Kronologi Bupati Meranti Marahi Dirjen Kemenkeu hingga Ditegur Keras Mendagri

Kronologi Bupati Meranti Marahi Dirjen Kemenkeu hingga Ditegur Keras Mendagri

wargasipil.com – Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti Muhammad Adil menjadi perbincangan publik setelah menyampaikan kekesalannya kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) soal dana bagi hasil (DBH) produksi minyak di daerah itu.

Hal itu disampaikan Adil ketika menghadiri Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah se-Indonesia pada 8 Desember lalu.

Adil secara langsung menyampaikan kekesalannya kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Luky Alfirman.

Dilansir dari siaran YouTube Diskominfotik Provinsi Riau, Adil mengaku kesal karena DBH produksi minyak dari Meranti yang diberikan oleh Kemenkeu nilainya dirasa kecil.

Hal ini lantaran kondisi di Kabupaten Kepulauan Meranti yang merupakan daerah termiskin di Indonesia.

Adil menyebutkan dengan jumlah penduduk miskin di daerahnya mencapai 25,68 persen.

Padahal, wilayah ini merupakan penghasil minyak mentah yang beberapa waktu belakangan harganya naik drastis.

Adil menyebutkan, besaran DBH yang didapatkan wilayahnya tak sebanding dengan produksi dan kenaikan harga minyak.

Dia mengungkapkan, lifting minyak Meranti saat ini mencapai 7.500 barrel per hari, dari sebelumnya hanya di kisaran 3.000-4.000 barrel per hari.

Sementara asumsi harga minyak dalam anggaran negara naik menjadi 100 Dolar AS per barrel dari sebelumnya 60 Dolar AS per barrel.

Namun, dana bagi hasil yang diterimanya untuk tahun ini sebesar Rp 115 miliar. Menurut dia, jumlah ini hanya naik sekitar Rp 700 juta dari sebelumnya.

“Meranti itu daerah termiskin se-Indonesia, penghasil minyak, termiskin, ekstrem lagi. Pertanyaan saya, bagaimana kami tidak miskin, uang kami tidak dikasihkan,” tegas Adil.

Dia lantas menjelaskan, sebanyak 103 sumur minyak di Meranti kini sudah kering.

Saat ini wilayah itu sedang mengebor 13 sumur minyak lainnya. Selain itu, ditargetkan menambah 19 sumur baru pada 2023.

Sehingga, nantinya akan ada penambahan produksi yang hampir menyamai target yang diberikan SKK Migas yaitu 9.000 barrel per hari.

Namun, lanjut Adil, dengan jumlah produksi minyak yang naik itu, justru dana bagi hasil yang diberikan ke Meranti dari pemerintah pusat tidak sesuai.

Ia pun mempertanyakan penghitungan dari alokasi dana bagi hasil oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Ini karena kami daerah miskin, kalau kami kaya, kami biarkan saja mau diambil Rp 10 triliun pun enggak apa-apa. Kami daerah miskin, daerah ekstrem. Jadi kalau daerah miskin, Bapak- Ibu ambil uangnya entah dibawa ke mana, pemerataan, pemerataan ke mana?” ujar Adil.

Selanjutnya, Adil pun sempat melontarkan pernyataan bahwa pemerintah pusat tak perlu lagi mengambil sumber daya alam Kabupaten Kepulauan Meranti jika tak ingin mengurus daerah itu.

Dia bahkan menyebutkan, pemerintah pusat bisa sekalian menyerahkan daerah Meranti ke negara tetangga.

“Maksud saya, kalau pusat enggak mau mengurus Meranti, kasihkan kami ke negeri sebelah. Kan saya ngomong (keluhan dana bagi hasil), atau bapak tak paham juga omongan saya,” ungkap Adil.

“Apa perlu Meranti mengangkat senjata? Kan tak mungkin. Ini menyangkut masalah Meranti yang miskin ekstrem,” kata dia.

Mengadu ke Menkeu

Lebih lanjut, Adil pun mengungkapkan, dirinya sudah tiga kali bersurat ke Menteri Keuangan untuk meminta waktu audiensi mengenai permasalahan ini.

Namun tanggapan yang diberikan Kemenkeu selalu memintanya untuk melakukan pertemuan secara online via Zoom.

Padahal, yang diinginkannya adalah melakukan pertemuan langsung dengan pihak Kemenkeu.

Dia pun mengaku sering menghadiri acara-acara yang diisi oleh pihak Kemenkeu dengan maksud bisa menyampaikan keluhannya.

Namun, menurut dia, hal itu sangat sulit dilakukan. Keluhannya pun akhirnya disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri.

“Saya sudah berulang menyurati Bu Menteri (Keuangan), tapi alasannya Kemenkeu mintanya online. Kami ngadu ke Kemendagri kok bisa offline, tapi untuk di Kemenkeu susahnya enggak ketulungan,” katanya.

“Sampai ke Bandung saya kejar orang ke Kemenkeu, tapi yang hadir orang yang tak berkompeten soal itu (dana bagi hasil). Sampai pada waktu itu saya ngomong, ‘Ini orang keuangan isinya nih iblis atau setan’,” lanjut Adil.

Tanggapan pemerintah

Dalam rakornas tersebut, hadir pula Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Agus Fatoni.

Agus pun meminta Adil untuk menyelesaikan persoalan penghitungan dana bagi hasil dengan melakukan pertemuan bersama Kemenkeu yang didampingi pihaknya.

