Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Firli Ditolak, Alumni AJLK Kecewa

Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Firli Ditolak, Alumni AJLK Kecewa

WargaSipil.com – Korneles Materay, pelapor kasus dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Ketua KPK Firli Bahuri terkait Pemberian Penghargaan kepada Istrinya, Ardina Safitri yang telah menciptakan 2 lagu yang kemudian ditetapkan sebagai lagu Hymne dan Mars KPK kecewa. Musababnya, laporannya ditolak oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

“Saya kecewa dengan keputusan Dewas yang tidak melanjutkan laporan saya ke sidang etik,” ujar Korneles dalam siaran pers, Senin (3/10).

Terkait alasan ditolaknya laporan tersebut, menurut Korneles, pada pokoknya Dewas menyatakan lagu Mars dan lagu Hymne KPK mendapat respon positif dari seluruh pegawai KPK. Dewas juga mengatakan, jika tidak menemukan adanya benturan kepentingan terkait penerimaan lagu Hymne dan lagu Mars KPK secara hibah dari penciptanya Ardina Safitri kepada KPK. Dengan pertimbangan tidak terdapat kepentingan pribadi dari Firli dan atau istrinya untuk menguntungkan diri mereka, kedua lagu dihibahkan tanpa kompensasi apapun dan serah terima tidak membebani anggaran KPK. Berdasarkan kesimpulan tersebut, laporan Korneles dinilai tidak cukup bukti untuk dilanjutkan ke sidang etik.

“Dari konstruksi alasan menolak permohonan itu, saya dapat memastikan bahwa Dewas tidak berani dan tidak serius menjaga moral insan dan kelembagaan KPK,” tegas Korneles.

Ini karena menurutnya, publik saja punya common sense dapat menyatakan bahwa peristiwa pemberian penghargaan oleh Ketua KPK Firli Bahuri kepada Istrinya, adalah peristiwa yang sarat akan benturan kepentingan dan hal itu memalukan karena menggunakan kewenangan, sarana, dan prasarana untuk melakukan sesuatu kepada Istrinya.

“Sesederhana, jika bukan Firli sebagai Ketua KPK, tidak mungkin Ardina Safitri adalah pencipta lagu Mars dan Hymne KPK. Bagaimana mungkin, hal itu bukan benturan kepentingan?” sindir Korneles.

Korneles menilai, Dewas hanya memaknai konflik kepentingan sama dengan adanya keuntungan/kompensasi kepada Ardina Safitri dan/Firli dari KPK atau tidak.

“Ini jelas sangat keliru. Konflik kepentingan tidak perlu mempersyaratkan hal itu. Konflik kepentingan seperti perilaku koruptif, ia adalah pintu masuk seseorang bertindak menyimpang. Meskipun tidak ada kompensasi, KPK harus mendaftarkan hak cipta ke Kemenkumham; dan KPK membuat acara launching lagu mars dan hymne KPK. Yang pasti Firli memberikan penghargaan kepada sosok Ardina Safitri yang akan dikenang sebagai pencipta lagu selama-lamanya, itu penghormatan. Apakah itu bukan keuntungan yang diperoleh? Apakah itu bukan bukti yang cukup terjadinya benturan kepentingan?” cetus Korneles.

Lebih lanjut Korneles mengatakan, Dewas juga menggunakan terminologi ‘hibah’ yakni Ardina Safitri menghibahkan dua lagu ke KPK. Dewas terpengaruh kata-kata Firli Bahuri bahwa itu hibah. Padahal, sebuah hibah harus memperhatikan salah satu prinsip penting, yakni kehati-hatian. Jika prinsip itu berlaku, seharusnya Firli Bahuri menolak karena keputusan menerimanya adalah benturan kepentingan.

“Pada akhirnya, dengan berat hati dan kecewa, Saya menyampaikan terima kasih kepada Dewas KPK yang terus memupuk perilaku tak etis dan sarat benturan kepentingan di KPK. Biarkan masyarakat yang resah atas perilaku Pimpinan, Dewas melindungi mereka saja,” tukas Korneles.

—————————————————-
”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website www.jawapos.com. Situs Wargasipil.com adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs Wargasipil.com tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”