Warga Sipil – Polusi udara di Jakarta dan daerah-daerah penyangga dari hari ke hari semakin mengkhawatirkan dan berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Bahkan, Nafas Indonesia mencatat polusi udara di Jabodetabek masuk kategori tidak sehat pada hari ini, Senin, 14 Agustus 2023.
“Kondisi polusi di Jabodetabek dan beberapa kota besar lainnya pagi ini mayoritas masuk kategori tidak sehat,” kata akun Twitter @nafasidn dikutip Pikiran-Rakyat.com, Senin, 14 Agustus 2023.
Menanggapi permasalahan polusi udara yang semakin pelik, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta Asep Kuswanto menyebut musim kemarau menjadi biang kerok buruknya kualitas udara di Ibu Kota.
ADVERTISEMENT
“Memang Juli hingga September biasanya musim kemarau sedang tinggi-tingginya. Sehingga berakibat pada kualitas udara menjadi kurang baik,” kata Asep sebagaimana dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara, Senin, 14 Agustus 2023.
Asep mengaku pihaknya sudah menyiapkan tiga strategi untuk mengendalikan buruknya kualitas udara di Jakarta. Pertama, melalui kebijakan dan regulasi.
Kedua, kata dia, terkait pengurangan emisi pencemaran udara dengan mendorong uji emisi secara simultan dan mengajak masyarakat menggunakan transportasi umum.
Terakhir, dengan menerbitkan imbauan supaya warga Jakarta senantiasa mengecek kualitas udara sebelum melakukan aktivitas di luar rumah.
Masyarakat diminta mengamati kondisi udara di Jakarta melalui aplikasi Jakarta Kini (JAKI), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), maupun Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU).
Lebih lanjut Asep menyebut untuk strategi poin kedua pihaknya sudah meneken komitmen dalam rangka mengurangi polusi udara dengan melakukan uji emisi kendaraan.
“Kami juga mengimbau warga melakukan upaya-upaya preventif (pencegahan) untuk mengurangi dampak misalnya dengan menggunakan masker, mengurangi aktivitas di luar, dan sebagainya,” ujar Asep.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menjelaskan bahwa kualitas udara cenderung naik ketika memasuki kemarau. Hal ini terjadi juga pada tahun-tahun sebelumnya.
“Hal lain yang menarik dan perlu dicermati bahwa kondisi kualitas udaranya itu ada siklus harian pada saat malam hari, dini hari, lepas pagi cenderung lebih tinggi daripada siang hingga sore itu karena ada siklus harian,” tutur Sena.
Fenomena lainnya, lanjut dia, terkait dengan lapisan inversi di wilayah perkotaan ketika kemarau mengakibatkan adanya kecenderungan udara yang lebih dingin di lapisan bawah,” kata Ardhasena.
“Hal itu yang juga penjelasan mengapa di Jakarta itu kelihatan keruh di bawah dibanding di atas, di mana perkotaan kita hidup bersama,” ucap dia menambahkan.***