3 Negara Asia Dihantui Resesi Seks, Populasi Manusia Terancam

3 Negara Asia Dihantui Resesi Seks, Populasi Manusia Terancam

wargasipil.com – Beberapa negara Asia khususnya di Kawasan Asia Timur tengah menghadapi ‘resesi seks’ yang mengancam tumbuhnya populasi manusi. Hal ini mengacu pada kondisi rendahnya angka perkawinan dan keengganan untuk berhubungan seks.

Dalam laporan media Inggris The Guardian, ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini termasuk keinginan yang berkembang di kalangan wanita muda pekerja untuk menikmati kebebasan dengan menjadi lajang dan berkarir.

Pria mengatakan mereka juga menikmati menjadi lajang, tetapi juga menyuarakan keprihatinan atas keamanan pekerjaan dan kemampuan mereka untuk menafkahi keluarga.

Berikut 3 negara yang dihantui Resesi Seks:

Korea Selatan

Korea Selatan (Korsel) saat ini sedang dihantui dengan ‘resesi seks’ atau penurunan populasi manusia. Hal itu karena, warga Korsel menolak untuk memiliki keturunan.

Mengutip AP News, berdasarkan data pemerintah Korsel, Negeri Ginseng ini hanya mencatat tingkat kesuburan 0,81% pada 2021. Idealnya, satu negara harus memiliki tingkat kesuburan 2,1% untuk menjaga populasi.

Tak hanya enggan menikah, warga Korea Selatan yang sudah berumah tangga enggan memiliki keturunan atau hamil. Hal ini dialami oleh Yoo Yeung Yi (30). Neneknya punya enam anak. Ia sendiri dua bersaudara. Namun, Yoo memutuskan tidak akan memiliki anak. “Suami saya dan saya sangat menyukai bayi… tetapi ada hal-hal yang harus kami korbankan jika kami membesarkan anak-anak,” kata Yoo kepada AP News.

“Jadi ini menjadi masalah pilihan antara dua hal, dan kami sepakat untuk lebih fokus pada diri kami sendiri,” sambungnya

Ada banyak orang seperti Yoo di Korea Selatan yang memilih untuk tidak punya anak atau tidak menikah. Negara maju lainnya memiliki tren serupa, tetapi krisis demografi Korea Selatan jauh lebih buruk.

Tidak ada angka resmi berapa banyak warga Korea Selatan yang memilih untuk tidak menikah atau memiliki anak. Namun catatan dari badan statistik nasional menunjukkan ada sekitar 193 ribu pernikahan di Korea Selatan tahun lalu, turun dari puncaknya 430 ribu pada tahun 1996.

Data badan tersebut juga menunjukkan sekitar 260.600 bayi lahir di Korea Selatan tahun lalu, sementara puncak kelahiran di negara tersebut mencapai 1 juta pada tahun 1971.

Jepang

Resesi seks tengah melanda dunia. Jepang, menjadi salah satu negara dengan yang paling hebat dihantam fenomena tersebut. Dalam sebuah laporan resmi terbaru, angka pria dan wanita di Jepang yang tidak ingin menikah telah memecahkan rekor terbaru pada tahun 2021.

Dalam rilis terbaru Institut Nasional Kependudukan dan Jaminan Sosial, ditemukan bahwa 17,3% pria dan 14,6% wanita berusia antara 18 dan 34 tahun di Jepang mengatakan mereka tidak berniat untuk menikah. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak kuesioner pertama kali dilakukan pada tahun 1982.

Penurunan jumlah pernikahan memiliki konsekuensi terhadap tingkat kelahiran Jepang. Diketahui, negara itu telah mengalami pertumbuhan penduduk yang negatif sehingga mengancam perekonomiannya di masa depan.

“Pemerintah Jepang telah bekerja untuk meningkatkan angka kelahiran dengan mencoba membantu mereka yang ingin menikah atau memiliki anak untuk memenuhi aspirasi mereka,” kata seorang profesor sosiologi di Universitas Chukyo, Shigeki Matsuda, kepada surat kabar Mainichi Shimbun, dikutip Kamis, (15/9/2022).

“Tetapi jika jumlah orang yang tidak ingin menikah terus meningkat, pemerintah akan dipaksa untuk meninjau kembali kebijakannya, dan itu dapat menyebabkan penurunan kesuburan lebih lanjut.”

China

China dilaporkan tengah mengalami ‘resesi seks’, karena dalam satu dekade terakhir angka kelahiran turun ke tingkat terendah sejak tahun 1960-an. Saat ini angka kelahiran di di China pada 2020 lalu merupakan terendah dalam 43 tahun terakhir.

Dalam pemberitaan media resmi China, Global Times,Biro Statistik Nasional China mengumumkan tingkat kelahiran pada tahun 2020 tercatat 8,52 per seribu orang. Selain itu, badan resmi pemerintah itu mencatat bahwa tingkat pertumbuhan alami populasi menyumbang 1,45 per seribu, nilai terendah dalam 43 tahun.

Lantas Apa yang menjadi penyebab?

Mengutip The Strait Times yang melansir Bloomberg, tak ada alasan langsung mengapa angka kelahiran turun. Tetapi angka-angka baru mengonfirmasi pertumbuhan populasi di ekonomi nomor dua dunia itu melambat secara dramatis, bahkan diperkirakan akan semakin turun, sebagaimana ditegaskan sejumlah pejabat sejak Juli 2021.

Sementara itu, beberapa pakar demografi menyebut bahwa hal ini diakibatkan oleh rendahnya wanita yang menginginkan kehamilan.

Pada Oktober lalu, Liga Pemuda Komunis China mengeluarkan publikasi yang mencatat hampir setengah atau 50% dari wanita muda yang tinggal di perkotaan negeri itu enggan menikah.

Ada beberapa alasan yang menyebabkan keengganan untuk menikah ini. Mulai dari tak punya waktu hingga biaya keuangan pernikahan dan beban ekonomi memiliki anak.

“Mereka yang disurvei mengatakan tidak punya waktu atau energi untuk menikah,” kata laporan tersebut.

Sepertiga responden juga mengatakan mereka tidak percaya pada pernikahan. Bahkan dalam persentase yang sama, mereka juga mengatakan tidak pernah jatuh cinta.

Dari seluruh alasan itu, ada juga satu alasan terkait kultur bekerja 9-9-6. Budaya ini adalah posisi bekerja di mana warga bekerja 9 pagi sampai 9 malam, enam hari seminggu.