“Saya kira Pak Bupati (Adil) nanti ada waktu bisa bertemu dengan Pak Dirjen (Luky) dan tim, juga nanti kami ikut, kita sama-sama ya,” kata Agus.

“Jadi biar bisa jadi clear (jelas) , bagaimana penghitungannya dan lain-lain. Sehingga nanti bisa ketemu, kenapa sebabnya seperti ini, kenapa ini dimungkinkan. Nanti kita buka ruang komunikasi,” lanjutnya.

Sementara itu, Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Luky Alfirman sempat berulang kali menjelaskan kepada Adil bahwa formulasi penghitungan dana bagi hasil telah diatur dalam undang-undang.

Luky menjelaskan, dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) diatur bahwa pembagian DBH diperluas ke daerah lain.

Sehingga, DBH bukan hanya dikembalikan ke daerah penghasil saja.

“Itu kan ada formulanya, misalnya ditetapkan dalam UU itu 85 persen diberikan kepada pusat dan daerah sebesar 15 persen. Kemudian, bukan hanya daerah penghasil, tapi daerah yang berbatasan, daerah pengolahan, dan daerah lainnya sebagai pemerataan,” ujar Luky.

“Jadi kalau berdasarkan formula, pasti kami bayarkan, dan formulanya itu,” lanjutnya.

Selain itu, Luky pun menjelaskan, bahwa pertemuan secara online memang menjadi budaya kerja baru di Kemenkeu sejak pandemi Covid-19.

Hal itu bertujuan untuk menghemat waktu dan bisa melakukan pertemuan dengan efisien.

Meski demikian, Adil merasa tak puas dengan penjelasan Luky dan menyatakan niatnya untuk meninggalkan ruangan.

Bahkan, ia sempat menyebutkan akan membawa persoalan ini ke jalur hukum.

“Terus terang Pak, saya sudah lapor ke pembina saya Pak Tito (Mendagri), kalau tidak bisa juga, nanti kita ketemu di mahkamah. Izin Pak, saya eneg mandang Bapak di sini, aku tinggalkan lah ini ruangan,” ucap Adil.

Namun, pembawa acara sempat meminta Adil untuk bertahan sebab rakornas akan segera berakhir.

Dapat teguran keras Mendagri

Pada Senin (12/12/2022), Mendagri Tito Karnavian menyampaikan teguran keras kepada Bupati Adil.

Teguran itu menyusul pernyataan yang disampaikan Bupati Adil kepada jajaran Kemenkeu sebelumnya.

Mendagri Tito menegaskan, kepala daerah harus beretika meski sedang menghadapi persoalan.

“Sebagai kepala daerah apapun masalahnya harus menggunakan bahasa yang beretika dan menunjukkan sikap kenegarawanan,” kata Tito sebagaimana dilansir siaran pers Kemendagri, Senin malam.

Sebelummya pada Senin pagi, Kemendagri memanggil Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil ke Kantor Kemendagri, Jakarta.

Kedatangan Adil diterima langsung oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri Suhajar Diantoro di ruang kerjanya.

Dalam pertemuan itu, Suhajar didampingi oleh Dirjen Bina Keuangan Daerah Agus Fatoni.

Saat itu Suhajar sempat memberikan nasihat kepada Adil agar menjaga etika berkomunikasi.

Suhajar menyayangkan sikap dan pernyataan Adil yang tidak pantas dilakukan oleh seorang pejabat publik.

Sebagai pejabat publik, kata dia, harusnya Adil memberikan teladan bagi masyarakat.

“Apa yang menjadi kegelisahan dan harapan Bupati Kepulauan Meranti sebenarnya bisa dikomunikasikan dan diselesaikan secara baik-baik, sehingga tidak menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat,” tutur Suhajar usai pertemuannya dengan Adil.

Suhajar menegaskan, Kemendagri tidak akan membiarkan adanya kepala daerah yang bersikap arogan.

Kepala daerah, menurut dia, harus mampu menjaga etika termasuk dalam bertutur.

Sekalipun memiliki perbedaan pendapat maupun pandangan dengan pihak lain.

“Kemendagri, tidak segan-segan menegur kepala daerah yang bertindak di luar etika yang semestinya dimiliki oleh seorang pejabat publik,” lanjut Suhajar

“Sangat tidak dibenarkan sikap berkata kasar. Kemendagri sangat prihatin dan memperingatkan kepada seluruh kepala daerah agar tidak meniru perilaku yang justru mencoreng citra pemerintah,” kata dia.

Suhajar meminta kepala daerah agar mampu menjaga perilaku, terlebih di tengah akses informasi yang begitu mudah.

Pasalnya, setiap perkataan maupun perbuatan yang melanggar etika bisa sangat mudah diketahui masyarakat dan menjadi catatan buruk bagi pemerintah.

“Apalagi kegaduhan ini dilontarkan pejabat publik kepada entitas pemerintah lainnya, sangat tidak elok. Sekali lagi, semua bisa dibicarakan dan diselesaikan dengan baik dan bijaksana,” ungkap Suhajar.

Lebih lanjut, Suhajar menuturkan, terkait harapan pembagian DBH, pihaknya melalui Dirjen Bina Keuangan Daerah akan memfasilitasi pertemuan dan pembahasan lebih lanjut antara Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti, Kemenkeu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), maupun pihak terkait lainnya.

“Kami akan memfasilitasinya agar permasalahan mengenai DBH dapat terselesaikan dengan baik,” ucap Suhajar.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.