Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Pengamat Politik Independen Tiongkok, Klaus Heinrich Raditio menilai pemerintah perlu waspada terhadap tawaran Global Security Initiative (GSI) dari Tiongkok.
Pemerintah China sedang mempromosikan GSI dan Global Development Initiative (GDI). Klaus mempertanyakan, pandangan resmi Kementerian Luar Negeri terhadap gagasan keamanan global dari Tiongkok tersebut.
“Presiden Xi Jinping saat mengusulkan GSI pertama kalinya sampai sekarang tidak menjelaskan secara detail dan spesifik bagaimana GSI diwujudkan,” ujar Klaus dalam keterangannya, Jumat (15/7/2022).
Publik dan para intelektual di Negeri ini, menurut Klaus, harus mencermati seperti apa dan bagaimana GSI ini dapat mewarnai pergaulan politik luar negeri antar negara bangsa dunia pasca hantaman pandemi Covid 19.
Klaus menganalisa, gagasan tersebut berangkat dari tatanan dunia global saat ini yang dibangun dengan mentalitas perang dingin dan pasca perang dingin yang hanya memenangkan satu pihak kepada politik internasional yang saling menguntungkan dan saling memberikan manfaat.
Presiden Xi Jinping hadir membawa proposal GSI yang berdasar pada prinsip besar seperti kesetaraan (common), menyeluruh (comprehensive).
Kemudian, kerjasama menguntungkan (cooperative), dan berkelanjutan (sustainable) dalam rangka memelihara perdamaian dunia, penghormatan kedaulatan, dan integritas teritorial Negara dan kawasan.
“Maka dari itu GSI ini dipertanyakan. Kedaulatan siapa yang mau didahulukan? Karena GSI ini sebenarnya ditujukan kepada Negara-Negara besar dan adidaya, seperti AS dan sekutunya. Faktanya kebijakan (Tiongkok) di Laut Cina Selatan membuat keresahan, terutama bagi Negara-Negara di Asia Tenggara,” kata Klaus.
Ia mencontohkan, Vietnam dan Filipina. Pada kondisi ini, lanjut dia, apakah Tiongkok bisa membuktikan GSI itu keamanan milik semua dan tidak mengorbankan Negara lain?.
“Karena salah satu point penting dalam GSI itu adalah kedaulatan,” ucap Klaus.
Baca juga: Nilai Ekspor Indonesia Tembus 26 Miliar Dolar AS, Terbesar ke Tiongkok dan India
Jangan sampai ternyata instrumen konkret dari apa yang disebut sebagai nilai bersama kemanusiaan masa depan untuk keamanan ini adalah penempatan armada tempur Tiongkok di wilayah-wilayah damai.
“Pemerintah Indonesia harus mempertanyakan konsistensi dari GSI yang diusung Tiongkok tersebut. Saya berharap Indonesia tidak dekat dengan siapa-siapa, kita jelas memiliki politik luar negeri yang bebas aktif dengan tetap memajukan kepentingan nasional,” ujar Klaus.
Menurut Klaus, Indonesia harus mengambil manfaat dari kedua belah pihak, bekerja sama dengan siapa saja, sekaligus ikut mewujudkan membangun tatanan dunia yang baru yang lebih manusiawi untuk semua.
“Tidak dengan mengubah tatanan yang ada,” imbuh Klaus.
Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.