Dokter sebut pentingnya tahapan operasi bibir sumbing sesuai waktunya

Dokter sebut pentingnya tahapan operasi bibir sumbing sesuai waktunya

Dokter sebut pentingnya tahapan operasi bibir sumbing sesuai waktunya

wargasipil.com – Dokter spesialis bedah mulut dan maksilofasial konsultan Dr. drg. Dwi Ariawan, Sp.BM(K) menyoroti pentingnya seorang anak dengan bibir sumbing untuk melakukan tahapan-tahapan operasi sesuai dengan waktunya.

Salah satu dampak dari kondisi celah bibir dan lelangit atau lebih dikenal dengan bibir sumbing yaitu terjadinya gangguan bicara. Oleh sebab itu, Dwi menganjurkan dilakukannya terapi wicara setelah anak menjalani operasi penutupan celah lelangit.

“Oleh terapi ahli wicara, anak dilatih untuk bicara seperti layaknya anak normal. Jadi penting sekali untuk mengikuti timing operasi yang tepat. Kemudian mendapatkan perawatan terapi bicara sehingga nanti berbicaranya bisa normal,” kata dokter dari Rumah Sakit Universitas Indonesia itu dalam acara bincang-bincang diikuti secara virtual di Jakarta, Jumat.

Dwi menjelaskan tahapan operasi secara terpadu dilakukan sejak anak lahir hingga usia 18 tahun. Biasanya dokter akan menyarankan waktu yang tepat untuk tindakan operasi yang berbeda-beda di setiap fase perkembangan usia anak.

Perjalanan dimulai dari tahap operasi labioplasti atau operasi penutupan celah bibir yang menurut Dwi ideal dilakukan saat anak berusia 3-4 bulan.

Sebelum operasi labioplasti, anak bisa mendapatkan terapi bantu dengan alat nasoalveolar molding pada minggu-minggu pertama kelahiran. Alat tersebut digunakan agar saat makan anak tidak tersedak sekaligus berfungsi mendekatkan celah.

“Pasca-operasi celah bibir, anak bisa diperiksakan oleh orang tuanya ke dokter THT untuk mengecek apakah ada gangguan pendengaran. Dokter THT akan periksa timpanometri dan sebagainya,” kata Dwi.

Kemudian saat anak memasuki usia 18-24 bulan, dilakukan operasi palatoplasti atau penutupan celah lelangit. Dwi mengatakan bahwa protokol perawatan celah bibir dan lelangit sangat bervariasi, terdapat lebih dari 100 protokol yang berbeda. Sebagai contoh, terdapat yang menerapkan protokol operasi lelangit saat anak berusia 8-12 bulan.

“Kalau kami di bedah mulut dan maksilofasial (di RSUI), mengambil waktu untuk operasi penutupan celah lelangit itu 18-24 bulan,” katanya.

Setelah operasi penutupan celah lelangit, maka anak dibawa ke dokter rehabilitasi medis satu bulan kemudian untuk mendapatkan terapi wicara. Dwi menjelaskan terapi tersebut diperlukan untuk melatih otot yang sudah direkonstruksi sehingga bisa digunakan untuk berbicara.

Selanjutnya setelah terapi wicara, anak yang memasuki usia 6-9 tahun bisa mendapatkan perawatan ortodonti atau perawatan behel gigi. Hal tersebut dilakukan agar gigi yang posisinya berputar bisa dirapikan.

“Nah, umur 9-12 tahun dilakukan alveolar bone grafting atau penutupan celah di gusi tulang alveolar. Biasanya menggunakan tulang yang diambil dari pinggang,” ujarnya.

Kemudian anak akan mendapatkan perawatan ortodonti kembali hingga kira-kira usia 18 tahun. Dwi mengatakan dokter gigi spesialis ortodonti akan mengevaluasi apakah perawatan sang anak sudah cukup atau diperlukan operasi bedah rahang.

Biasanya, imbuh Dwi, anak dengan celah lelangit memiliki pertumbuhan rahang atas yang terhambat sehingga terkadang diperlukan operasi bedah rahang untuk memajukan rahang atas.

“Ketika anak sudah berhenti masa pertumbuhannya, usia 18-20 tahun, dievaluasi oleh dokter ortodonti, apakah perlu operasi bedah rahang supaya rahang yang sebelumnya tidak berkembang bisa dimajukan supaya dapat profil wajah rahang yang normal,” katanya.

”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website antaranews.com. Situs https://wargasipil.com adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs https://wargasipil.com tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”