VIVA Lifestyle – Museum Satria Mandala terletak di Jalan Gatot Subroto Kavling 14, Kuningan Barat, Jakarta Selatan. Tidak terlalu sulit untuk mengunjungi museum ini karena moda transportasi TransJakarta melewatinya.
Museum Satria Mandala sangat layak dikunjungi para pemerhati sejarah dan kemiliteran dunia. Kisah perjalanan panjang Tentara Nasional Indonesia (TNI), seragam yang digunakan, tanda kepangkatan masing-masing kesatuan, dan peran sekolah militer dalam melahirkan prajurit-prajurit tangguh sebagai penjaga keamanan negeri, semuanya ditampilkan di museum ini.
Diorama yang menggambarkan berbagai pertempuran untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara Republik Indonesia di masa-masa awal paska proklamasi juga dihadirkan.
Nah, penasaran bagaimana tampilan museum dan hal menarik yang dapat ditemukan di museum satria mandala ini? Berikut lansiran Viva yang dirangkum dari berbagai sumber sebagai berikut.
Gedung Museum Satria Mandala
Ada dua museum gedung utama di Kompleks Satria Mandala, satunya adalah Museum Waspada Purbawisesa. Kedua tempat ini memiliki koleksi yang mampu membangkitkan semangat kepahlawanan generasi muda. Apalagi, di setiap koleksi dilengkapi dengan keterangan mengenai sejarah dari benda koleksi tersebut.
Tempat ini mulai dijadikan museum pada 15 November 1971. Dimana ketika masuk ke bangunan tersebut, pengunjung akan disambut dengan panji – panji. Panji – panji ini berupa lambang empat angkatan dan Kepolisian Republik Indonesia.
Tepat di depan setelah masuk ke bangunan, terdapat naskah proklamasi yang sangat besar. Beberapa pengunjung memanfaatkan lokasi ini sebagai spot foto dengan latar belakang teks proklamasi. Di dekat naskah proklamasi, terdapat sudut Indonesia yang dilengkapi dengan bendera Indonesia.
Koleksi Alustista Museum
Menjadi tempat yang terkenal dengan koleksi senjatanya, tak lantas hanya senjata yang dimiliki. Meski sebagian besar koleksi di museum Satria Mandala berupa senjata. Namun, tentu ada hal lain yang menarik untuk dicoba di sini.
Ada senjata tradisional, buatan Indonesia, maupun senjata hasil rampasan dari perbudakan. Senjata tradisional yang ada di sini seperti trisula, keris, bambu runcing, hingga pedang katana. Kemudian, ada juga senjata berupa senapan Garand, M-16, torpedo, ranjau, serta roket.
Untuk koleksi kendaraannya sendiri, ada berbagai jenis kendaraan darat maupun udara. Ada pesawat tempur, tank, Panser BTR-152, Kapa K-64, Tank PT-76, dan banyak lagi. sebagian kendaraan dibeli dan sebagian lagi merupakan pemberian dari negara lain.
Koleksi Meriam dan Mortir Museum
Di ruang pamer, terpajang senjata – senjata serta figur tentara saat berjuang melawan melawan. Di sini juga terdapat koleksi benda – benda dari Jenderal Oerip Soemohardjo. Pengunjung dapat menikmati perjuangan yang dilakukan oleh Jenderal Oerip pada masa lalu.
Hal lain yang tak kalah menarik minat pengunjung adalah ruang koleksi Jenderal Soedirman. Di sini, terdapat tandu yang membawa Jenderal Soedirman ketika bergerilya. Hal ini dikarenakan, sangat nyaman dalam kondisi, demi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Koleksi diorama pun sangat lengkap, menggambarkan sejarah perjuangan TNI mempertahankan kemerdekaan. Pertempuran terkenal dalam sejarah pun tak luput ditampakkan dalam diorama. Mulai dari Pertempuran Lima Hari di Semarang, Bandung Lautan Api, Pertempuran Bogor, dan lainnya.
Koleksi Kendaraan Tempur Militer
Di luar museum pun terdapat area pamer. Kebanyakan adalah senjata yang berukuran besar dan kendaraan yang digunakan dalam perang. Seperti pesawat tempur dan tank, yang pengunjung dapat berfoto bahkan naik kendaraan tersebut.
Ada Taman Dirgantara, yang dapat menjadi objek pengenalan perjuangan para penerbang di medan perang. Salah satunya adalah pesawat Cureng yang dikemudikan oleh Suharmoko Harbani. Suharmoko Harbani berhasil mengebom markas Belanda di Semarang, Salatiga, dan Ambarawa, dengan pesawat Cureng.
Kebanyakan kendaraan perang ini sudah tidak digunakan lagi. Sehingga pengunjung juga dapat menaiki kendaraan ini dengan bebas. Terutama anak – anak yang senang menaiki kendaraan perang ini.
Fasilitas Museum
Fasilitas Museum Satria Mandala, khusunya di area sekitar museum telah dilengkapi dengan musala, serta toilet untuk memberi kenyamanan pengunjung. Beberapa warung dan penjual makanan juga tersedia. Ada juga toko suvenir yang menjual berbagai suvenir untuk dibeli sebagai buah tangan
Sejarah TNI dan Museum
Sejarah TNI berawal dari hasil rapat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang memutuskan untuk membentuk tiga badan sebagai wadah penyaluran potensi perjuangan rakyat, yaitu Komite Nasional Indonesia (KNI), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Badan Keamanan Rakyat (BKR).
Tidak lama setelah pembubaran tentara binaan Jepang, PETA dan Heiho, BKR membuka kesempatan untuk bergabung, termasuk kepada mantan KNIL (tentara Belanda) serta pemuda-pemuda dari berbagai organisasi kepemudaan dan kelaskaran.
Saat itu tugas BKR tidak terfokus pada penjagaan keamanan tetapi juga membantu keluarga korban perang dibawah koordinasi KNI yang memiliki cabang di berbagai daerah. Komunikasi yang sulit masa itu mengakibatkan tidak semua daerah mengetahui adanya pidato presiden yang menghimbau agar para pemuda bergabung dalam satu wadah BKR.
Pada masa mempertahankan kemerdekaan, banyak rakyat yang membentuk laskar perjuangan sendiri-sendiri hingga tidak jarang mengakibatkan kesalahpahaman antara TRI dan badan perjuangan bentukan rakyat.
Presiden Republik Indonesia pada tanggal 15 Mei 1947 kemudian mengeluarkan penetapan tentang penyatuan TRI dengan badan dan laskar perjuangan menjadi satu organisasi tentara. Akhirnya melalui Keputusan Presiden tanggal 3 Juni 1947 yang dimuat dalam Berita Negara Tahun 1947 No.24 TRI diubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Pucuk pimpinan dipegang oleh Panglima Besar Angkatan Perang Jenderal Soedirman. Pembentukan Republik Indonesia Serikat sebagai hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) pada bulan Desember 1949 memaksa perubahan nama TNI menjadi APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat), yang merupakan gabungan antara TNI dan KNIL.
Setelah RIS dibubarkan pada tanggal 17 Agustus 1950 dan Indonesia kembali menjadi negara kesatuan, APRIS berganti nama menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI). Pada tahun 1962 kemudian diubah menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Terjadinya perubahan situasi dan politik di Indonesia pada tahun 1998 kemudian berimbas terhadap keberadaan ABRI. Tanggal 1 April 1999 TNI dan Polri secara resmi dipisahkan menjadi institusi yang berdiri sendiri.
Artikel ini bersumber dari www.viva.co.id.