wargasipil.com – Pig Butchering , secara harfiah diartikan sebagai “potong babi”. Namun, beda cerita di dunia maya. Pig Butchering adalah skema penipuan terencana yang menargetkan korban melalui rekayasa sosial.
Skema penipuan Pig Butchering memang seperti makna aslinya. Pig Butchering adalah metode yang berasal dari istilah para peternak babi. Peternak menggemukkan babi-babinya sebelum disembelih.
Dalam skema penipuan Pig Butchering, korban “digemukkan” terlebih dahulu dengan keuntungan. Setelah korban terbuai, kemudian ia “disembelih” atau dikuras hartanya.
Praktik penipuan dengan skema ini juga tengah menjadi perhatian dari Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI).
Penipuan dengan skema ini juga terjadi di Indonesia, menimpa seorang perempuan berinisial “AA” (35 tahun) asal Pangalengan, Jawa Tengah.
Ia menjadi korban Pig Butchering scam pada Agustus lalu. Peristiwa ini dialami AA setelah berkenalan dengan seseorang asal Korea Selatan di Instagram.
Kisah penipuan AA yang tertipu hingga Rp 500-an juta bisa dibaca melalui
Modus yang dilakukan pelaku penipuan adalah mengajak korban menginvestasikan uang ke platform kripto palsu.
Agar percaya, pelaku melakukan pendekatan kepada korban salah satunya dengan menampilkan citra gaya hidup yang meyakinkan. Pelaku juga melakukan pendekatan secara emosional, bahkan hingga menceritakan kisah sedih agar mendapat simpati korban.
Cara menghindari ” pig butchering scam”
Sebagaimana kisah AA di atas, media sosial menjadi medium scammers dalam menjalankan aksinya.
Selain itu, praktik penipuan potong babi juga menggunakan situs dan sarana pendukung yang canggih, seperti platform investasi kripto, bursa saham kripto palsu hingga mata uang yang sukar dipahami orang awam.
Menurut pakar keamanan siber, Alfons Tanujaya, metode rekayasa sosial seperti digunakan dalam skema Pig Butchering sebenarnya sudah terjadi bahkan sebelum adanya internet.
Korban diiming-imingi dengan data palsu, sehingga mereka mudah percaya dan memberikan uang secara sukarela.
“Beberapa kasus yang banyak terjadi adalah penipu mengaku bekerja di offshore dengan penghasilan tinggi dan mencari korban yang lugu dan meminta korbannya melakukan transfer uang kepada adik/saudara penipu dengan janji akan digantikan atau seakan-akan memiliki hubungan romantis,” kata Alfons dihubungi KompasTekno.
“Setelah diberikan janji-janji bohong dan korban sudah cukup diperas, korban akan ditinggalkan begitu saja,” imbuh Alfons.
Seiring dengan penipuan yang kini marak terjadi di platfom digital, Alfons dan Alif Aulia Masfufah, Psikolog klinis dari Yayasan Cintai Diri Indonesia (Love Yourself Indonesia) membagikan sejumlah tips agar bisa mengenali dan menghindari penipuan Pig Butchering scam ini.
Jangan mudah percaya hal-hal di internet
Menurut Alfons, internet adalah dunia yang mudah direkayasa termasuk soal identitas pengguna, baik profil, foto dan informasi apapun. Untuk itu, ia menyarankan agar jangan percaya begitu saja dengan apapun yang tampil di media sosial.
Dalam hal investasi, Alfons menyarankan agar pengguna menggunakan platform yang disediakan oleh lembaga yang terpercaya.
Pasang mode waspada
Menurut Alif Aulia Masfufah, pengguna harus memasang mode waspada ketika berinteraksi di media sosial atau di dunia maya. Terutama ketika orang yang Anda kenal dari internet memberikan tawaran tertentu, termasuk investasi atau hubungan romantis
“Kalau itu berhubungan dengan beberapa kebutuhan dasar seperti uang, agama, makanan, romantis, emosional, itu tetap setting diri kita dalam mode waspada dan rasional,” kata Aulia.
Kurangi idealisme
Aulia juga menyankan pengguna agar mengurangi idealismenya tentang hubungan, pasangan hingga kekayaan yang sempurna, seperti digambarkan di media sosial. Pasalnya hal-hal tersebut seringkali tidak logis dan patut dicurigai.
Seain itu, Aulia juga menyarankan agar pengguna tidak percaya dengan proses singkat, termasuk mendapat pundi uang cepat.
Bila Anda termasuk salah seorang yang memiliki kepercayaan tersebut, maka kepribadian itu mmenurut Aulia harus dihilangkan karena berpotensi menjadi target para scammer.
”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website kompas.com. Situs https://wargasipil.com adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs https://wargasipil.com tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”