Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK – Nilai dolar AS jatuh pada akhir perdagangan Rabu (10/8/2022), menyusul rilisnya data inflasi Amerika Serikat (AS) bulan Juli yang lebih rendah dari perkiraan, sehingga meningkatkan ekspektasi siklus kenaikan suku bunga Federal Reserve AS (The Fed) yang kurang agresif daripada yang diantisipasi sebelumnya.
Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap mata uang utama lainnya, turun 1,025 persen menuju 105,26 pada perdagangan Rabu pukul 19.15 GMT (02.00 WIB).
Dikutip dari Reuters, indeks harga konsumen (CPI) AS di bulan Juli mencapai 8,5 persen, turun dari kenaikan sebesar 9,1 persen di bulan Juni yang merupakan rekor tertinggi dalam empat dekade, karena bensin diperdagangkan lebih rendah.
Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan CPI bulanan akan naik 0,2 persen, menyusul turunnya harga bensin sebesar 20 persen.
“Ini adalah kabar baik bagi pedagang FX, karena ini adalah reaksi yang cukup jelas dan Anda mungkin akan melihat bahwa masih ada beberapa tindak lanjut,” kata analis pasar senior di perusahaan valuta asing OANDA, Edward Moya.
Dolar merosot ke level 132,97 yen, dengan greenback turun sebentar sebanyak 2,3 persen terhadap mata uang Jepang, yang menjadi penurunan terbesar sejak Maret 2020.
Baca juga: Kamis Pagi Rupiah Perkasa Terhadap Dolar AS, Tembus ke Level Rp14.815
“Dalam latar belakang di mana pasar menjadi lebih puas dengan harga FF (Fed fund), hari-hari terburuk yen tampaknya telah berakhir. Kisaran luas 130-135 mungkin merupakan normal baru,” kata seorang analis dari TD Securities.
Euro naik 0,83 persen menjadi 1,0297 dolar AS, sementara poundsterling naik 1,16 persen menjadi 1,22145 dolar AS, menjadi kinerja harian terbaik kedua mata uang ini sejak pertengahan Juni lalu.
Sedangkan Dolar Australia naik 1,74 persen menjadi 0,7083 dolar AS. Mata uang kripto Bitcoin, naik 2,1 persen menuju ke level 23,651 ribu dolar AS.
The Fed telah mengisyaratkan, beberapa penurunan bulanan dalam pertumbuhan CPI diperlukan, sebelum kembali memperketat kebijakan moneternya secara agresif, yang telah dilakukan The Fed untuk memerangi inflasi.
Baca juga: Rabu Pagi Rupiah Melemah Terhadap Dolar AS, Turun ke Level Rp14.867
Namun setelah rilisnya data inflasi AS bulan Juli pada Rabu kemarin, pedagang kontrak berjangka memangkas taruhan kenaikan suku bunga The Fed dari 75 basis poin menjadi 50 basis poin di bulan September mendatang.
“Apa yang Anda lihat adalah pasar menikmati kemungkinan Fed bergerak ke arah sikap yang kurang hawkish, bukan dovish, tetapi sedikit kurang hawkish,” kata kepala strategi global di LPL Financial, Quincy Krosby.
Presiden The Fed Minneapolis, Neel Kashkari mengatakan meskipun inflasi melambat di bulan Juli, ini jauh dari kemenangan sehingga The Fed perlu untuk menaikkan suku bunga jauh lebih tinggi dari saat ini.
Presiden The Fed Chicago Charles Evans memberi pernyataan serupa bahwa inflasi masih tinggi, sehingga The Fed kemungkinan akan menaikkan suku bunga dari 3,25 persen hingga 3,50 persen tahun ini menjadi 3,75 persen hingga 4,00 persen pada akhir tahun depan.
Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.