Warga Sipil – Menurut keterangan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, puncak musim kemarau kering terjadi pada pertengahan Agustus hingga September. Pada momen tersebut, intensitas panas yang terjadi akan semakin meningkat.
“Nanti setelah masuk Oktober, mulai berkurang, berkurang tapi masih kering. Nah diprediksi hujan ini November,” katanya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara pada Kamis, 10 Agustus 2023.
Dwikorita mengungkapkan bahwa fenomena cuaca El Nino masih terjadi dan akan semakin memuncak pada Oktober-November 2023 mendatang. Berdasarkan keterangan dalam situs BMKG , El Nino diketahui sebagai fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.
Pemanasan SML itu dapat membuat potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah meningkat dan mengurangi curah hujan di Indonesia. El Nino disebut akan memicu kekeringan di Tanah Air secara umum.
Di satu sisi, musim hujan yang diprediksi terjadi pada November itu akan menguntungkan Indonesia. Namun, ada beberapa wilayah yang diprediksi masih akan mengalami kemarau kering yang cukup kuat hingga awal Desember.
Sejumlah wilayah tersebut adalah kawasan Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Papua Selatan.
Oleh karenanya, Dwikorita meminta agar ada langkah antisipasi terkait ketahanan pangan di wilayah tersebut. Mengingat, sumber air yang mengering.
“Memang kalau kita lihat di lapangan, sungai-sungai sudah kelihatan mulai mengering ya, bantarannya yang biasanya tertutup air sudah bisa untuk main sepak bola kali ya, karena sudah mulai mengering,” ujarnya.
Tak hanya itu, Dwikorita juga mengingatkan soal potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Mengingat, musim kemarau yang masih terjadi hingga September.
Sebelumnya, kebakaran terjadi di kawasan Hutan di Taman Nasional Gunung Rinjani, Lombok, NTB pada Jumat, 4 Agustus 2023. Api menjalar hingga memunculkan asap.
Menurut Dwikorita, NTB dan NTT merupakan wilayah yang tidak memiliki curah hujan . Oleh karenanya, gesekan ranting bisa memicu terjadinya karhutla.
“Wilayah Nusa Tenggara Barat-Timur ini kalau di dalam peta sudah terlihat warnanya itu semakin hitam. Ini semakin kering, artinya curah hujannya ini sudah mendekati nol, sehingga secara alamiah pun anginnya kencang, gesekan ranting itu juga terbukti,” ucapnya.***