Babak Baru Perseteruan Twitter vs Musk, Apa yang akan Terjadi Selanjutnya?

Babak Baru Perseteruan Twitter vs Musk, Apa yang akan Terjadi Selanjutnya?

Babak Baru Perseteruan Twitter vs Musk, Apa yang akan Terjadi Selanjutnya?

Kisah perseteruan antara Twitter dan Elon Musk memasuki babak baru dengan perusahaan tersebut mengambil langkah hukum untuk menggugat miliarder sekaligus CEO Tesla itu sebagai upaya untuk memaksanya mengakusisi layanan jejaring sosial bernilai $44 miliar itu.

Twitter mengklaim dalam gugatan yang diajukan di Delaware pada Selasa (12/7) bahwa tindakan Musk terkait pembatalan akuisisi sebagai sesuatu yang “aneh” dan “beritikad buruk.” Akibatnya, platform media sosial itu mengalami kerugian dan membuat harga sahamnya jungkir balik.

Para pakar hukum mengatakan Twitter Inc. memiliki alasan hukum yang kuat, tetapi penyelesaian di meja hijau dapat berlangsung lama dan hasilnya belum tentu menguntungkan bagi perusahaan itu. Jadi kira-kira bagaimana pengaruh ‘pertarungan’ Twitter dan Musk pada masa depan perusahaan media sosial tersebut?

Mengapa Twitter Menggugat Elon Musk?

Singkatnya, Twitter ingin menyelesaikan kesepakatan yang telah disetujui kedua belah pihak, dan mengatakan alasan Musk untuk mundur dari kesepkatan tersebut hanyalah kedok karena sesungguhnya secara finansial ia tidak lagi mampu mengambil alih Twitter.

Pada April, Musk berjanji untuk membayar $54,20 per saham Twitter, yang telah disetujui. Namun kedua belah pihak kini bersiap untuk bertarung di jalur hukum sejak miliarder itu mengatakan pada Jumat (8/7) lalu bahwa dia mundur dari kesepakatan untuk membeli perusahaan tersebut. Musk mengemukakan sejumlah alasan terkait pembatalan akusisi ini, di antaranya Twitter dinilai tidak memberinya informasi yang cukup tentang berapa banyak akun spam yang ada di layanan tersebut.

Gugatan Twitter menegaskan bahwa “Musk menolak untuk menghormati kewajibannya kepada Twitter dan pemegang sahamnya karena kesepakatan yang dia tandatangani tidak lagi memenuhi kepentingan pribadinya.”

“Setelah menyajikan tontonan publik untuk mempermainkan Twitter, dan setelah mengusulkan (akuisi) dan kemudian menandatangani perjanjian merger yang bagus untuk penjual, Musk tampaknya percaya bahwa dia – tidak seperti setiap pihak lain yang tunduk pada undang-undang kontrak Delaware – bebas untuk berubah pikiran, ‘menendang’ perusahaan, mengganggu operasinya, menghancurkan nilai pemegang saham, dan melenggang pergi,” menurut gugatan itu.

Musk setuju untuk membayar 38 persen di atas harga saham Twitter pada saat ia menawarkan kesepakatan untuk mengakuisisi perusahaan itu, menurut gugatan tersebut. Namun segera setelah itu, pasar saham anjlok dan saham Tesla, tempat sebagian besar kekayaan pribadi Musk berasal, kehilangan nilai lebih dari $100 miliar.

Sudahkah Musk Merespons?

Tidak secara formal, namuun Musk telah mencuit mengenai gugatan tersebut. Setelah Twitter mengajukan gugatan, Musk, yang memiliki lebih dari 100 juta pengikut, mencuit “Oh ironi lol” tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut. Awal minggu ini, dia telah mengejek Twitter terkait gugatan yang sebelumnya sudah ia perkirakan, menunjukkan bahwa proses pengadilan – ketika kedua belah pihak harus menyerahkan bukti – akhirnya akan mengungkapkan data akun spam internal yang dia minta.

Apa yang Terjadi Selanjutnya?

Mengingatnya sulitnya kedua pihak untuk berdamai, kasus tersebut kini menuju persidangan dan hakim dapat membuat keputusan pada kasus itu pada musim panas ini. Twitter telah memberi tahu karyawannya bahwa mereka meminta “proses hukum yang berjalan agar dipercepat” agar kasus tersebut segera masuk ke meja sidang pada pada bulan September karena “sangat penting” bagi perusahaan itu untuk menyelesaikan kasus tersebut dengan cepat.

Mengapa Delaware?

Twitter mengajukan gugatannya di Delaware Court of Chancery, yang sering menangani perselisihan bisnis di antara banyak perusahaan, termasuk Twitter dan Tesla. Pengadilan itu menggambarkan dirinya sebagai “forum terbaik negara untuk menentukan perselisihan yang melibatkan urusan internal ribuan perusahaan Delaware dan entitas bisnis lainnya.” Kasus Twitter-Musk, dalam pengertian itu, tidak biasa karena melibatkan bisnis yang menuntut individu.

Apa yang Mereka Ributkan?

Pertanyaan bot spam kemungkinan akan menjadi tema sentral, karena itulah yang menjadi alasan utama Musk ingin mundur dari kesepakatan yang sudah terjalin, kata Donna Hitscherich, seorang profesor bisnis di Universitas Columbia.

Twitter mengklaim dalam gugatannya bahwa Musk mulai mengatakan dia ingin membeli Twitter untuk menghilangkan “spam kripto” yang dia pandang sebagai “gangguan besar bagi para pengguna media sosial itu.”

Namun ketika pasar saham jatuh, Twitter mengklaim, “Musk mengubah narasinya, tiba-tiba menuntut ‘verifikasi’ bahwa spam bukanlah masalah serius di platform Twitter.”

Musk sendiri mengklaim Twitter tidak menyajikan data yang cukup untuk menentukan berapa banyak dari 229 juta akun yang terdaftar pada platform tersebut yang merupakan akun palsu. Namun, apakah masalah spam dianggap “pelanggaran material” yang dilakukan Twitter dalam kesepakatan itu? Atau apakah Musk melanggar kewajibannya untuk menindaklanjuti kontrak yang dia tandatangani? Pengadilanlah yang akan memutuskan perkara-perkara tersebut.

Dapatkah Musk Dipaksa Membeli Twitter?

Kemungkinan tersebut bisa saja terjadi, meskipun beberapa pakar mengatakan keputusan pengadilan mungkin tidak sejauh itu. Konon, sejauh ini publik mendukung gugatan Twitter itu.

Dalam kasus yang memiliki kesamaan dengan kasus yang kini membelit Musk, pengadilan pada tahun lalu memaksa perusahaan ekuitas swasta Kohlberg & Co. untuk membeli DecoPac senilai $550 juta, sebuah perusahaan yang berbasis di Minnesota yang menyebut dirinya sebagai pemasok dekorasi kue terbesar di dunia. Kasus itu merupakan lambang dari resolusi pengadilan yang umum, meskipun tidak seragam, dalam menegakkan kewajiban kontraktual pada pembeli.

Kemungkinan lainnya adalah Musk dipaksa untuk membayar biaya pembatalan senilai $1 miliar yang disetujui oleh masing-masing pihak jika kesepakatan gagal. Atau dia mungkin harus membayar nominal yang lebih besar tanpa harus membeli perusahaan seharga $44 miliar itu. [ah/mr/rs]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *