril dari riak-riak konflik antariman itu. Konflik di Maluku, beberapa tahun lalu adalah contoh dari riak dan tantangan itu. Berkat kearifan lokal “Kita semua bersaudara” yang sudah menjadi warisan genetik bangsa ini, konflik itu berhasil diatasi. Pemerintah bersama seluruh elemen masyarakat mampu mengingatkan kembali ingatan primordial bahwa berkonflik itu bukanlah watak dasar bangsa kita.
Jiwa, darah, serta napas setiap individu masyarakat kita selalu mengalirkan roh bersaudara, meskipun berbeda agama, budaya, dan suku atau ras. Contoh-contoh nyata dari kebesaran hati untuk berdampingan secara nyaman ini bertebaran di berbagai penjuru, seperti di Maluku, Bali, dan beberapa daerah di Pulau Jawa.
Bersamaan dengan itu, Indonesia sungguh beruntung memiliki “dua sayap” utama dalam ikhtiar menjaga kerukunan dan kedamaian dalam menapaki perjalanan bangsa ini, yakni organisasi massa keagamaan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Kedua organisasi itu, dengan perannya masing-masing,1 tanpa lelah terus menjadikan bangsa dan negara ini sebagai warisan leluhur yang harus dirawat dan terus diperjalankan menuju ke satu pelabuhan, yakni kesejahteraan bersama. Semangat menjaga Indonesia yang damai itu terus terpelihara secara turun temurun.
Bagi NU dan Muhammadiyah, menjaga Indonesia tetap damai adalah bagian dari ikhtiar membela agama itu sendiri. Sebaliknya, mengkhianati terwujudnya kedamaian bangsa ini, sama artinya dengan mengkhianati dan menghancurkan Islam itu sendiri dari dalam.
Khusus NU, setelah sukses menggelar Forum Religion Twenty (R20) di Bali pada November 2022 dalam rangkaian KTT ASEAN, kini meluaskan semangat membangun peradaban lewat sikap toleransi dengan menggelar ASEAN Intercultural and Interreligious Dialogue Conference (IIDC) 2023 di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Bagi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf, harmoni adalah tujuan hidup dari semua umat manusia, apa pun agamanya. Karena itu, tindakan yang menyebabkan konflik, akan dikutuk oleh semua karena mengganggu harmoni. Maka, menciptakan dan menjaga harmoni adalah cita-cita suci dan merupakan ajaran agung semua agama. Dalam konteks inilah cita-cita tersebut menemukan pijakannya sehingga wajib diperjuangkan oleh semua pihak.
Menjaga harmoni itu sejalan dengan kecenderungan masyarakat saat ini yang menghuni Bumi dengan balutan teknologi informasi. Dengan teknologi canggih itu, maka sekat-sekat antarwilayah dan negara menjadi semakin tipis. Tanpa dilandasi semangat suci untuk merekatkan persaudaraan, maka kedekatan lewat teknologi informasi itu justru akan banyak membawa mudarat.
Era teknologi saat ini menuntut semua manusia untuk memupuk rasa bersaudara lintas wilayah dan negara.
Lewat gelaran IIDC, PBNU mengingatkan bahwa semua orang memiliki tanggung jawab untuk mengupayakan kehidupan yang harmonis di masa depan untuk menghindari konflik. Jika tidak, konflik yang disulut perbedaan di dunia ini akan terus terjadi dan menghancurkan kemanusiaan. Kehancuran akibat konflik itu hakikatnya adalah kerugian bersama.
Tokoh NU yang dikenal sebagai pejuang gigih untuk saling menjaga martabat semua pemeluk agama dan kemanusiaan, KH Abdurahman Wahid (Gus Dur), sebagaimana dikutip Gus Yahya, menyatakan bahwa tidak ada cara yang lebih baik untuk membantu Islam, selain dengan menolong kemanusiaan seluruhnya.
Lewat penyelenggaraan ASEAN IIDC 2023 ini, NU dan Indonesia berupaya memberikan sumbangan untuk masyarakat di kawasan ASEAN dan Indo Pasifik. Apalagi, saat ini, Indonesia memegang keketuaan di ASEAN.
Dengan demikian, maka melalui forum dialog antarbudaya dan antaragama ini PBNU ikut memberikan dukungan pada agenda ASEAN sebagai episentrum pertumbuhan, termasuk di dalamnya wacana menjadikan ASEAN sebagai pusat perdamaian, toleransi, dan harmoni.
PBNU sendiri merasakan adanya kesamaan semangat dengan pemerintah dalam 10 tahun terakhir di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Semangat PBNU dengan pemerintah diakui saling memberi inspirasi untuk mewujudkan kehidupan dan peradaban yang damai dan perlunya memperluas gaung dari semangat suci menjaga harmoni tersebut ke seluruh negara di kawasan ASEAN dan Indo Pasifik.
Dalam konteks agama, yakni Islam, manusia didaulat sebagai wakil Allah di Bumi atau “Khalifah fil ardli“. Maka tugas manusia untuk memeragakan sifat-sifat Agung Tuhan di Bumi, yakni rahman dan rahim. NU dan umat Islam Indonesia mengambil peran mulia itu lewat berbagai saluran.