WargaSipil.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta tidak tebang pilih dalam pengusutan kasus dugaan suap perpajakan yang menjerat konsultan pajak PT. Jhonlin Baratama, Agus Susestyo. Terlebih kini, Agus Susetyo sudah ditahan untuk segera disidangkan dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya.
“Kami memberikan dukungan dan sekaligus menuntut KPK agar segera memeriksa Syamsudin Andi Arsyad alias Haji Isam terduga otak suap pajak PT Jhonlin Baratama,” kata koordinator Gempar, Amri di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (6/10).
Dalam persidangan kasus pajak tersebut, kata dia, nama Haji Isam disebut meminta konsultan pajak Agus Susetyo, untuk mengondisikan Surat Ketetapan Pajak (SKP) PT Jhonlin Baratama kepada tim pemeriksa pajak, Ditjen Pajak Kemenkeu. Agus Susetyo diduga telah menyuap oknum pejabat Direktorat Jenderal Pajak sebesar Rp 35 miliar.
“Dalam nalar sederhana tidak mungkin ada pengeluaran perusahaan sebesar Rp 35 miliar tanpa diketahui oleh owner-nya,” ungkap Amri.
Dia menyesalkan, sampai saat ini KPK belum juga memeriksa Haji Isam dalam sengkarut kasus dugaan suap perpajakan. Seharusnya, KPK tidak tebang pilih dalam mengusut kasus korupsi.
“Kami khawatir KPK takut dengan segala reputasi kehebatan yang dimiliki Haji Isam sehingga ciut untuk menyeretnya. Oleh karena itu, kami datang untuk memberikan dukungan kepada KPK agar segera memanggil, memeriksa dalam kasus suap pajak tersebut,” tegas Amri.
Sebelumnya, KPK telah menahan konsultan pajak PT Jhonlin Baratama, Agus Susetyo. Penahanan terhadap konsultan pajak perusahaan yang dimiliki Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam tersebut dijebloskan ke penjara setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka.
Dalam fakta persidangan, mantan Anggota Tim Pemeriksa Pajak pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan, Yulmanizar mengungkapkan sejumlah pejabat pajak menerima suap dari PT. Jhonlin Baratama yang merupakan perusahaan milik Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam. Suap itu untuk mengkondisikaan nilai wajib pajak PT. Jhonlin Baratama tahun pajak 2016 dan 2017.
Yulmanizar mengatakan, tim pemeriksa pajak bertemu dengan konsultan pajak dari PT. Jhonlin Baratama bernama Agus Susetyo. Nilai wajib pajak dari Jhonlin Baratama pada tahun pajak 2016 sebesar Rp 6.608.976.659 dan tahun pajak 2017 sebesar Rp 19.049.387.750.
“Saya yang ditugaskan. Saya hubungi Agus, ketemu dulu di sekitar SCBD. Kadang di kantor. Paling banyak SCBD di coffee shop,” kata Yulmanizar saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk terdakwa Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak, Selasa (22/2) lalu.
Dalam pertemuan dengan konsultan pajak PT. Jhonlin Baratama, lanjut Yulmanizar, menagih soal komitmen fee pengurangan nilai pajak. Dia berujar, pihak Jhonlin Baratama meminta agar nilai wajib pajak diturunkan menjadi Rp 10 miliar.
Sebagai upaya pengurangan pungutan, Ditjen Pajak meminta imbalan senilai Rp 40 miliar. Hal ini merupakan fee untuk menurunkan nilai wajib pajak.
“Realisasi fee itu karena sudah lama Pak Agus minta berbagai macam penundaan, sehingga bertahap. Sekitar lima atau beberapa kali,” ucap Yulmanizar
Uang suap tersebut, dibayarkan menggunakan dolar Singapura. Setelah dikurangi untuk jatah Agus, tim pemeriksa pajak diduga mendapat jatah senilai SGD 3,5 juta. Kemudian, dari jatah tersebut, sebesar SGD 1,75 juta diserahkan kepada Angin Prayitno Aji selaku Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak dan Dadan Ramdani sebagai Dukungan Pemeriksaan Ditjen Pajak.
Sisanya baru dibagi ke tim yang berjumlah empat orang. “Sekitar SGD 437.000, sekitar Rp 4 miliar per orang,” beber Yulmanizar.
—————————————————-
”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website www.jawapos.com. Situs Wargasipil.com adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs Wargasipil.com tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”