DESAINER Embran Nawawi mengungkapkan, awalnya batik merupakan material yang menantang untuk ’’diolah”. Panjang kainnya sekitar 110 cm x 200 cm, berbeda dengan garmen pada umumnya yang memiliki lebar 1,5 m dengan panjang tak terbatas. Selain itu, untuk batik sarung, ada tumpal di tengah-tengah kain yang membuat proses pembuatan pola maupun pemotongan menjadi sulit.
“Karena itulah, mulai muncul ide batik untuk fashion. Corak tetap sesuai pakem, tapi proses ’transfer’ di kain dimodifikasi,” lanjut desainer Surabaya itu saat dihubungi kemarin (1/10). Embran menjelaskan, perubahan tersebut berupa penyesuaian sebaran dan arah motif. Tiap corak mewakili filosofi dan makna, sehingga penerapannya pun harus sesuai.
Dia mencontohkan motif meru. Motif yang menampilkan bentuk gunung dengan sudut menghadap atas itu melambangkan bentuk syukur kepada Yang Mahakuasa. ’’Ketika dimasukkan dalam desain, nggak boleh dibuat miring atau menghadap bawah. Artinya jadi beda, jatuh ke neraka,” ungkap Embran.
Dosen Desain Fashion dan Tekstil Universitas Kristen Petra itu juga menyatakan bahwa beberapa motif batik tidak bisa digunakan sembarangan. Misalnya, batik Surya Majapahit. Kain yang mengusung motif itu tidak boleh dijadikan bawahan. Itu karena makna coraknya sakral. ’’Kalau dipakai untuk rok, misalnya, kan jadi menutup organ intim dan enggak pantas,” tegas Embran.
Setelah batik fashion didapat, proses menggambar pola dan memotong pun harus disiapkan dengan cermat. Dengan begitu, seluruh bidang kain batik terpakai. Kalaupun ada perca, nantinya masih bisa dipadupadankan dengan batik dengan warna serupa.
“Karena njelimet-nya inilah, potongan batik cenderung monoton. Biasanya, lebih ke koleksi ready-to-wear atau outerwear saja. Jarang yang dipakai untuk avant garde atau haute couture,” kata Embran.
Dia mengakui, citra batik yang melekat pada generasi masa kini adalah hasil salah edukasi. “Saat bicara batik, narasinya biasanya proses penggarapan. Contohnya juga batik-batik yang warnanya cenderung monoton,” paparnya. Alhasil, image yang muncul adalah batik itu tua dan rumit.
Desainer yang kini tengah berkolaborasi dengan seniman Australia Cassandra Cartledge itu yakin bahwa batik akan lebih menarik jika keragamannya diperkenalkan. “Kita pamerin aja dulu, batik itu ada yang coraknya begini, warnanya enggak itu-itu aja,” lanjut Embran. Setelah muncul ketertarikan, barulah dilanjut dengan edukasi seputar makna dan proses penggarapannya.
—————————————————-
”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website www.jawapos.com. Situs Wargasipil.com adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs Wargasipil.com tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”