Kejelian Saturdays Mengusung Bisnis Kacamata Berkonsep B2C

Rama Suparta, pendiri Saturdays.

Perjumpaan Rama Suparta dengan Andrew Kandolha di 2015 menghasilkan kesepakatan bisnis. Mereka mendirikan Saturdays, perusahaan rintisan yang menggarap bisnis kacamata. Kebetulan, keduanya mengenakan kacamata sejak masa kanak-kanak.

Rama dan Andrew mengamati peluang bisnis ini menggiurkan. Berdasarkan analisis Saturdays, konsumen meminati kacamata berkualitas yang berdesain kontempor, cocok dengan tekstur wajah orang Asia, dan harganya ramah di kantong.

Saturdays, yang mengawali langkah bisnis di tahun 2016, mengkreasikan skema bussines to costumer. Skema B2C ini menjual kacamata dan pelayanan lainnya kepada konsumen individual atau grup secara langsung. Rama menyebutkan, Saturdays adalah jenama kacamata lokal yang pertama kali menggarap B2C di Indonesia.

Rama dan Andrew berinisiatif mengembangkan riset dan pengembangan produk. Perlahan-lahan, mereka berhasil mengidentifikasi minat konsumen.

Selanjutnya, Rama dkk. memacu promosi dan penjualan Saturdays di kanal digital dan booth di pusat perbelanjaan. “Ketika Saturdays launching di tahun 2016 itu, kami lakukan melalui website dan mengikuti pop up market karena membangun toko itu kan biayanya mahal. Jadi, kami membuka booth di mal, berjualan, dan berinteraksi dengan konsumen untuk mengetahui keinginannya. Dengan demikian, kami bisa improve our design and quality,” tutur Rama yang pernah bekerja di salah satu perusahaan rintisan di Silicon Valley, Amerika Serikat (AS).

Kemudian, duo pebisnis ini mengembangkan pemasaran, penjualan, dan pelayanan berbasis teknologi agar selaras dengan model omnichannel Saturdays. Beragam inovasi dilakukan oleh tim. Contohnya, Saturdays pada 2020 berinovasi menyediakan layanan home try-on (layanan uji coba kacamata di rumah).

Ahli optik Saturdays yang berlisensi mengunjungi rumah konsumen. “Mereka mendatangi rumah pelanggan dengan standar protokol kebersihan dan kesehatan yang ketat. Semua peralatan dan kacamata yang dibawa selalu dibersihkan secara berkala dengan antiseptik, sehingga program ini sangat diminati konsumen karena prosesnya yang mudah dan aman,” Rama menjabarkan.

Jika konsumen tak jadi membeli, Saturdays tak ambil pusing. Layanan home try-on ini mudah diakses di aplikasi Saturdays Lifestyle. Jumlah pengunduh aplikasi ini lebih dari 10 ribu orang.

Aplikasi Saturdays Lifestyle ini memudahkan konsumen membeli produk kacamata di online to offline (O2O). Untuk pembayaran, Saturdays menyediakan opsi pembayaran buy now, pay later dari Kredivo. Pelanggan, lanjut Rama, juga dapat mencoba frame kacamata melalui teknologi Augmented Reality (AR) yang tersedia di aplikasi.

Model bisnis ini memantik perusahaan modal ventura berinvestasi di Saturdays. “Awalnya, kami menggunakan dana sendiri. Kami mendapatkan pendanaan tahap seed funding dari tiga pemodal ventura, yaitu Alpha JWC Ventures, Kinesys Group, dan Alto Partners, di tahun 2020. Investasi ini difokuskan untuk membiayai ekspansi toko offline, memperkuat jaringan omnichannel, dan menambah SKU (stock keeping unit). Saat ini, sudah ada sekitar lebih dari 100 SKU,” Rama menuturkan.

Jumlah gerai Saturdays per Mei 2022 sebanyak 15 unit yang tersebar di kawasan Jabodetabek serta daerah lain. Rencananya, Saturdays akan menambah gerai konvensional hingga lima kali lipat di berbagai kota, antara lain Makassar, Medan, Surabaya, dan Bandung.

“Gerai fisik kami mengusung konsep lifestyle. Setiap toko hadir dengan rak-rak kacamata yang dirancang dengan indah, dan di sisi lain ada kedai kopi sehingga konsumen tidak merasa under pressure untuk membeli kacamata. Konsumen akan merasa nyaman berbelanja di Saturdays, mereka bisa enjoy sambil menikmati kopi dan cookies,” ungkap Rama.

Perihal kualitas kacamata, Saturdays bemitra dengan produsen kacamata ternama. Bahannya menggunakan Italian acetate dan ultra lightweight Japanese titanium. Untuk lensa, menggunakan produk lokal.

Harga kacamata yang ditawarkan sekitar Rp 1,3 juta (dengan lensa, untuk Italian acetate) dan Rp 1,8 juta (Japanese titanium, dengan lensa). Target konsumennya adalah kalangan menengah-atas berusia 25 hingga 34 tahun yang berdaya beli tinggi.

“Dengan kualitas yang sama, harga kacamata di optik lain bisa tiga kali lipat. Harganya lebih mahal karena mereka reseller. Sedangkan kami B2C, kami desain dan produksi sendiri dan langsung menjual ke customer. Jadi, tidak ada middleman-nya, makanya harga lebih murah,” kata Rama yang juga pernah bekerja di bidang investment banking di Chicago, AS.

Saturdays merancang desain produknya dan berkolaborasi dengan sejumlah mitra bisnis. Di antaranya, dengan Marvel Studio.

“Kami menghadirkan koleksi STARK, terinspirasi kacamata legendaris khas Tony Stark yang telah banyak menerima antusiasme penggemar Iron Man. Kami juga berkolaborasi dengan Sandiaga Uno, beliau sudah memakai kacamata kami dari tahun 2016. Semua kacamatanya dari Saturdays. Selain itu, kami juga kolaborasi dengan EVOS esports,” ungkap pengusaha lulusan S-1 Calvin University dan peraih gelar Master of Business Administration dari Santa Clara University, California, AS ini.

Ke depan, Rama dan Andrew akan melanjutkan ekspansi gerai, mengembangkan aplikasi, dan lainnya. Rama meyakini, kinerja keuangan Saturdays tahun ini bakal melampaui kinerja tahun lalu. “Tahun lalu saja kami tumbuh tiga kali lipat, Tahun ini kami mengamati kondisi bisnis sudah mulai kembali ke normal,” ucapnya. Target bisnis ini disokong oleh 150 pegawai Saturdays serta dana segar dari perusahaan modal ventura.

Baru-baru ini, Saturdays menghimpun dana segar dari Altara Ventures, DSG Consumer Partners, dan afiliasi lainnya yang berpartisipasi di putaran pendanaan Seri A. Rama dkk. mengalokasikan dana ini untuk membiayai ekspansi, antara lain menambah cabang di seluruh Indonesia; mengembangkan omnichannel berbasis teknologi; serta mendorong pertumbuhan produk. (*)

Vina Anggita & Vicky Rachman

www.swa.co.id


Artikel ini bersumber dari swa.co.id.