Malaysia larang jam tangan Swatch karena promosikan LGBTQ

Warga Sipil – Malaysia pada Kamis melarang jam tangan dan aksesoris Swatch Group diperjualbelikan karena merayakan hak-hak LGBTQ.

Malaysia menilai produsen jam tangan dari Swiss itu membahayakan moralitas dan kepentingan masyarakat.

Homoseksualitas tergolong kejahatan di Malaysia yang penduduknya mayoritas Muslim.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia memperingatkan semakin tingginya intoleransi terhadap kaum lesbian, gay, biseksual, transgender dan queer (LGBTQ) di negara itu.

Malaysia sudah pernah memenjarakan atau mencambuk orang karena homoseksualitas.

Pada Mei, Malaysia menyita jam tangan warna pelangi dari koleksi PrideSwatch karena ada akronim ‘LGBTQ’ pada jam tangan tersebut.

Kementerian dalam negeri pada Kamis melarang rujukan LGBTQ apa pun dalam jam tangan Swatch, kotak, bungkus, aksesori, atau barang-barang lainnya.

“(Produk-produk Swatch) menjadi subjek Perintah Larangan karena menjadi publikasi yang merusak atau dapat merusak moralitas, kepentingan masyarakat, dan kepentingan negara dengan mempromosikan, mendukung, dan membuat normal gerakan LGBTQ+ yang tak diterima oleh masyarakat awam di Malaysia,” kata kementerian itu.

Menjual atau memiliki materi terlarang itu bisa terkena hukuman maksimum tiga tahun penjara dan denda hingga 20.000 ringgit (Rp66,3 juta), katanya.

Swatch enggan menjawab pertanyaan mengenai soal ini.

Perusahaan Swissmenggugat pemerintah Malaysia karena melakukan penyitaan pada Mei, yang disebut mereka sebagai ilegal dan merusak reputasinya.

Hak LGBTQ di Malaysia mendapat sorotan setelah bulan lalu pemerintah menghentikan sebuah acara musik di ibu kota Kuala Lumpur. Langkah itu diambil setelah pentolan band pop rock Inggris, The 1975, mencium rekannya sendiri yang sama-sama laki-laki di atas panggung, sambil mengkritik undang-undang anti-LGBTQ di Malaysia.

Membahas hak-hak LGBTQ terjadi pada masa yang secara politik sensitif di Malaysia yang merupakan negara multietnis dan multiagama.

Pemerintah koalisi progresif Perdana Menteri Anwar Ibrahim akan menghadapi ujian besar pertamanya dalam mendapatkan dukungan masyarakat ketika enam negara bagian menggelar pilkada Sabtu pekan ini.

Pilkada itu akan membuat Anwar berhadapan dengan aliansi Muslim yang kebanyakan dari etnis Melayu konservatif, yang semakin populer.

Aliansi yang menjadi oposisi itu mengkritik pemerintah karena tidak berbuat cukup dalam menegakkan syariat Islam.

Anwar sudah menegaskan hak LGBTQ tak akan diakui oleh pemerintahannya.

Sumber: Reuters