wargasipil.com – Truk tangki Pertamina sempat mengalami kecelakaan maut di di Jalan Transyogi Cibubur pada Juli 2022 lalu. Kecelakaan maut itu memakan cukup banyak korban.
Hasil investigasi dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) kesalahan teknis pada truk. Pertama kebocoran dari solenoid valve klakson dan travel stroke kampas rem yang tidak standar.
PT Pertamina Patra Niaga menegaskan pihaknya melakukan perawatan berkala, baik itu ringan maupun berat untuk transportasi truk tangki yang mereka gunakan.
“Untuk armada truk tangki Pertamina memiliki perawatan berkala setiap periodik, baik itu perawatan ringan maupun berat. Untuk perawatan ringan dilakukan oleh pihak Pertamina & untuk perawatan berat dilaksanakan oleh masing-masing pemilik mobil tangki,” ujar Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting, kepada detikcom, Selasa (18/10/2022).
Sementara, berkaitan dengan penggunaan klakson tambahan atau telolet yang menjadi penyebab dari kecelakaan, Irto menyampaikan sebenarnya mengenai klakson pada truk sudah diatur dalam PP 55 Tahun 2012 Tentang kendaraan terkait Nilai Ambang Batas dari bunyi Klakson. Meski begitu, diakui klakson tambahan belum diatur secara resmi dari Kementerian Perhubungan.
“Namun teknis pemasangan klakson tambahan itu belum diatur dalam Peraturan baik dari Kementrian Perhubungan saat Uji Type maupun saat dilakukan Uji Periodik (KEUR),” tuturnya.
Sebagai informasi, KNKT mengungkap hasil investigasi atas penyebab kecelakaan truk Pertamina di Jalan Transyogi Cibubur, Desa Jatirangga, Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi. Penyebab dari kecelakaan maut itu karena rem blong dan kebocoran dari solenoid valve klakson tambahan (klakson telolet).
Plt Kepala Sub Komite Investasi Lalu Lintas Angkutan Jalan KNKT, Ahmad Wildan mengatakan truk trailer tangki Pertamina mengalami kegagalan pengereman karena persediaan udara pada rem berada di bawah ambang batas, sehingga tidak cukup kuat untuk melakukan pengereman.
“Penurunan udara tekan dipicu oleh dua hal, pertama adanya kebocoran pada solenoid valve klakson tambahan (klakson telolet) dan kedua adalah travel stroke kampas rem yang tidak standar Resultan dua hal ini memaksa pengemudi melakukan pengereman berulang kali saat menghadapi gangguan lalu lintas karena rem tidak pakem,” jelasnya dalam konferensi pers di kantor KNKT, Selasa (11/10/2022).
Berdasarkan temuan di lapangan, KNKT menyatakan bahwa tidak ditemukan jejak pengereman (skidmark) di permukaan jalan lokasi tabrakan beruntun. Adanya perbedaan tinggi 20 meter pada jarak ± 1 km menjadi risiko gagal nanjak dan kegagalan pengereman karena faktor jalan relatif sangat kecil.
Wildan juga mengatakan terdapat beberapa faktor yang berkontribusi terjadinya kecelakaan di antaranya terkait akses jalan perumahan (minor) ke jalan utama dan adanya bukaan median untuk berputar arah, rambu yang bercampur dengan iklan atau reklame di sepanjang jalan.
”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website detik.com. Situs https://wargasipil.com adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs https://wargasipil.com tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”