wargasipil.com – Indonesia telah menyelesaikan 4th Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) Meeting di Amerika Serikat (AS). Ini sekaligus pertemuan final dari FMCBG yang merupakan satu rangkaian Presidensi G20 Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan secara rinci hasil final pertemuan dari pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral tersebut.
Sri Mulyani menjelaskan, pelaksanaan Presidensi G20 Indonesia berada di dalam situasi yang tidak mudah, di tengah dunia yang dalam kondisi berbahaya.
“Bagaimana kita melihat ekonomi global dalam inflasi yang tinggi, harga energi dan pangan yang tinggi, juga harga pupuk, serta perhatian geopolitik yang mengganggu rantai pasokan,” jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers, Jumat (14/10/2022) dini hari.
Kendati demikian, kata Sri Mulyani negara anggota menyepakati untuk terus melestarikan forum G20 sebagai forum ekonomi utama untuk memperkuat koordinasi, demi tercapainya stabilitas ekonomi dunia.
“Kami (Indonesia) juga memberikan banyak pilihan yang juga dengan bangga dicapai selama pertemuan hari ini di bawah pertemuan ekonomi G20,” jelas Sri Mulyani.
Sri Mulyani menjelaskan, setidaknya terdapat 6 kesepakatan yang dicapai bersama anggota negara G20, sesuai dengan tajuk yang diangkat Indonesia ‘Recover Together, Recover Stronger’ atau ‘Pulih Bersama, Bangkit Lebih Kuat.’
Pertama, terkait masalah ekonomi global. Di mana negara G20 melihat mengenai sumber ketidakpastian dan semua negara anggota harus memperkuat koordinasi dan melakukan harmonisasi pada isu-isu yang sangat penting bagi stabilitas gobal, seperti krisis pangan dan energi.
Kedua, negara G20 juga menyepakati untuk memperkuat komitmen dalam memastikan ketahanan keuangan jangka panjang dan arsitektur keuangan internasional.
Sri Mulyani bilang, penguatan ketahanan keuangan internasional penting, karena saat ini banyak negara terutama negara berkembang berpenghasilan rendah dalam posisi kesulitan utang, dengan tingkat bunga tinggi, dan juga beban utang sudah tinggi bahkan setelah pandemi.
“Komitmen kami termasuk jaring pengaman keuangan, alokasi hak penarikan khusus (Special Drawing Rights/SDR) untuk memperkuat kerangka kecukupan modal Bank Pembangunan Multilateral yang paling rentan,” jelas Sri Mulyani.
Ketiga, negara G20 menegaskan komitmennya untuk kemajuan yang signifikan dalam pengaturan dan pengawasan sektor keuangan.
“Kita harus memperkuat sistem keuangan dalam menghadapi perkembangan sistem keuangan termasuk aktivitas aset kripto dan digitalisasi untuk meningkatkan produktivitas, sustainability, ekonomi inklusif, juga strategi memperkuat literasi keuangan digital,” jelas Sri Mulyani.
Keempat, Sri Mulyani menjelaskan, bahwa negara G20 berkomitmen untuk memajukan laporan keuangan berkelanjutan 2022 yang membahas prioritas mengidentifikasi peta jalan keuangan berkelanjutan.
Di mana, kata Sri Mulyani negara-negara G20 harus mengembangkan kerangka keuangan transisi untuk memitigasi perubahan iklim, termasuk transisi energi dan pengolahan limbah, dalam aksesibilitas dan keterjangkauan keuangan.
Kelima, negara G20 menyepakati untuk merevitalisasi investasi infrastruktur dengan yang cara yang inklusif dan terjangkau berkelanjutan. Termasuk instrumen untuk meningkatkan partisipasi sektor swasta, serta memobilisasi pembiayaan di masing-masing daerah.
“Juga meningkatkan investasi digital dan infrastruktur teknologi, serta untuk meningkatkan investasi infrastruktur transformasi berkelanjutan,” jelas Sri Mulyani.
Adapun kesepakatan keenam, yakni negara G20 menegaskan komitmennya untuk mengimplementasikan paket pajak internasional.
“Ini sangat penting pada sesi terakhir, yang kita bahas tentang pilar dan implementasinya untuk pencapaian penting. Juga implementasi Asia Inciative Bali Declaration untuk pajak internasional,” jelas Sri Mulyani.
