WargaSipil.com – Hakim Agung Sudrajad Dimyati ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap terkait dengan pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Dia menyerahkan diri ke KPK kemarin (23/9).
Dia disangka sebagai penerima suap yang total jumlahnya SGD 205.000 (sekitar Rp 2,1 miliar) dan Rp 50 juta dari pengacara Yosep Parera dan Eko Suparno.
Total ada sepuluh tersangka dalam perkara yang diawali operasi tangkap tangan pada Rabu (21/9) dan Kamis (22/9) itu. Delapan di antaranya sudah ditahan KPK. Termasuk Dimyati dan dua pengacara tersebut. Sementara itu, dua orang lain dari pihak swasta, yakni Ivan Dwi Kusuma dan Heryanto Tanaka, masih buron. Keduanya merupakan debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan, perkara itu bermula dari laporan pidana dan gugatan perdata terkait dengan aktivitas KSP Intidana di Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Gugatan itu diajukan Ivan dan Heryanto. Yosep dan Eko menjadi kuasa hukumnya.
Karena tidak puas dengan putusan di pengadilan tingkat pertama, Ivan dan Heryanto mengajukan banding di Pengadilan Tinggi (PT) Semarang. Namun, putusan di tingkat PT itu juga tak memuaskan keduanya. ”Sehingga keduanya memutuskan untuk mengajukan upaya hukum kasasi di MA,” katanya.
Sebagai kuasa hukum, Yosep dan Eko melakukan pertemuan dan komunikasi dengan beberapa pegawai di Kepaniteraan MA yang dianggap mampu menjadi penghubung dengan majelis hakim. Dengan begitu, putusan atas gugatan yang mereka ajukan bisa dikondisikan sesuai dengan keinginan.
Alex menyatakan, pegawai MA yang kemudian bersepakat dan bersedia menuruti kemauan tersebut adalah Desy Yustria, pegawai negeri sipil (PNS) pada Kepaniteraan MA. Desy lantas mengajak rekannya, Muhajir Habibie, dan seorang panitera pengganti MA, Elly Tri Pangestu.
Menurut KPK, Desy merupakan representasi dari Dimyati dan beberapa pihak di MA. Perannya pun cukup sentral. Dari Desy-lah KPK mendapatkan barang bukti uang SGD 205.000 yang bersumber dari Ivan dan Heryanto.
”Dengan uang tersebut, putusan yang diharapkan YP (Yosep) dan ES (Eko) pastinya dikabulkan dengan menguatkan putusan kasasi sebelumnya yang menyatakan KSP ID (Intidana) pailit,” ungkap Alex dalam konferensi pers di gedung KPK kemarin (23/9).
KPK mengendus uang SGD 205.000 dari Yosep dan Eko rencananya dibagi-bagi ke sejumlah pihak. Dimyati mendapat jatah Rp 800 juta, Desy Rp 250 juta, Muhajir Rp 850 juta, dan Elly Rp 100 juta. ”SD (Dimyati) penerimaannya melalui ETP (Elly, Red),” kata Alex.
KPK menetapkan enam tersangka sebagai penerima suap. Yakni, Dimyati, Desy, Elly, Muhajir, Nurmanto Akmal (PNS MA), dan Absari (PNS MA). Mereka dijerat Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b juncto Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, empat tersangka lainnya disangka sebagai pemberi suap. Yakni, Yosep, Eko, Ivan, dan Heryanto. Keempatnya disangka Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf c UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ketua Kamar Pengawasan MA Zahrul Rabain mengapresiasi penanganan kasus dugaan suap yang dilakukan KPK. Dia menganggap terbongkarnya kasus dugaan suap itu sejalan dengan visi MA dalam meningkatkan kredibilitas aparatur peradilan. ”Kami mendukung sepenuhnya apa yang dilakukan KPK,” ujarnya.
MA bakal mengeluarkan surat pemberhentian sementara terhadap hakim agung dan PNS yang terlibat dalam kasus tersebut agar dapat menghadapi pemeriksaan di KPK dengan baik. Hal itu pun diatur dalam ketentuan perundang-undangan. ”Jika aparatur pengadilan sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, MA akan mengeluarkan surat pemberhentian sementara,” terangnya.
Sebelum menjadi tersangka di KPK, Dimyati juga pernah tersandung isu lobi toilet di DPR pada 2013. Saat itu Dimyati yang tengah menjalani fit and proper test seleksi hakim agung diisukan melobi anggota Fraksi PKB Bachrudin Nasori.
Terkait dengan hal tersebut, anggota Komisi Yudisial (KY) sekaligus Ketua Bidang SDM, Advokasi, Hukum, Penelitian, dan Pengembangan Binziad Kadafi menyebut isu toilet waktu itu sempat ditangani KY. Berdasar hasil pemeriksaan, KY menyebut Dimyati klir.
”Sudah ada putusan rapat pleno dari KY. Yang bersangkutan dinyatakan klir atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku di kejadian tersebut (isu toilet),” kata Binziad.
Dari Semarang, Jawa Tengah, pantauan Jawa Pos Radar Semarang, Law Firm Yosep Parera di Semarang Indah, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, kemarin tampak sepi. Muhammad Amal Lutfiansyah, advokat yang tergabung di firma hukum itu, mengatakan bahwa saat ini pihaknya bersikap kooperatif untuk mengikuti proses hukum. Dia juga menginformasikan, sesuai dengan amanat Yosep Parera, kantor tetap dioperasikan untuk memberikan pelayanan kepada klien.
”Kami belum bisa berkomentar dan statemen apa pun. Biarkan proses mengalir dan berjalan. Kita hargai segala macam tindakan yang sudah dilakukan,” ujarnya kemarin.
Mengenai perkara kepailitan itu, Humas Pengadilan Negeri Semarang Kukuh Subyakto mengatakan saat ini dalam upaya peninjauan kembali. ”Berkasnya sudah dikirim ke MA,” katanya kepada Jawa Pos Radar Semarang.
—————————————————-
”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website www.jawapos.com. Situs Wargasipil.com adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs Wargasipil.com tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”