Bisnis  

KLHK telusuri aliran uang PMA pelebur tembaga ilegal di Banten

Warga Sipil – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan penelusuran aliran keuangan atau follow the money perusahaan pelebur tembaga PT XLI yang telah melalukan pencemaran lingkungan di Serang, Banten.

“Kami melakukan penelusuran aliran keuangan untuk mendalami dan mendapatkan tersangka-tersangka lain,” kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum dan Lingkungan KLHK Rasio Ridho Sani dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.

PT Xingye Logam Indonesia (XLI) merupakan sebuah perusahaan industri peleburan logam tembaga untuk dijadikan ingot atau aluminium batangan dengan status Penanaman Modal Asing (PMA).

Perusahaan itu berlokasi di Kawasan Industri Modern Cikande, Jalan Modern Industri VI Blok P.1 B, Desa Cijeruk, Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang, Provinsi Banten.

Berdasarkan hasil pengumpulan bahan dan keterangan, KLHK menemukan aktivitas pembuangan limbah tembaga. Bahan baku perusahaan diduga limbah antara lain copper ash, copper zinc sulfide, dan limbah lainnya.

Limbah itu diimpor dari Madagaskar, Korea, Singapura, Jerman, Malaysia, hingga Amerika Serikat.

Rasio memerintahkan penyidik untuk melakukan pengembangan penyidikan tindak pidana pencucian uang terhadap kasus tersebut.

Menurutnya, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) telah memiliki kewenangan menyidik tindak pidana pencucian uang sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2021.

“Pengembangan penyidikan ini penting untuk memutus rantai kejahatan PT XLI, termasuk menelusuri asal limbah yang digunakan oleh perusahaan baik yang berasal dari dalam negeri, seperti hasil pembakaran limbah B3 ilegal dari Tegal Angus, maupun limbah B3 yang berasal dari luar negeri,” kata Rasio.

KLHK telah menetapkan Direktur Utama PT XLI berinisial BSS (47 tahun) sebagai tersangka perorangan dan PT XLI sebagai tersangka korporasi atas kasus pencemaran lingkungan dan impor limbah B3 secara ilegal.

Rasio menegaskan BSS diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar. Sedangkan, PT XLI mendapatkan pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan pemulihan lingkungan.

“Penindakan ini penting untuk menyelamatkan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Masyarakat berhak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat,” pungkasnya.