BBM Pertalite Dicampur Bioetanol Bisa Jadi Setara Pertamax

BBM Pertalite Dicampur Bioetanol Bisa Jadi Setara Pertamax

wargasipil.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama tim riset Institut Teknologi Bandung (ITB) didukung US Grains Council (USGC) menyusun peta jalan strategis untuk percepatan implementasi bioetanol di Indonesia.

Kajian ini disusun sejak 2021, guna mendukung program implementasi penggunaan bioetanol pada bahan bakar untuk kendaraan bermotor dan mempersiapkan industri Bioetanol di Indonesia.

“Presiden Jokowi November lalu telah meluncurkan program Bioetanol tebu, untuk mendukung ketahanan energi, saya ingin mengucapkan terima kasih atas inisiasi tim riset ITB untuk membuat kajian peta jalan percepatan implementasi Bioetanol,” ujar Direktur Bioenergi Edi Wibowo dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (6/12/2022).

Di tengah potensi bioetanol yang besar, rendahnya tingkat produksi menjadi tantangan. Edi mengungkapkan total produksi bioetanol fuel grade baru mencapai 40.000 KL per tahun. Jumlah ini jauh di bawah kebutuhan 696.000 KL per tahun untuk pengimplementasian tahap awal di daerah Jawa Timur dan Jakarta.

“Pasokan yang tersedia dari PT Enero dan PT Molindo sebagai produsen bioetanol fuel grade baru dapat memasok sekitar 5.7% saja kebutuhan Jawa Timur dan Jakarta. Artinya dari sisi supply harus ditingkatkan,” jelas Edi.

Sementara itu, roadmap ITB mempersiapkan pengimplementasian bioetanol dengan target jangka pendek selama tiga tahun, menengah lima tahun, dan panjang. Adapun target jangka-pendek dari roadmap dimulai dengan introduksi campuran 5% etanol atau E5 secara terbatas di provinsi DKI Jakarta dan Surabaya.

Campuran E5 etanol dapat dimasukkan ke dalam BBM jenis Pertalite sehingga kualitas RON meningkat setara Pertamax.

“Nantinya hasil campuran ini akan menjadi produk Pertamax E-5,” ujar pakar bioenergi ITB Prof. Tatang Hernas Soerawidjaja.

Pemerintah disarankan bentuk BLU. Berlanjut ke halaman berikutnya.

Pemerintah, sambung Tatang, disarankan membentuk Badan Layanan Umum khusus bioetanol seperti BPDBKS Sawit yang bertugas mempromosikan usaha dan meningkatkan sarana prasarana produksi bioetanol.

Untuk memantik demand bioetanol domestik dan menarik investasi di sektor bioetanol, Indonesia juga dapat sementara mengimpor bioetanol sambil meningkatkan kapasitas produksi.

Untuk jangka menengah, Pemerintah dapat meningkatkan blending bioetanol menjadi E10 dan mengekspansi program bioetanol ke wilayah Jawa sebagai wilayah pengguna BBM tertinggi. Dengan implementasi secara bertahap, diharapkan Indonesia dapat mengimplementasikan campuran bioetanol sebesar E-15 di seluruh wilayah pada 2031.

Hasil riset ITB menunjukkan Indonesia telah menghemat devisa sebesar US$ 2,6 miliar dari substitusi impor diesel melalui program Biodiesel kelapa sawit. Di sisi lain, laporan ITB memproyeksikan Indonesia akan mengimpor hingga 35.6 juta kiloliter pada 2040 atau hampir dua kali lipat dari jumlah impor bahan bakar minyak tahun 2021.

Oleh karena itu penggunaan bioetanol sebagai bahan campuran BBM dapat menurunkan impor BBM jenis bensin, menurunkan polutan emisi kendaraan, dan menciptakan potensi lapangan kerja di sektor pertanian dan produksi bioetanol.

Manfaat lain bioetanol juga adalah potensi pengurangan emisi gas rumah kaca hingga 43% termasuk CO2, NOx dan Partikel PM2.5 dan meningkatkan bauran energi terbarukan Indonesia yang ditargetkan mencapai 23% pada tahun 2025. Penurunan emisi dapat terjadi karena etanol sebagai gasohol memiliki nilai oktan sebesar (RON) 128, sehingga pencampuran dengan bensin akan meningkatkan kadar oktan dan kualitas pembakaran BBM.