wargasipil.com – Selain percintaan dan komedi, horor dalam dunia perfilman menjadi salah satu genre yang disukai pecinta layar lebar di Indonesia.
Menariknya, hampir semua film horor yang tayang di bioskop begitu dinantikan bahkan memiliki tempat tersendiri di hati sebagian orang.
Hal tersebut dapat dilihat dari genre horor yang masuk dalam film terlaris sepanjang masa di Indonesia.
Tengok saja kesuksesan film KKN di Desa Penari yang mendapat penonton lebih dari sembilan juta -selain kisahnya viral di Twitter.
Film tersebut sampai-sampai menyabet film terlaris di Indonesia bahkan menggeser film Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1.
Film horor diadaptasi dari novel
Selain KKN di Desa Penari, film Pengabdi Setan 2: Communion juga tak kalah larisnya dengan duduk di urutan ke-3 dan Pengabdi Setan di urutan ke-9.
Dari banyaknya kisah horor yang diangkat ke layar lebar, beberapa di antaranya ternyata diadaptasi dari novel dan mempunyai penggemar.
Sebut saja film Danur, Asih, hingga Ivanna Van Dijk yang diangkat dari novel karya Risa Saraswati.
Di sisi lain, ada juga film Aku Tahu Kapan Kamu Mati yang diperankan oleh Ria Ricis dan Natasha Wilona.
Film yang dibintangi dua wanita berparas cantik itu diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Arumi E.
Di sisi lain, ada pula film horor yang malah dibuatkan versi novelnya -namun diangkat dari thread viral di Twitter, seperti KKN di Desa Penari.
Menikmati kisah horor melalui novel
Walau film horor mempunyai penggemar tersendiri, menyimak kisah yang menyeramkan ternyata juga bisa dinikmati melalui novel.
Misalnya, dengan mengakses platform baca novel digital seperti Cabaca yang menghadirkan genre horor dalam daftar novelnya.
Salah satu contohnya adalah novel Post Meridiem karya Daniel Ahmad yang sudah dibaca lebih dari 102 ribu pembaca.
Novel ini masih menjadi novel horor nomor satu yang paling banyak dibaca, disusul oleh novel Bangku Pojok karya Honey Dee.
Di urutan selanjutnya ada novel Ante Meridiem bikinan Daniel Ahmad hingga Memedi karya Ari Keling.
Selain judul-judul novel yang sudah disebutkan, pembaca juga bisa menikmati keseruan membaca kisah horor melalui Hening karya Brii Story.
Novel tersebut diterbitkan oleh Cabaca dan Brii Story sendiri adalah penulis horor yang dikenal dengan cerita-ceritanya di media sosial @BriiStory.
“Secara pribadi saya adalah penikmat cerita-cerita Brii di Twitter sejak era Rumah Teteh,” kata editor novel Hening, Lintang Filia, dalam keterangan resminya.
“Brii selalu berhasil membangun suasana seram bahkan hanya lewat tulisan utas di Twitter.”
“Kemampuan yang tidak semua penulis horor bisa berikan. Bagi saya, hal itulah yang menarik saya untuk meminang Brii ke Cabaca,” sambungnya.
Lintang menuturkan bahwa novel Hening sendiri berasal dari ide sederhana yang sebenarnya juga ada di sekitar kita.
Namun pihaknya meracik ide ini dengan bangunan suasana horor dan mencekam agar pembaca ikut merasakan ketakutannya para tokoh.
Novel Hening bercerita tentang bagaimana mencekamnya dalam hening di rumah Mbah Uti.
Ketika malam menjelang, keanehan mulai terlihat dari perilaku Mbah Uti dan ia sering kali berbicara sendiri dalam tidurnya.
Bahkan Mbah Uti juga tersenyum, tertawa, meraung, bahkan menangis ketika hari sudah gelap.
Lebih mengerikan lagi, Mbah Uti beberapa kali terlihat sedang berjalan di halaman rumah.
Ia juga berinteraksi dengan makhluk yang tidak terlihat, padahal untuk duduk di tempat tidur saja ia harus bersusah payah.
Novel Hening karya Brii ini tayang setiap hari Kamis dan Jumat yang saat ini sudah dapat dinikmati di Cabaca.
Dua bab pertama novel Hening dapat dinikmati secara gratis sebelum nantinya bisa diakses secara premium mulai dari bab empat.
Nantinya pembaca dapat memanfaatkan misi seru mendapat kerang (semacam koin di Cabaca) untuk mendapatkan akses membaca.
Pembaca juga dapat memanfaatkan Jam Baca Nasional di Cabaca setiap harinya selama satu jam untuk untuk membaca secara gratis saat bukunya sudah tamat.
“Lokalitas yang kuat, ditambah kemampuan penulis untuk menggambarkan suasana yang membuat siapa saja jadi merasakan sensasi takut,” kata Co-Founder Cabaca, Fatimah Azzahrah.
“Itulah yang sepertinya membuat tulisan horor baik dari novel maupun media sosial, punya kans lebih besar untuk difilmkan,” lanjutnya.