30 Persen Wilayah Diprediksi Kekeringan dan Krisis Pangan di Depan Mata, Gastronomi Bisa Jadi Solusi

30 Persen Wilayah Diprediksi Kekeringan dan Krisis Pangan di Depan Mata, Gastronomi Bisa Jadi Solusi

wargasipil.com – Krisis pangan menjadi ancaman nyata. Badan Meteo rologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi, 30 persen wilayah Indonesia akan mengalami kekeringan.

Food and Agriculture Organization (FAO) atau Badan Pangan Dunia juga memperingatkan negara-negara di dunia akan terjadinya krisis pangan akibat perang Rusia-Ukraina yang berkepanjangan.

Eric Wiradipoetra, Wakil Ketua Divisi Komunikasi dan Gerakan Komite Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Jawa Barat menyampaikan pandangannya dalam tulisan yang di muat di Harian Umum Pikiran Rakyat edisi 6 Desember 2022.

Menurut dia, dampak ancaman kekeringan sudah terasa. Banyak negara yang mendahulukan pemenuhan kebutuhan pangan warganya dibandingkan ekspor. Padahal, Indonesia masih mengimpor beberapa komoditas yang menjadi kebutuhan masyarakat seperti bawang putih 100 persen impor, kedelai 97 persen, gula 70 persen, dan daging lebih dari 50 persen.

Akibatnya, beberapa waktu lalu, komoditas itu langka sehingga harga melonjak, diiringi inflasi yang meninggi

Dua tahun pandemi telah mengajari kita untuk bisa memenuhi kebutuhan bahan pangan dari dalam negeri. Importasi dikurangi, pertanian komoditas lokal dilindungi, logistik dibenahi.

Bila ditelaah, Nusantara yang subur makmur harus dioptimalkan untuk bisa memenuhi kebutuhan warganya.

Budaya instan yang mengandalkan impor komoditas harus dikurangi, bahkan mungkin dihilangkan selama bahannya dihasilkan di Indonesia.

Contohmya tempe dan tahu yang diklaim sebagai makanan khas Indonesia, ternyata kedelainya berasal dari Amerika. Saat Amerika mengerem ekspor kedelainya beberapa waktu lalu, tempe hilang di pasaran.

Ketika kiriman dari Amerika datang, ukuran tempe mengecil dan harganya naik.

Gastronomi

Ada beberapa cara untuk mengatasi kelangkaan komoditas yaitu dengan mengalihkan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan bahan impor dengan barang lokal. Kemudian, mendorong konsumsi sumber pangan lokal sehingga permintaan meningkat.

Selanjutnya, menggali kembali dan mengembangkan sumber pangan lokal sebagai prioritas sumber pangan. Selama ini, sumber pangan lokal tidak berkembang karena kurangnya nilai keekonomian, dinilai mahal, serta susah didapatkan.

Selain itu, kurangnya perhatian semua pihak dalam mengolah bahan baku lokal menjadi aneka pangan yang khas dan menjadi alas dasar arah pembangunan pangan Indonesia.

Untuk bisa masif diproduksi, supply and demand harus diciptakan. Gerakan gastronomi harus disebarkan ke masyarakat. Gastronomi secara sederhana diartikan sebagai segala sesuatu mengenai makanan mulai dari pemilihan bahan, pengolahan, penyajian, hingga masuk mulut konsumen.

Akan tetapi, gastronomi bukan sekadar makanan, minuman, rasa, atau pemenuhan gizi.

Gastronomi adalah media komunikasi untuk menyampaikan pesan tentang ekosistem, budaya, bahkan kreativitas.

Lebih jauh lagi, gastronomi adalah artefak yang mengungkap identitas dan peradaban. Gastronomi adalah hubungan antara budaya dan makanan. Budaya berdampak pada jenis makanan dan tipologi makanan.

Benang merah dari gastronomi yaitu meningkatkan literasi budaya makanan untuk meningkatkan subtitusi makanan maupun rantai pasoknya agar makanan dan sumber daya lokal menjadi pasar yang diterima masyarakat.

Gastronomi yang berada di sektor hilir membuka pintu solusi bagi persoalan pangan di sektor hulu. Gastronomi berbasis pada bahan baku lokal akan mendorong volume dan kualitas sumber pangan lokal yang dikuatkan oleh kebijakan politik dari pemerintah (gastropolitics) serta gastronationalism yaitu penggunaan makanan dan sejarahnya, produksi, kontrol, persiapan, dan konsumsinya sebagai cara untuk mempromosikan nasionalisme dan identitas nasional.

Fungsi pentahelix menjadi sangat penting untuk mendorong kemandirian pangan lokal melalui gastronomi , karena setiap helix memiliki peran berbeda yang saling mendorong terwujudnya kemandirian pangan.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah melaksanakan perannya dengan menggelar beberapa demo masak gastronomi pada kegiatan Gelar Pangan Murah.

Juga, pada Peringatan ke-42 Hari Pangan Sedunia tingkat Jawa Barat dengan tema makanan karedok. Selain itu, dalam setiap pelaksanaan Gelar Pangan Murah di 27 kabupaten dan kota juga dilaksanakan demo masak gastronomi . Bahan yang diangkat menggunakan bahan pangan lokal.

Melalui berbagai upaya itu, Pemprov Jabar, dalam hal ini Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan mengingatkan kembali masyarakat tentang keanekaragaman sumber pangan dengan melihat ketersediaan pangan lokal.

Kebutuhan kedelai yang selama ini 97 persennya diimpor untuk pembuatan tahu dan tempe, bisa dibalik menjadi hanya 3 persen impor.

Bila selama ini tempe bahannya menggunakan kedelai putih, sebenarnya bisa diganti dengan bahan polong-polongan lain. Tepung terigu yang mengalirkan uang ke luar negeri miliaran dolar, bisa diganti dengan casava, tepung yang berasal dari singkong.

Untuk bahan makanan dan keperluan bumbu dapur, Jawa Barat sangat kaya. Terdapat 400.000 lebih endemik bahan makanan dan bumbu masak di Jabar.

Untuk lalapan, ada 718 spesies lalap sedangkan untuk rujak ada 362 jenis. Varie tas padi juga banyak. Ragam varietas padi buhun sekira 250 jenis.

Dengan berbagai catatan itu, pemerintah bisa berperan dengan menggalakkan bahan makanan serta makanan lokal di Jabar.

Lakukan revitalisasi bahan baku lokal supaya bisa menjadi produk kuliner unggulan melalui gerakan budaya gastronomi . Dengan begitu, kemandirian pangan Jabar bisa jadi keniscayaan. Mari kampanyekan Gerakan Gastronomi Jawa Barat: Sehat Produknya, Lokal Bahannya, Global Skalanya.***