Pengamat Politik: Koalisi Gemuk Partai Tak Jamin Menang Pilpres 2024

Pengamat Politik: Koalisi Gemuk Partai Tak Jamin Menang Pilpres 2024

Pengamat Politik: Koalisi Gemuk Partai Tak Jamin Menang Pilpres 2024

Warga Sipil – Pengamat politik yang juga pengajar Ilmu Komunikasi Politik dan Teori Kritis pada Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang Mikhael Rajamuda Bataona mengatakan, koalisi gemuk tidak menjadi jaminan untuk menang dalam Pilpres 2024 .

Menurutnya, hal itu terbukti pada Pilpres 2014. Koalisi gemuk bisa kalah suara oleh koalisi partai -partai kecil yang kongkow dengan PDIP.

“Koalisi gemuk kalah dengan koalisi partai -partai kecil bersama PDIP. Ini yang jangan sampai menjadi ‘De Javu’ baru di Pilpres 2024 ,” katanya, pada Senin, 14 Agustus 2023, dikutip dari Antara.

ADVERTISEMENT

Dia mengemukakan pandangan itu berkaitan dengan bergabungnya sejumlah partai besar untuk mendukung Capres Prabowo Subianto dan peluang menang pada Pilpres 2024 .

Mikhael menjelaskan kekalahan Prabowo pada 2014 memberi fakta politik tentang kejamnya pertarungan elektoral di era demokrasi langsung. Dimana jumlah gabungan partai politik yang banyak, kadang tidak disukai rakyat, sehingga rakyat sering mendukung yang lemah dan tidak dianggap.

Isu ini juga bisa menjadi kelemahan dari koalisi gemuk PAN, Golkar, Gerindra dan PKB. Jumlah mereka bukan jaminan.

Apalagi rakyat juga tidak selamanya mengikuti preferensi partai politik dalam menentukan calon presiden pilihan mereka. Rakyat bisa saja memilih calon presiden di luar pilihan partai yang mereka dukung.

“Ini pertarungan figur, ketokohan, track record, personal branding, profil dan kapabilitas yang dicitrakan tentang figur presiden. Bukan pertarungan partai dan kekuatan koalisi serta jumlah koalisi. Segmen pemilih yang biasanya konsisten pada capres pilihan partai itu tidak banyak. Jumlahnya sedikit. Dan itu kebanyakan hanya ada pada partai seperti PKS dan PDIP yang sangat terinstitusionalisasi secara ideologis,” katanya.

Partai-partai di luar itu, umumnya pemilihnya bisa saja tidak mendukung arahan partai karena ikatan ideologisnya rendah.

“Jadi, menurut saya, ini masih jauh dari cukup bagi Prabowo untuk dianggap menang. Sebab, pertarungan isu-isu keras dan mematikan terkait figur capres, belum muncul. Itulah yang nanti akan menentukan arah dukungan publik ke depan,” katanya.

Isu-isu yang bisa saja mengganjal Prabowo seperti isu jika Prabowo presiden maka keluarga Cendana akan kembali berkuasa. Juga Prabowo akan mengembalikan kekuatan Orde Baru, juga isu HAM, dan lainnya yang wajib difilter sejak saat ini. Karena nantinya akan sangat keras ke depannya jika isu-isu ini mulai dipakai untuk menyerang Prabowo .

Demikian juga Ganjar, saat ini Ganjar tergerus karena isu petugas partai juga bahwa Jokowi lebih mendukung Prabowo .

“Semuanya itu sangat berpengaruh secara elektoral. Jadi, Belanda masih jauh. Keduanya, baik Prabowo maupun Ganjar, masih berpeluang untuk naik maupun turun secara elektoral. Apalagi masih ada Anies yang berpeluang juga menjadi Capres yang mendapat cukup dukungan jika mengambil cawapres dari Jawa Timur dan NU,” tuturnya.***