Polisi Tetapkan 3 Guru Ngaji & 1 Santri Pria Tersangka Persetubuhan di Ponpes Depok

Merdeka.com – Polda Metro Jaya telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencabulan dan pemerkosaan terhadap sejumlah santriwati di Pondok Pesantren (Ponpes) di Depok, Jawa Barat.

“Jadi sampai hari ini empat orang pelaku ini sudah dinaikan ke tahap penyidikan,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan kepada wartawan, di Jakarta, Senin (4/7).

Penetapan terhadap empat orang tersangka yang diantaranya tiga orang merupakan ustaz dari Ponpes tersebut. Sedangkan satu tersangka lainnya merupakan santri senior atau kakak kelas di ponpes tersebut.

“Dimana satu (ustaz) orang melakukan persetubuhan anak di bawah umur. Kemudian dua (ustaz) orang melakukan. Pencabulan. Dan satu orang lagi santri putra senior, yang pencabulan terhadap santri wanita di bawah umur,” sebut Zulpan.

Zulpan memastikan jika dalam penanganan kasus ini, pihaknya melalui Subdit Renakta telah mengusut kasus ini dengan mencoba memeriksa 11 korban yang sampai saat ini masih di upaya untuk diminta keterangannya.

“Tapi yang jelas hasil pemeriksaan sudah ini ya (dilakukan), kita kan harus hati-hati juga ya. Dalam menaikkan ini pun sudah melalui tahap gelar,” ujarnya.

Adapun dari total 11 santriwati yang dikabarkan menjadi korban pencabulan aksi bejat tersangka. Penyidik hingga kini baru memeriksa tiga korban, sedangkan sisanya masih dalam proses.

“Kita sekarang jemput bola mendatangi korban yang lain karena korban ini enggan untuk datang ke polisi untuk melaporkan. Tapi kita sudah punya data ke 11 orang ini, dan tim sedang menuju ke tempat mereka,” tuturnya.

Awal Mula Kasus

Sebelumnya, sejumlah santriwati menjadi korban pencabulan dan pemerkosaan saat menimba ilmu di Pondok Pesantren Istana Yatim Riyadul Jannah, Depok, Jawa Barat. Kasus pencabulan ini telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya.

Tercatat, ada empat ustaz dan satu kakak kelas sebagai terlapor. Pihak pelapor menjalani pemeriksaan perdana hari ini, Rabu (29/6).

Penasehat hukum pelapor, Megawati menjelaskan kronologi secara singkat tindakan asusila di pondok pesantren tersebut. Insiden ini diketahui kliennya usai mendengar cerita dari salah seorang korban. Pengakuannya, korban dan teman-teman suka mendapatkan tindakan-tindakan cabul.

“Korban dipanggil ke sebuah ruangan dan murid-murid lainnya itu, dilakukannya jadi satu ruangan itu hanya 5 santriwati tapi dicampur kelasnya ada yang kelas 2 ada yang kelas 3 ada yang kelas 4. Dan jadi setiap malam mereka datang ke kamar itu dan dibekap dan dilakukan itu (pelecehan). Ada yang di kamar mandi ada yang di ruangan kosong,” kata Megawati di Polda Metro Jaya, Rabu (29/6).

Megawati menerangkan, beberapa korban pernah melaporkan kejadian ke pihak pondok pesantren, kepala santriwati. Namun, bukannya mereka bersimpati malah mendapat ancaman.

“Katanya ‘jangan kasih tahu sama ibu kamu ya, kasihan nanti ibu kamu malah kepikiran’. Jadi dari ancaman itu anak-anak tidak berani lapor ke orang tuanya,” ujar dia.

Menurut Megawati, 11 santriwati menjadi korban pelecehan. Namun, hanya 5 orang, yang berani bicara. Sementara itu, tiga orang korban telah memberikan kesaksian di hadapan penyidik.

“Jadi dari 3 korban itu saya kumpulkan bukti-bukti dan saya mendengarkan kronologinya itu seperti apa dan saya sudah merekam rekaman wawancara saya dengan korban ternyata memang kalau di kami itu sudah ada unsur untuk pelecehan, pencabulan dan pemerkosaan itu menurut kami,” ujar dia.

Megawati menyebut, pelaku pencabulan dan pemerkosaan berjumlah 5 orang terdiri dari 4 ustaz dan satu kakak kelas mereka yang di bawah umur. Sementara aksi pencabulan dan pemerkosaan telah berlangsung satu tahun terakhir.

“Dan parahnya lagi seminggu setelah mau dijemput sama orang tuanya, kemarin malamnya itu masih (dilecehkan),” terang dia.

[rhm]


Artikel ini bersumber dari www.merdeka.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *