Pertemuan Menlu ASEAN Peringatkan Junta Myanmar, Desak China Akui Hukum di Laut China Selatan

Pertemuan Menlu ASEAN Peringatkan Junta Myanmar, Desak China Akui Hukum di Laut China Selatan

Para menteri luar negeri dan delegasi sekitar 40 negara berkumpul di Phnom Penh, Kamboja, untuk menghadiri pertemuan tahunan dengan sembilan dari 10 menteri luar negeri anggota ASEAN.

Di antaranya Menlu AS Antony Blinken, Menlu Rusia Sergey Lavrov dan Menlu China Wang Yi. Namun, lawatan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan membuat pertemuan tersebut kurang diperhatikan.

Myanmar tidak hadir karena dilarang menghadiri pertemuan ASEAN menyusul pengambilalihan kekuasaan oleh junta militer tahun lalu. Eksekusi mati empat pegiat demokrasi bulan lalu pun memperparah represi kebebasan berpendapat di Myanmar.

Prak Sakhonn, Menteri Luar Negeri Kamboja sekaligus tuan rumah pertemuan tahun ini, mengindikasikan perubahan sikap yang signifikan terhadap Myanmar, dengan mengatakan bahwa rezim militer di negara itu telah gagal membangun kepercayaan ASEAN.

Pertemuan Menlu ASEAN Peringatkan Junta Myanmar, Desak China Akui Hukum di Laut China Selatan

Prak Sakhonn, Menteri Luar Negeri Kamboja berbicara dalam pertemuan Menlu ASEAN di Phnom Penh, Kamboja Sabtu 6 Agustus 2022.

“Dan tanpa kepercayaan ini, pertempuran akan berlanjut dan proses politik tidak akan pernah dimulai, karena tidak ada yang akan muncul apabila mereka merasa nyawa mereka terancam. Untuk itu, membangun rasa percaya adalah [hal] yang paling penting,” ujar Sakhonn.

China merespons kunjungan Pelosi ke Taiwan dengan mengumumkan zona latihan tempur menggunakan amunisi langsung di sisi timur Taiwan dan menembakkan roket. Di Phnom Penh, Menlu China Wang Yi meninggalkan pembicaraan dengan Jepang dan jamuan makan malam.

Dalam komunikenya, ASEAN menekankan perlunya pengakuan atas Konvensi PBB tentang Hukum Laut, yang telah China tolak sejak kalah dalam persidangan melawan Filipina tahun 2016 lalu.

Blinken mengatakan kepada wartawan bahwa tanggapan China berlebihan dan bahwa kapal induk AS akan tetap siaga.

“Singkatnya, peran AS adalah terus mendukung status quo di Selat Taiwan dan memajukan tujuan bersama kita di seluruh Indo-Pasifik. Itulah yang diharapkan kawasan dari kami – agar teguh dan bertanggung jawab,” tandasnya.

Selain isu Myanmar dan China, komunike tersebut menggarisbawahi perlunya penguatan layanan kesehatan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang hancur akibat COVID-19, yang mencakup penguatan rantai pasokan, penyediaan lapangan kerja bagi perempuan serta mempromosikan netralitas karbon untuk memerangi perubahan iklim.

Semua mata kini tertuju pada KTT ASEAN November nanti, ketika para pemimpin diharapkan dapat mengumumkan tindakan apa yang akan diambil terhadap Myanmar serta mendukung berbagai rekomendasi yang dibuat para menteri luar negeri dalam komunike setebal 29 halaman. [rd/jm]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.