Warga Sipil – Seorang pejabat Israel pada Selasa (8/8) menolak penggunaan istilah “serangan teror” dari Amerika Serikat untuk mengutuk pembunuhan seorang warga Palestina di daerah pendudukan Tepi Barat.
Pengadilan telah memutuskan salah satu pemukim Yahudi yang dijadikan tersangka dalam kasus pembunuhan itu dibebaskan dan statusnya menjadi tahanan rumah.
Dengan perundingan damai yang disponsori AS mandek selama hampir satu dekade, Washington melihat dengan cemas saat kekerasan di Tepi Barat meningkat, termasuk kerusuhan balas dendam dari para pemukim yang mengakibatkan banyak warga Palestina, di antaranya ada yang berkewarganegaraan ganda AS, mengalami kerusakan properti.
Polisi Israel pada Jumat telah menangkap dua pemukim atas pembunuhan terhadap warga Palestina berusia 19 tahun di dekat desa Burqa.
Para pengacara tersangka menyatakan tindakan itu adalah penembakan untuk pertahanan diri oleh salah satu dari mereka pada kelompok pelempar batu yang jumlahnya jauh lebih besar.
“Kami sangat mengutuk serangan teror kemarin oleh pemukim ekstremis Israel,” kata Biro Timur Dekat Departemen Luar Negeri AS pada Sabtu, yang pertama kali menggunakan istilah tersebut dalam konteks kekerasan yang dilakukan pemukim.
Pihak kepolisian awalnya menuduh para pemukim “dengan sengaja atau secara keji dan acuh tak acuh melakukan pembunuhan” dengan motivasi rasis, tetapi anggota kabinet Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berpendapat tanggung jawab kesalahan atas kematian di Burqa masih jauh dari jelas.
“Saya tidak menyarankan untuk memperlakukan definisi dari AS sebagai definisi profesional yang tepat. Pada akhirnya, mereka tidak memanfaatkan intelijen, tetapi laporan media,” kata Menteri Pertanian Avi Dichter, yang juga merupakan mantan kepala kontraterorisme untuk dinas keamanan Shin Bet Israel.
“Semuanya disiarkan ke dalam pemberitaan media – hal-hal yang benar, hal-hal yang salah, tendensius dan lain-lain. Pada akhirnya, yang penting bagi kami adalah apa yang terjadi di sana,” katanya kepada Radio Angkatan Darat Israel.
Pengadilan Distrik Yerusalem mendengar argumentasi bahwa para tersangka – salah satu dari mereka telah dirawat di rumah sakit, dengan penjagaan polisi, karena menderita luka di kepala – harus dibebaskan sambil menunggu kemungkinan penuntutan.
Pengadilan itu memutuskan salah seorang pemukim harus dibebaskan dan menjadi tahanan rumah sedangkan tersangka yang lain tetap ditahan di rumah sakit.
“Tindakan mereka untuk menyelamatkan jiwa – jiwa mereka dan jiwa yang lain,” kata pengacara tersangka, Nati Ram kepada wartawan.
Kementerian Luar Negeri Palestina mengutuk putusan pengadilan itu, serta menyatakan bahwa putusan itu akan mendorong lebih banyak kekerasan.
Kepolisian Israel juga menyatakan akan banding terhadap putusan tersebut.
Secara terpisah, pasukan Israel menangkap lima warga Palestina dari Burqa sebagai upaya untuk memperluas penyelidikan. Mereka yang ditangkap akan dihadirkan dalam sebuah pengadilan militer di Tepi Barat.
Departemen Luar Negeri AS pada Senin tampak enggan untuk menguraikan kecaman tajam atas kasus pembunuhan di Burqa.
“Pemikirannya, itu adalah serangan teror, dan kami prihatin mengenai itu, dan itulah sebabnya kami menyebutnya demikian,” kata juru bicara Matthew Miller kepada wartawan.
“Kami telah memperjelas keprihatinan kami, tetapi saya akan mencatat bahwa Pemerintah Israel telah melakukan penangkapan dalam kasus ini dan berusaha meminta pertanggungjawaban pelaku, dan itu adalah tindakan yang tepat,” katanya menambahkan.
Sumber: Reuters