Laporan Wartawan Tribunnews, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Musyawarah Nasional (Munas) yang dilakukan oleh para tokoh-tokoh Islam di Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (31/7/2022), melahirkan Inisiatif Emas atau i-Emas.
I-Emas lahir dari adanya dorongan organisasi dan komunitas yang peduli pemberdayaan umat dan melihat masjid maupun rumah ibadah berperan strategis untuk pembangunan ekonomi.
Munas i-Emas yang pertama mengangkat tema besar “Ekonomi Masjid untuk Indonesia Maju”, dihadiri oleh ratusan umat Islam.
Baca juga: Ekonomi Eropa Tumbuh 0,7 Persen pada Kuartal Kedua di Tengah Krisis Energi dan Inflasi
M. Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang, menyampaikan sudah saatnya masjid bergerak menjadi wadah generasi tua-muda melakukan pertemuan yang memiliki potensi.
“Indonesia merupakan negara dengan umat Islam terbesar, masjid dan musholla terbanyak, hingga 800.000 tempat, kelas menengah Indonesia juga pertumbuhanya tertinggi,” tutur Zainul, Minggu (31/8/2022).
Profesor Jimly Asshiddiqie, menambahkan ekonomi menyangkut soal subjek yang inklusif, berbeda dengan politik yanv memecah belah, ekonomi justru merupakan kolaborasi.
“Maka kalau anda bikin produk, masa hanya untuk orang Islam. Bikin produk untuk semua orang, siapa saja bisa beli. Ciri ekonomi masjid itu satu adalah ekonomi sekitar masjid, kedua adalah ekonomi umat harus dibenahi jangan ketinggalan, ketiga adalah ekonomi bangsa. Jadi ini semangatnya berasal dari orang Islam untuk masjid, kemudian digunakan untuk kepentingan masyarakat luas, seperti tetangga masjid yang mungkin non Islam itu harus juga kita layani,” jelas Jimly.
Baca juga: Stafsus Menkumham Sosialisasikan Manfaat Sertifikat Kekayaan Intelektual untuk Ekonomi Kreatif
Jimly menyebut, jika masjid di Indonesia saat ini berjumlah 1 juta dan masing-masing bergerak ekonominya, kesejahteraan masyarakat sekitar pasti akan terbantu.
“Seandainya masing-masing masjid dari 1 juta masjid di seluruh Indonesia itu bergerak 10 persen saja, itu sudah ada 100.000 masjid yang bisa menjadi pelaku ekonomi di lingkungannya. Ini akan menjadi gerakan ekonomi yang besar, tetapi syaratnya jangan jamaah masjidnya saja. Harus inklusif, untuk semua orang, masyarakat sekitar harus dilayani termasuk yang non muslim,” terangnya.
Lebih jauh, ekonomi masjid menurut Jimly bisa dibentuk dari gerakan semacam koperasi simpan pinjam hingga menyalurkan modal usaha.
“Misalnya seperti koperasi untuk simpan pinjam, kredit modal usaha atau bisa juga koperasi pangan. Misal kalau terjadi krisis pangan masjid ini bisa menopang supaya aman persediaan pangan di seluruh daerah yang ada masjidnya. Untuk mendorongnya ini perlu dibicarakan teknisnya. Saya rasa dengan teknologi digital seperti saat ini bisa dilakukan,” ucap Jimly.
I-Emas dihadiri oleh para tokoh Islam, pemerhati ekonomi syariah dan para penggerak inisiatif masjid. Mereka adalah Prof. Nasaruddin Umar, Dr. TGB Muhammad Zainul Majdi, Lc., M.A., Prof. Dr. H. Jimly Asshiddiqie, S.H. M.H., drg. M. Arief Rosyid Hasan M.KM, Bob Tyasika Ananta, Assoc. Prof. Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc, CFP, IFP, dr. M. Atras Mafazi, M.M, H. Daud Poliraja, Tito Maulana, M. Rifki Farabi, Sutan Emir. Munas Inisiatif EMAS juga diramaikan influencers muda, yakni Taqy Malik dan Syakir Daulay.
Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.