Hasil Pertemuan Bank Sentral Presidensi G20 Indonesia
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan, komitmen bank sentral negara G20 berkomitmen untuk bekerja sama mencapai solusi konkret dan kolektif untuk pemulihan ekonomi, di tengah situasi yang tidak mudah.
Perry menjelaskan, dalam menghadapi tantangan global saat ini, di tengah banyak negara mengalami tekanan inflasi, bank sentral menyepakati akan mengkalibrasi dengan baik, terencana, dan menjalankan kebijakan yang terkoordinasi dengan baik untuk mengatasi masalah ini.
“Bank sentral G20 berkomitmen kuat untuk mencapai stabilitas harga, sejalan dengan mandat yang dihormati,” jelas Perry.
Sehingga pada akhirnya dampak moneter dari tekanan pada ekspektasi inflasi akan terus dikalibrasi, dengan melakukan pengetatan moneter menyesuaikan data terkini perekonomian.
Ekonomi global yang lebih kompleks membuat semua negara tidak bisa hanya mengandalkan satu instrumen. Oleh karena, bank sentral juga harus menyeimbangkan antara pemulihan ekonomi dan menjaga stabilitas.
“Dalam hal ini, untuk meningkatkan ketahan keuangan global, akan terus memantau risiko peningkatan volatilitas aliran modal, rembesan negatif ekonomi globa, juga menjaga volatilitas pasar keuangan,” jelas Perry.
Bank sentral negara G20, kata Perry juga membahas dan melihat perkembangan lebih lanjut dalam pengoperasioan kerangka kebijakan integrasi International Monetary Fund (IMF).
Selain itu kata Perry, negara G20 juga menyambut 5 kerangka stabilitas keuangan dalam basis Bank for International Settlements (BIS).
Pertama, bank sentral berkomitmen untuk membuat kebijakan yang hati-hati dalam menghadapi banyak tantangan yang kompleks.
“G20 telah membahas exit strategy dan mitigasi scaring effect (dampak luka) sektor keuangan,” jelas Perry.
Bagaimana tindakan kebijakan global untuk meningkatkan ketahanan sistem pembayaran cross border, mengatasi dan mengidentifikasi struktur yang rentan dalam intermediasi non bank dari perspektif sistemik.
Kerangka kedua, bank sentral G20, jug akan terus membahas masalah mendesak dari pengembangan pasar aset kripto. Bagaimana mengatur strategi untuk memantau risiko sambil mempertimbangkan fitur aset kripto dan memanfaatkannya.
“Dalam konteks ini anggota G20 mereka menyambut baik hasil dari FSB (Financial Stability Board) untuk menghentikannya dan menari koordinasi untuk pembahasan lebih lanjut,” jelas Perry.
Ketiga dan keempat, bank sentral G20 menyambut eksplorasi lanjutan tentang bagaimana sistem pembayaran cross border atau lintas batas. Yang juga sekaligus termasuk didalamnya mengenai Central Bank Digital Currency (CBDC) atau mata uang digital.
Dimana CBDC berpotensi ditempatkan atau dapat difasilitasi dalam sistem pembayaran cross border.
“Kami akan melaporkan lebih lanjut tentang kemajuan peta jalan aksi kolektif untuk meningkatkan pengaturan pembayaran cross border, untuk bisa disampaikan pada pertemuan tingkat tinggi (KTT) pada November 2022,” jelas Perry.
“CBDC berpotensi difasilitasi oleh sistem pembayaran cross border. Dalam hal ini, diskusi masih berlanjut, untuk melihat tantangan keuangan mikro maupun tentang bagaimana merancang teknologinya,” jelas Perry.
Kerangka terakhir yang disepakati bank sentral G20 yakni mengenai inklusi keuangan. Presidensi G20 Indonesia mendorong untuk memajukan kerangka inklusi keuangan, memanfaatkan digitalisasi untuk mendorong produktivitas dan ekonomi yang berkelanjutan, serta inklusif.
“Terutama untuk UMKM, perempuan, pemuda, serta untuk kelompok yang tidak masuk dalam anggota negara G20,” ucap Perry.
”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website cnbcindonesia.com. Situs https://wargasipil.com adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs https://wargasipil.com tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”