Bank Dunia mengatakan bahwa Sri Lanka harus melakukan reformasi dengan membentuk pemerintahan yang fokus pada stabilisasi ekonomi terlebih dahulu sebelum pihaknya bersedia menawarkan bantuan finansial
WASHINGTON, JITUNEWS.COM – Bank Dunia, pada Jumat (29/7) menyatakan bahwa pihaknya tidak berencana menawarkan bantuan finansial baru kepada Sri Lanka, hingga negara berpenduduk 22 juta jiwa itu memiliki kerangka kebijakan ekonomi makro yang memadai.
Lembaga yang dipimpin AS itu mengatakan bahwa negara kepulauan di Samudra Hindia itu membutuhkan “reformasi struktural mendalam yang fokus pada stabilisasi ekonomi” dan mengatasi akar penyebab krisis, yang telah membuat jutaan warganya berada di ambang krisis kelaparan.
Meski demikian, Bank Dunia masih setuju untuk memberikan tambahan pinjaman bagi Sri Lanka.
Belanda Paksakan Diri untuk Terus Kirim Bantuan Senjata kepada Ukraina
“Untuk membantu meringankan kekurangan parah barang-barang penting seperti obat-obatan, gas memasak, pupuk, makanan untuk anak-anak sekolah dan bantuan tunai untuk rumah tangga miskin dan rentan, kami menggunakan kembali sumber daya di bawah pinjaman yang ada dalam portofolio kami,” kata Bank Dunia, dikutip Sputniknews.
“Hampir $ 160 juta dana telah dicairkan untuk memenuhi kebutuhan mendesak barang-barang penting,” tambahnya.
Sehari sebelumnya, kepala Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) Samantha Power mengatakan bahwa Sri Lanka bangkrut karena terjerat hutang China, yang memiliki bunga yang lebih tinggi dibanding lembaga pemberi pinjaman lainnya.
“Kesepakatan pinjaman buram China dengan tingkat bunga yang lebih tinggi daripada pemberi pinjaman lain adalah pemicu krisis yang saat ini terjadi di Sri Lanka,” katanya.
Menanggapi hal itu, Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan bahwa kerja sama praktis antara China-Sri Lanka selalu mengikuti prinsip yang dipimpin Sri Lanka. Ia balik menuduh kebijakan sanksi yang diberlakukan oleh AS dan negara barat terhadap Rusia-lah yang membuat harga bahan pangan global meningkat dan memperburuk kondisi perekonomian negara-negara berkembang, termasuk Sri Lanka.
“Sanksi sepihak AS dan hambatan tarif telah merusak keamanan pasokan global dan rantai industri, dan memperburuk lonjakan harga energi, makanan, dan komoditas curah lainnya,” kata Lijian.
“Apa yang telah dilakukannya untuk pembangunan berkelanjutan negara-negara berkembang seperti Sri Lanka? Apa kerugian yang ditimbulkan oleh kebijakan ekonomi, keuangan, dan luar negeri sepihak AS ke negara lain?
Hanya Rugikan Uni Eropa, PM Austria Sebut Embargo Gas Rusia Mustahil Dilakukan
Artikel ini bersumber dari www.jitunews.com.