Komisi I Ungkap Ketidakharmonisan Panglima TNI & KSAD, Apa Dampaknya?

Hubungan tidak harmonis antara Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Andika Perkasa dengan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman meruap ke publik. Ketika ada rapat kerja dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Senin lalu, Andika hadir, sedang Dudung absen.

Saat latihan militer gabungan tahunan Super Garuda Shield dengan Amerika Serikat yang berlangsung selama 1-14 Agustus 2022, Dudung juga tidak datang meski Andika sebagai atasannya senantiasa hadir.

Pengamat militer dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Muhamad Haripin kepada VOA, Kamis (8/9), mengatakan rivalitas dalam tubuh TNI bukan hal baru karena persaingan antar jenderal sudah terjadi sejak zaman Orde Baru. Dia menilai jika dilihat dari pola hubungan antara Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dengan KSAD Jenderal Dudung Abdurachman dalam beberapa waktu terakhir memang terlihat indikasi tersebut. Jika hal ini memang benar, ujar Haripin, persaingan itu berpotensi mengganggu profesionalitas mereka secara individual.

“Yang kedua, juga ada risiko terjadinya semacam faksionalisasi di tubuh militernya sendiri kalau kita melihat dari pola-pola rivalitas sebelumnya, Masing-masing dari pati (perwira tinggi) ini tidak dapat dipungkiri punya pengikut, orang-orang yang simpatik terhadap mereka,” kata Haripin.

Rivalitas Berdampak ke Akar Rumput

Rivalitas diantara petinggi TNI yang tidak dikelola dengan baik, atau tidak selesaikan segera, dikhawatirkan berdampak pada perwira di bawahnya, terutama yang ada di Markas Besar TNI dan Markas Besar TNI Angkatan Darat, atau di antara Kopassus dan Kostrad.

Komisi I Ungkap Ketidakharmonisan Panglima TNI & KSAD, Apa Dampaknya?

Koordinator Klaster Kajian Konflik, Pertahanan, dan Keamanan Pusat Penelitian Politik LIPI, Muhammad Haripin. (Courtesy: VOA)

Haripin mencontohkan peristiwa kerusuhan 15 Januari 1974 yang dikenal sebagai Peristiwa Malari, yang merupakan akibat dari persaingan antara dua Jenderal, yakni Ali Moertopo yang merupakan Asisten Pribadi dari Presiden Soeharto dengan Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban Soemitro (Pangkopkamtib) Soemitro Sastrodihardjo. Pada 1998, juga terjadi kerusuhan sosial akibat persaingan antara dua Jenderal, Prabowo Subianto dengan Wiranto.

Melihat sejarah kerusuhan tersebut, tak heran muncul kekhawatiran publik akan terulangnya peristiwa-peristiwa itu ketika rivalitas di dalam TNI bergulir ke tingkat akar rumput. Presiden Joko Widodo sebagai panglima tertinggi adalah satu-satunya pihak yang dinilai mampu membaca keadaan tersebut, ujar Haripin.

Dihubungi secara terpisah, pengamat militer Universitas Paramadina, Al Araf, mengatakan akar masalah dari rivalitas di TNI karena presiden dan juga DPR kerap melakukan politisasi terhadap institusi tersebut.

“Politisasi terhadap institusi TNI dan Polri itu salah satunya adalah dengan melakukan proses pemilihan terhadap pimpinan di tubuh TNI dan Polri dengan dasar pertimbangan-pertimbangan politis dan menafikan aspek-aspek objektif, sehingga hal itu seringkali menimbulkan potensi terjadinya konflik di dalam kedua institusi tersebut,” ujar Al Araf.

Selain itu, lanjutnya, dinamika dan rivalitas di dalam TNI akan selalu berdampak terhadap profesionalisme karena ada asumsi upaya membangun profesionalisme itu sia-sia mengingat pada akhirnya pertimbangan politik, bukan keahlian, lebih kental dalam proses pengembangan karier dan jabatan.

Anggota Komisi I DPR: Ada Yang Mau Manggung Jadi Capres/Cawapres

Hubungan tidak harmonis antara Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan KSAD Dudung Abdurachman disampaikan Anggota Komisi I Effendi Simbolon dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dalam rapat kerja dengan Panglima TNI Senin lalu, dan meminta agar ada penjelasan tentang hal itu.

Effendi juga mengklaim ketidakharmonisan itu terjadi sejak zaman Panglima TNI Jenderal Moeldoko yang tidak harmonis dengan KSAD Jenderal Gatot Nurmantyo. Kemudian ketika menjabat Panglima TNI, Gatot juga tidak harmonis dengan KSAU Marsekal Hadi Tjahjanto. Juga waktu Hadi menjadi Panglima TNI, juga tidak harmonis dengan KSAD Andika Perkasa, dan berlanjut hingga sekarang.

“Kalian sudah menikmati amanah, kok nggak bisa menjaga? Hanya ego-ego begitu. Kalian mau manggung jadi capres, jadi cawapres? Saya usul mendingan dihentikan semuanya. Ini serius agar kita semua jangan menganggap isu ini sederhana,” ujar Effendi.

Dia mengusulkan Komisi I DPR mengadakan rapat tertutup menghadirkan hanya Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dengan KSAD Jenderal Dudung Abdurachman untuk membahas isu rivalitas antara keduanya.

Hingga laporan ini disampaikan belum diketahui kapan Komisi I DPR akan mengundang Andika dan Dudung untuk membahas rivalitas antara keduanya.

Panglima TNI & KSAD Sama-Sama Bantah Ada Rivalitas

Menanggapi soal adanya ketidakharmonisan tersebut, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan KSAD Jenderal Dudung Abdurachman sama-sama membantahnya. Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menegaskan bahwa dirinya menjalankan tugas sebagai Panglima TNi sesuai aturan undang-undang. Dia menambahkanya dirinya tidak bermasalah dengan KSAD Dudung Abdurachman.

“Dari saya tidak ada karena semua yang berlaku sesuai peraturan perundang-undangan tetap berlaku selama ini. Jadi nggak ada yang kemudian berjalan berbeda,” tutur Andika.

Sementara KSAD Jenderal Dudung mengatakan tidak ada masalah apapun yang signifikan dengan Andika. Ia pun mengaku berkoordinasi dengan Andika saat absen dari rapat kerja dengan Komisi I DPR pada 5 September 2022 lalu.

Ia menggarisbawahi bahwa TNI tetap solid, dan kalau pun ada perbedaan maka hal ini biasa dalam suatu organisasi. [fw/em]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.