Indonesia Protes Penembakan Nelayan oleh Aparat Keamanan Papua Nugini

Indonesia Protes Penembakan Nelayan oleh Aparat Keamanan Papua Nugini

Indonesia Protes Penembakan Nelayan oleh Aparat Keamanan Papua Nugini

Tentara Papua Nugini diduga menembaki kapal nelayan asal Merauke, Papua, yang masuk ke perairan negara itu. Akibatnya nahkoda kapal bernama Sugeng tewas tertembak.

Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha dalam jumpa pers pada Kamis (25/8), mengatakan segera setelah menerima informasi mengenai penembakan terhadap nelayan Indonesia di wilayah perairan Papua Nugini pada Senin (22/8) lalu, Kementerian Luar Negeri langsung menindaklanjuti.

Dua hari setelah kejadian itu, lanjutnya, Kementerian Luar Negeri memanggil Kuasa Usaha Sementara Papua Nugini di Jakarta dan menyampaikan pemerintah Indonesia sangat menyesalkan insiden yang mengakibatkan meninggalnya nelayan Indonesia bernama Sugeng yang merupakan nahkoda dari KMN Calvin 02 itu.

“Kemlu (Kementerian Luar Negeri) juga meminta penjelasan kepada pemerintah PNG (Papua Nugini) atas insiden penembakan ini dan meminta dilakukannya investigasi secara menyeluruh, dan diterapkannya hukuman tegas jika ditemukan pelanggaran prosedur, termasuk kemungkinaan penggunaan kekuatan yang berlebihan,” kata Judha.

Kementerian Luar Negeri juga meminta konfirmasi mengenai penahanan dua kapal nelayan lainnya, yaitu KMN Arsial 77 yang diawaki oleh tujuh awak dan KMN Baraka Paris yang diawaki oleh enam orang. Indonesia juga meminta akses kekonsuleran kepada pemerintah Papua Nugini untuk menjenguk para nelayan Indonesia tersebut.

Menanggapi semua permintaan Indonesia tersebut, menurut Judha, Kuasa Usaha Sementara Papua Nugini menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Sugeng. Dia membenarkan adanya patroli rutin saat penembakan terjadi, dan berjanji akan menyampaikan seluruh permintaan Indonesia kepada pihak-pihak berwenang di negaranya.

Selain itu, tambahnya, Duta Besar Indonesia untuk Papua Nugini Andriana Supandi juga berkomunikasi dengan beberapa pejabat Kementerian Luar Negeri Papua Nugini dan otoritas sempat. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Port Moresby juga sudah menyampaikan nota protes diplomatik kepada pemerintah Papua Nugini.

DFW Sayangkan Tindakan PNG

Koordinator Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Mohammad Abdi Suhufan, menjelaskan penembakan yang menewaskan satu nelayan Indonesia oleh patroli tentara Papua Nugini terjadi karena kapal nelayan Indonesia memasuki perairan negara tetangga itu tanpa izin untuk menangkap ikan dan dipergoki oleh patroli laut Papua Nugini.

Dia menyayangkan tindakan tidak terukur oleh aparat keamanan Papua Nugini yang menembaki kapal ikan Indonesia hingga menewaskan nahkoda kapal bernama Sugeng. Namun dia mengakui memang ada sejumlah nelayan Merauke yang suka menangkap ikan secara ilegal di perairan papua Nugini.

“Memang ada karakteristik nelayan lokal di Merauke yang selalu menangkap ikan secara ilegal ke Papua Nugini. Ini dilakukan oleh kapal-kapal di bawah 29 gross ton atau izin daerah, di mana target tangkapannya itu adalah gelembung ikan dan itu memang memiliki nilai ekonomis,” ujar Abdi.

Gelembung ikan atau gelembung renang adalah salah satu organ pada ikan, berisi gas seperti oksigen dan memiliki tekanan yang berubah-ubah. Hingga kini, gelembung renang ikan gulama mempunyai harga jual yang paling mahal. Harga gelembung renang ikan gulama golongan 10 gram dapat mencapai Rp20 juta per kilogram, sedangkan golongan 40 gram bisa mencapai Rp50 juta per kilogram. Gelembung renang ikan duri dapat dihargai Rp150 ribu per kilogram.

Abdi menyarankan kepada pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan edukasi supaya nelayan-nelayan lokal di Merauke tidak menyebrang ke perairan Papua Nugini secara tidak sah untuk menangkap ikan karena berisiko ditangkap atau ditembak. Dia mengakui jumlah nelayan di Merauke cukup banyak dan cenderung mencari ikan lintas batas negara ke Papua Nugini.

Selain nelayan di Merauke, katanya, pemerintah juga perlu memperhatikan nelayan di Kabupaten Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang juga sering menangkap ikan hingga perairan Australia secara ilegal. Menurut Abdi, nelayan-nelayan Indonesia di Merauke dan Rote Ndao sebenarnya paham bahwa terdapat batas wilayah perairan dengan negara lain karena memiliki peta tapi mereka nekat karena ada peluang mendapat hasil tangkapan yang lebih besar walau risikonya juga tinggi.

Kepala Badan Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri Papua Suzanna Wanggai menyatakan dari laporan awal yang diterima pada Senin, terungkap bahwa terdapat tiga kapal nelayan yang menangkap ikan di perairan Papua Nugini. Dua kapal berhasil ditangkap dan satu melarikan diri.

Saat melarikan diri itulah kapal tersebut ditembak hingga mengenai nahkoda bernama Sugeng. [fw/em]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.