Pj Kepala Daerah Dapat Memecat ASN Yang Terkena Masalah Hukum

WargaSipil.com – Munculnya surat edaran (SE) terkait dengan kewenangan penjabat (Pj) kepala daerah untuk memecat atau memutasi aparatur sipil negara (ASN) menuai polemik. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian langsung mengklarifikasi isi SE tersebut.

Tito menyatakan, kewenangan Pj dalam SE sangat terbatas. Hak Pj untuk memecat atau memutasi ASN tanpa izin Mendagri hanya berlaku pada dua kondisi. Pertama, pemecatan terhadap ASN yang terkena masalah hukum. Jika ada ASN yang terbukti melakukan pidana, Pj bisa langsung memecat tanpa izin Mendagri. ”Misalnya, ditahan aparat penegak hukum, itu harus diberhentikan seketika,” ujarnya setelah penandatanganan MoU netralitas ASN di Jakarta kemarin (22/9).

Norma itu, lanjut dia, merupakan kelanjutan dari PP Nomor 94 Tahun 2001. PP itu mengamanatkan agar ASN diberhentikan segera untuk menghindari kekosongan. Nah, jika harus izin Mendagri, Tito menilai prosesnya akan lambat.

Kewenangan kedua adalah melakukan mutasi pegawai antardaerah. Dalam SE baru, mutasi cukup mendapat tanda tangan dari kepala daerah asal dan kepala daerah baru. ”Kalau ini semua minta izin persetujuan dulu hanya untuk tanda tangan persetujuan itu, akan lambat birokrasinya,” imbuh Tito.

Sesuai visi presiden, pemerintah ingin birokrasi yang lebih simpel dan fleksibel tanpa melanggar hukum. Meski tanpa izin Mendagri, Tito menyebutkan bahwa sistem evaluasi tetap ada. Sebab, berkas nantinya tetap diserahkan ke Kemendagri dan diteruskan kepada BKN. ”Yang memutuskan tetap dari pemerintah pusat. Jadi, perubahan hanya dua poin itu,” tuturnya.

Tito menjelaskan, di luar dua kondisi tadi, Pj tidak diperkenankan melakukan pemecatan dan mutasi. Sebab, kebijakan itu termasuk ke dalam empat hal yang dilarang dilakukan Pj. Dia mengklaim, isu tersebut menjadi polemik karena ada media yang memelintir isi SE.

Di sisi lain, Partai Nasdem mengkritik keras SE Mendagri. Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya menyatakan, dari sisi hukum, SE adalah peraturan kebijaksanaan, bukan sebuah keputusan ataupun peraturan perundang-undangan. SE tidak dapat memuat norma hukum. ”Dan tidak dapat menyimpangi peraturan perundang-undangan,” terangnya.

Willy menyatakan, seharusnya Mendagri mengetahui bahwa jabatan Plt, Pj, dan Pjs bukan hanya pejabat dari lingkungan Kemendagri, melainkan ada juga dari lingkungan jabatan kelembagaan lain. Dengan demikian, SE tersebut tidak sesuai penalaran yang wajar. ”Bahkan melampaui batas wilayah administratif berlakunya wewenang,” bebernya.

Berdasar Pasal 132A PP Nomor 49 Tahun 2008, ada empat hal yang tidak boleh dilakukan Pj. Salah satunya adalah melakukan mutasi pegawai. Dengan demikian, SE Mendagri bertentangan dengan PP tersebut.

Partai Nasdem pun mendesak Mendagri untuk mencabut atau merevisi SE tersebut. Tujuannya, penerapannya tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi dan menghindari polemik dalam peri kehidupan pemerintahan daerah. (far/lum/c12/bay)

—————————————————-
”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website www.jawapos.com. Situs Wargasipil.com adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs Wargasipil.com tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”