SEJAK Jumat (15/7) menjelang tengah malam, jemaah haji Indonesia berangsur tiba di tanah air. Diawali kloter 1 embarkasi Solo yang mendarat di Bandara Adi Soemarmo, lalu diikuti kloter-kloter lain di 13 embarkasi seluruh Indonesia.
Pemulangan seluruh jemaah haji dari Tanah Suci dijadwalkan tuntas pada 14 Agustus 2022.
Kebahagiaan terpancar dari wajah para duyufurrahman yang baru kembali dari melaksanakan ritual rukun Islam kelima. Sejak di Tanah Suci, sejumlah jemaah Indonesia mengungkapkan kelegaan akhirnya bisa menunaikan ibadah haji. Belasan tahun mereka menunggu. Termasuk dua tahun dalam ketidakpastian lantaran pandemi Covid-19.
Kesabaran menunggu para jemaah haji tersebut terbayar dengan momentum yang jarang terjadi: haji akbar. Yaitu, saat wukuf di Padang Arafah sebagai inti ibadah haji bertepatan dengan hari Jumat.
Ibadah haji 1443 Hijriah/2022 M memiliki dinamika yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Kepastian kuota jemaah dari pemerintah Arab Saudi yang baru keluar medio April berdampak pada pendeknya masa persiapan. Praktis, Kementerian Agama hanya punya waktu 37 hari sebelum pemberangkatan kloter perdana.
Tidak adanya pemberangkatan jemaah haji selama dua tahun juga mengharuskan pemerintah me-review kembali fasilitas yang disiapkan untuk jemaah.
Persoalan belum berhenti di situ. Pertengahan Mei, pemerintah Saudi menetapkan kenaikan biaya layanan masyair, yaitu di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Nilainya SAR 5.656,87 atau setara Rp 21,76 juta per jemaah. Imbasnya, pemerintah Indonesia harus menyiapkan tambahan biaya mencapai Rp 1,5 triliun. Angka fantastis yang sempat membuat puyeng.
Semua akhirnya beres. Jemaah Indonesia bisa berangkat. Di tengah persiapan yang serba mendadak, testimoni yang muncul dari sebagian jemaah cukup melegakan. Rata-rata menyatakan puas meski tidak ada yang absolut 100 persen. Satu-dua masalah tetap muncul di lapangan.
Tahun ini fasilitas layanan untuk jemaah bertambah. Jatah makan, misalnya, dari sebelumnya 2 kali menjadi 3 kali sehari. Termasuk ketika fase lontar jumrah di Mina. Namun, ketika sebagian jemaah yang memilih nafar awal dan kembali ke hotel lebih cepat tidak mendapatkan konsumsi, mereka protes. Padahal, jatah makan memang diberikan di Mina. Hal itu menunjukkan masih adanya problem sosialisasi.
Fasilitas bagi jemaah saat wukuf di Arafah juga berbeda dengan sebelumnya. Tahun ini ada kasur di setiap tenda jemaah. AC-nya pun berkapasitas besar. Tapi, dengan kenaikan biaya masyair yang mencapai Rp 21,76 juta per jemaah, sudah selayaknya pemerintah menegosiasikan ulang fasilitas yang lebih sebanding dengan peningkatan harga.
Secara umum, patut disyukuri ibadah haji 2022 bisa berjalan dengan lancar. Tidak ada lonjakan kasus Covid-19.
Sejumlah pengetatan seperti syarat vaksinasi dan batasan usia untuk berhaji meminimalkan risiko dampak fatal gangguan kesehatan. Terbukti, hingga 17 Juli 2022 atau operasional ibadah haji hari ke-44, jemaah haji Indonesia yang wafat berjumlah 59 orang. Kebanyakan disebabkan gangguan kardiovaskular.
Dibandingkan tiga penyelenggaraan ibadah haji sebelumnya (2017–2019), jumlah jemaah haji wafat turun drastis.
Situasinya jelas akan berbeda tahun depan. Arab Saudi sudah memberikan sinyal penambahan kuota. Bahkan, akan ada kuota khusus bagi jemaah kategori lansia. Kabar gembira bagi calon jemaah yang tahun ini gagal berangkat karena usianya di atas 65 tahun. Di sisi lain, itu bakal menjadi tantangan pemerintah untuk melakukan mitigasi terhadap calon jemaah kategori risiko tinggi.
Masih banyak pekerjaan rumah pemerintah agar bisa memberikan pelayanan yang lebih maksimal kepada jemaah pada musim haji di tahun-tahun mendatang. (*)
Artikel ini bersumber dari www.jawapos.com.