Warga Sipil – Polisi menyebutkan pelaku pelecehan seksual terhadap anak sekolah dasar berinisial U (72) di Cipinang Muara 3, Jatinegara, Jakarta Timur, menjalankan aksinya dengan ancaman akan menganiaya korbannya.
“Pelaku sempat mengancam korban AA (7) akan dianiaya dan dibunuh bila mengadukan perbuatannya tersebut kepada orang lain,” kata Wakapolres Metro Jakarta Timur AKBP Pol Ahmad Fananisaat jumpa pers di Mapolres Metro Jaktim, Jatinegara, Senin.
Peristiwa itu terjadi pada Jumat (11/8) ketika korban AA yang masih menggunakan seragam pulang dari sekolah.
Menurut dia pelaku melakukan pelecehan terhadap korban AA sebanyak dua kali. Pertama, di gang samping sekolah dan di pos sekretariat RT setempat.
Mendapatkan informasi itu, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Metro Jaktim melakukan jemput bola dengan mendatangi orang tua korban agar melaporkan peristiwa itu ke Polres Metro Jaktim.
“Unit PPA dibantu unit Kejahatan dengan Kekerasan (Jatanras) Polres Metro Jaktim melakukan penangkapan terhadap pelaku pada Sabtu (12/8),” kata Fanani.
Berdasarkan pengakuan pelaku kepada penyidik, kata dia, pelaku melakukan pelecehan seksual terhadap siswi kelas 1 sekolah dasar tersebut dengan memegang bagian dada korban.
Pelaku pun diganjar Pasal 76 E Jo Pasal 82 UU No 16 Tahun 2017 atas perubahan kedua UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 5 miliar.
Sementara itu, Kanit PPA Polres Metro Jaktim Ipda Sri Yatmini menduga ada korban pelecehan seksual lainnya karena berdasarkan rekaman kamera pengawas (CCTV) di RT 11 Cipinang Muara 3 itu pelaku memegang tas berwarna hitam yang diduga milik rekan korban.
Sri menduga tas berwarna hitam itu milik rekan korban yangmelarikan diri karena mendapatkan perlakukan yang sama dengan korban AA.
“Saat ini kami tengah menelusuri siapa pemilik tas berwarna hitam tersebut. Kami minta kepada orang tua korban lainnya untuk berani bicara dan segera melaporkan kepada kami,” kata Sri.
Dia mengingatkan kasus kekerasan seksual bukan merupakan aib bagi keluarga, melainkan korban yang harus dilindungi dan diberikan pendampingan.
“Perlu dipahami bersama, dalam kasus kekerasan seksual, bukan merupakan aib. Namun, korban harus diberi pemulihan, pendampingan, dan pelayanan psikologi agar tidak trauma,” kata Sri.