Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Banjir informasi di internet, khususnya media sosial membuat orang enggan memeriksa lebih jauh mengenai kebenarannya atau memverifikasi.
Mereka secara mudah turut menyebarkan informasi yang salah ataupun kabar bohong.
Hal ini mengemuka dalam webinar bertema Ayo Lawan Hoaks di Media Sosial yang menghadirkan Sekretaris Mafindo Surabaya Raya, Diana Dewi Damayanti, pengajar tetap vokasi Universitas Indonesia, Devie Rahmawati; dan konsultan digital marketing dan TI, Dedi Priansyah.
Dewi Damayanti menyampaikan, di era banjir informasi seperti sekarang ini, kabar bohong atau hoaks memiliki bentuk yang beragam, seperti tulisan, gambar/foto, dan video.
Ia menyarankan, apabila kita ragu atas sebuah informasi, bisa memeriksa kebenarannya lewat beberapa kanal, yaitu situs turnbackhoax.id; kominfo.go.id; atau di chatbot Mafindo di nomor 085921600500.
“Agar kita terhindar dari kabar bohong, literasi digital harus ditingkatkan,” katanya.
Pemerintah, kata dia sudah menyediakan banyak sekali fasilitas terkait bagaimana cara meningkatkan literasi digital tersebut, salah satunya bisa diakses di literasidigital.id.
“Terakhir, saya mau mengingatkan prinsip untuk posting yang penting, bukan yang penting posting,” pungkas Dewi.
Devie Rahmawati menuturkan, ada beberapa sebab seseorang turut menyebarkan berita bohong tanpa mengecek kebenarannya.
Baca juga: Cegah Generasi Muda Terpapar Hoax Perusahaan Properti Ini Kenalkan Copywriting
Salah satunya adalah individu tersebut terdorong untuk menunjukkan dirinya sebagai sosok yang mengikuti perkembangan informasi atau merasa berpengetahuan luas.
Sementara medium ampuh yang kerap berkontribusi menyebarkan hoaks adalah media sosial lantaran banyak orang mengakses informasi lewat media sosial.
Dedi Priansyah mencermati, orang yang gemar menyebarkan hoaks memiliki ciri suka berbagi, namun malas membaca; terlalu cemas terancam bahaya; paling update ingin mendapat pengakuan; dan terlalu banyak mengakses media sosial secara berlebihan.
Selain itu, psikolog menyatakan, ada efek yang ditimbulkan jika seseorang terus-menerus terpapar hoaks. Salah satunya adalah ia akan semakin malas menyaring berita dan mudah mempercayai sesuatu tanpa menguji kebenarannya.
“Oleh karena itu, dibutuhkan etika digital yang memiliki kesadaran bahwa teknologi adalah sarana untuk menjangkau ilmu pengetahuan yang lebih luas, sebagai sebuah bentuk kemajuan, yang pada ujungnya adalah untuk mengangkat derajat manusia, bukan sebaliknya,” kata Dedi.
Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.