WargaSipil.com – Ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI), Eva Ahjani Zulfa menyampaikan, ketua konsorsium tidak bertanggungjawab atas tindak pidana yang dilakukan oleh anggotanya dalam kasus korupsi e-KTP. Dia mengungkapkan, konsorsium bukan korporasi melainkan hanya sebuah organisasi yang terdiri dari badan hukum korporasi yang masing-masing bertindak sendiri.
“Ada lima anggota konsorsium, sedangkan dua melakukan delik. Katakanlah ketua konsorsium harus bertanggungjawab atas semua tindakan anggota konsorsium, tidak bisa seperti itu. Teori pertanggungawaban korporasi tidak bisa diterapkan di sini,” kata Eva di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (29/9).
Menurut Eva, apabila anggota konsorsium melakukan kesalahan hukum, maka harus mempertanggung jawabkan secara pribadi.
“Dalam istilah konsorsium, kalau dua anggota melakukan delik, hal itu menjadi tanggung jawab pelaku pribadi. Karena, anggota-anggota konsorsium representasi pribadi,” ucap Eva.
Terkait dengan pasal-pasal yang didakwakan kepada Isnu Edhy Wijaya, yang diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Eva menjelaskan, pasal 2 dan pasal 3 sama-sama mengatur perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Tetapi, pasal 2 berbicara soal kerugian negara sedangkan pasal 3 berbicara soal penyalahgunaan wewenang atau jabatan.
Menurut Eva, pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP mengatur tentang penyertaan dalam tindak pidana. Penyertaan ini memiliki tiga bentuk yakni melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan.
“Bentuk melakukan melekat pada jenis penyertaan yang lainnya. Sementara menyuruh melakukan ada pada posisi di satu pihak menyuruh yang lain yang disuruh,” ujar Eva.
Terkait bentuk turut serta melakukan, Eva menegaskan hal itu harus memiliki tiga syarat. Pertama, adanya kesadaran kerja sama sebagai kesatuan niat untuk melakukan delik. Dalam hal ini, ada kesamaan niat untuk bersama-sama secara sadar melanggar pidana yang sama.
“Kedua, kerja sama secara fisik antara berbagai pihak. Ketiga, syaratnya berkepentingan langsung atas hasil nyata tindak pidana,” ucap Eva.
Tim Penasehat hukum terdakwa Isnu Edhy Wijaya, Endar Sumarsono lantas mengonfirmasi terkait turut serta melakukan, harus memenuhi meeting of minds untuk melaksanakan perbuatan.
“Saya berpikir keikutsertaan rapat tidak bisa diinterpretasikan secara langsung sebagai meeting of minds. Jadi kalau misalkan para peserta sepakat melakukan delik itu harus dibuktikan. Bisa saja, hanya sebagian para peserta itu melakukan komunikasi sepakat melakukan delik,” papar Eva.
“Jadi sebetulnya, upaya memenangkan tender e-KTP itu wajar. Menjadi melanggar hukum kalau para anggota sepakat untuk melakukan suap dan semua memiliki kesatuan niat melakukan itu?” tanya Endar.
” Iya. Maka kalau ada turut serta menyuap artinya adanya kesatuan niat menyuap bersama-sama. Jadi apakah semua peserta harus memenuhi unsur delik, saya kira tidak. Harus ada kerja sama secara fisik untuk mewujudkan delik yang sama,” demikian Eva menandaskan.
Dalam perkaranya, mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhy Wijaya dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik yang juga PNS BPPT, Husni Fahmi didakwa mengatur dan mengarahkan proses pengadaan kartu tanda penduduk eletronik (e-KTP).
Husni Fahmi dalam paket pengadaan proyek e-KTP diperkaya sebesar USD 20 ribu. Dugaan korupsi e-KTP ini juga disebut memperkaya (Perum PNRI) dan perusahaan anggota konsorsium PNRI lainnya.
Akibat perbuatannya, keuangan negara dalam kasus e-KTP diugikan sebesar Rp 2,3 triliun. Perbuatan ini juga dilakukan bersama-sama dengan Andi Narogong, Setya Novanto, Irman, Sugiharto, Diah Anggraeni, Drajat Wisnu Setyawan, Wahyudin Bagenda dan Johanes Marliem.
Isnu Edhy Wijaya dan Husni Fahmi didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP atau Pasal 3 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
—————————————————-
”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website www.jawapos.com. Situs Wargasipil.com adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs Wargasipil.com tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”