Menanggulangi Pagebluk Islamophobia di Australia

Menanggulangi Pagebluk Islamophobia di Australia

wargasipil.com – atan pribadi saya selaku pendiri Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI), Fatima Payman merupakan perempuan berhijab pertama yang terpilih untuk menjadi senator di Australia seperti diberitakan oleh Kompas TV edisi 4 Agustus 2022.

Dalam hal mengenakan hijab di dalam gedung parlemen Australia, sebenarnya pada tahun 2017, senator Pauline Henson terlebih dahulu pernah melakukan, namun sekadar sebagai drama satir politik antihijab.

Rekor tersebut cukup bermakna sebab hijab sempat jatuh menjadi korban wabah Islamophobia akibat tragedi World Trade Centre yang mengobarkan kebencian terhadap Islam ke seluruh dunia.

Khusus Australia, tragedi Lindt Cafe Sydney memperparah pagebluk Islamophobia yang sebenarnya sudah cukup parah menstigmasisasi umat Islam di Australia.

Fatima Payman mengakui bahwa kehormatan yang telah diterima dirinya sebagai perempuan berhijab pertama resmi duduk di kursi parlemen Australia mustahil terjadi sepuluh tahun yang lalu di mana kebencian terhadap yang serba terkesan Islam masih membara.

Pada hakikatnya kebencian terhadap hijab yang dipaksakan untuk menjadi simbol yang melekat pada Islam terkesan kurang relevan.

Hijab sebagai penutup kepala perempuan masyarakat Timur Tengah de facto juga lazim dikenakan oleh perempuan Yahudi dan Nasrani seperti penutup kepala.

Bunda Maria dan Ibu Teresa juga mengenakan kain penutup kepala. Bahkan di Spanyol masa kini, dengan mata di kepala sendiri saya sempat melihat banyak perempuan Nasrani berkunjung ke gereja atau upacara keagamaan dengan menggunakan kerudung seperti yang lazim dikenakan oleh istri dan putri-putri Gus Dur.

Dari kunjungan ke beberapa negara Timur Tengah termasuk Israel, dapat saya simpulkan bahwa hijab merupakan bagian busana lintas agama perempuan Timur Tengah yang berfungsi sebagai pelindung kepala dari terik sinar matahari maupun amukan khamsin sebagai badai gurun pasir.

Di Jerusalem, para perempuan lazim mengenakan busana penutup kepala tanpa batasan identitas agama.

Maka sudahlah benar dan bijak bahwa Fatima Payman memaklumatkan mashab toleransi antara umat beragama maupun masyarakat sekular bahwa hijab atau tidak berhijab pada hakikatnya merupakan hak asasi setiap insan perempuan untuk memilih busana yang dikenakan masing-masing tanpa saling melecehkan dan/atau saling memaksakan pilihan diri sendiri ke orang lain yang beda agama, paham serta selera busana dengan diri sendiri masing-masing.

Semisal saya mengenakan sarung dan selendang batik atas kehendak diri saya sendiri tanpa boleh memaksakan kehendak saya kepada orang lain.

Sebaliknya orang lain juga tidak layak melarang saya mengenakan sarung dan selendang batik yang telah diakui UNESCO sebagai warisan kebudayaan bangsa Indonesia.

Penghormatan layak diberikan kepada Fatima Payman yang telah membuka lembaran baru peradaban Australia demi menuju masa depan peradaban yang lebih damai serta saling mengerti dan saling menghormati demi hidup bersama secara sejahtera di planet bumi nan tata tenteram, kerta raharja.

”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website kompas.com. Situs https://wargasipil.com adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs https://wargasipil.com tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”