Penjabat Kepala Desa Administratif Rukun Jaya, Kecamatan Bula Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku Muhammad Rasmi Sulla sebagai terdakwa kasus korupsi dana desa dan alokasi dana desa tahun 2019 divonis hukuman penjara selama empat tahun.
Tindakan Rasmi Sulla disebut merugikan negara hingga Rp721,17 juta.
“Menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melanggar pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jenny Tulak SH, pada sidang di Ambon, seperti dikutip Antara, Rabu (14/9).
Majelis hakim juga menghukum terdakwa untuk membayar denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan dan uang pengganti sebesar Rp721,17 juta subsider dua tahun penjara.
Hal yang memberatkan terdakwa adalah tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sementara itu, hal yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan, belum pernah dihukum, serta memiliki tanggung jawab sebagai kepala keluarga.
Putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Seram Bagian Timur Rido Sampe yang menuntut terdakwa dengan hukuman selama lima tahun dan enam bulan penjara.
Dalam persidangan itu terungkap bahwa Desa/Negeri Administratif Rukun Jaya pada 2019 mendapatkan alokasi dana desa sebesar Rp980 juta untuk membangun sejumlah fasilitas, seperti pembuatan sumur dan bak penampung air bersih. Kendati demikian, pengerjaan proyek itu tidak kelar karena tidak ada saluran pipa ke rumah-rumah warga.
Kemudian, ada sejumlah kegiatan lain, seperti pengadaan lampu jalan tenaga surga sebanyak 10 unit, pemasangan instalasi listrik pada 10 unit rumah warga dan pengadaan gerobak bakso untuk program pemberdayaan warga juga tidak berjalan.
Muhammad Rasmi Sulla adalah seorang aparatur sipil negara pada Dinas PUPR Kabupaten Seram Bagian Timur sejak Oktober 2018 hingga April 2020.
“Dia menggunakan ADD (alokasi dana desa) dan DD (dana desa) tahun 2019 yang tidak didukung bukti-bukti pertanggungjawaban, tidak ada realisasi kegiatan/pengadaan barang, atau ada barang yang terealisasi, namun nilainya tidak sesuai realisasi harga,” ujar Jaksa Penuntut Umum.
(Antara/sfr)
[Gambas:Video CNN]
Artikel ini bersumber dari www.cnnindonesia.com.