Enam ABK Asal Indonesia Telah Tersandera di Kapal Selama 7 Bulan

Enam ABK Asal Indonesia Telah Tersandera di Kapal Selama 7 Bulan

Enam ABK Asal Indonesia Telah Tersandera di Kapal Selama 7 Bulan

Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (5/8) menjelaskan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Manila, Filipina, sudah menangani kasus enam warga negara Indonesia yang tersandera di atas kapal MV Sky Fortune sejak Maret lalu.

Dia menambahkan keenam anak buah kapal (ABK) dari Indonesia itu tinggal berbulan-bulan di atas kapal dan tidak dibayar gajinya.

“Langkah-langkah yang sudah dilakukan oleh KBRI Manila sejak Maret lalu adalah meminta otoritas Filipina untuk segera merepatriasi ABK kita. Kemudian kita meminta bantuan perawatan untuk salah satu ABK kita yang sakit, dan dukungan logistik,” kata Judha.

Selain itu, lanjut Judha, KBRI Manila juga sudah menemui keenam ABK tersebut dan berkomunikasi dengan pihak keluarga di Indonesia untuk memberitahu perkembangan penanganan kasus mereka. KBRI Manila juga terus berkoordinasi dengan pihak berwenang Filipina untuk mempercepat proses pemulangan keenam kru kapal asal Indonesia itu.

Dia mengakui keenam ABK Indonesia tersebut dipekerjakan secara ilegal, bukan melalui agen resmi. Mereka dinaikkan ke kapal MV Sky Fortune di tengah laut perairan Batam, Kepulauan Riau. Mereka ditahan di atas kapal sebagai tuntutan ganti rugi oleh pemilik kapal karena sebagian muatan beras rusak. Masalah lainnya, kapal MV Sky Fortune berada di Tabaco yang bukan merupakan wilayah yang ditetapkan sebagai lokasi pergantian kru kapal.

Hingga 2 Agustus lalu, menurut Judha, otoritas Filipina telah memberitahu KBRI Manila bahwa mereka tengah mencari lokasi untuk memungkinkan proses pergantian kru, pengisian pasokan logistik dan penanganan kesehatan ABK dari Indonesia.

Koordinator Bantuan Hukum Migrant Care Nurharsono mengatakan pandemi COVID-19 telah membuat banyak orang menganggur sehingga kurang waspada terhadap tawaran-tawaran kerja yang disebarluaskan secara daring atau luring. Pengawasan yang minim lanjutnya juga menyebabkan banyak tenaga kerja Indonesia direkrut melalui proses illegal.

“Pengawasan minim, kemudian juga kebijakannya tumpang tindih dari beberapa kementerian sehingga memang agak menyulitkan. Ditambah kagi ketidakjelasan. Misalnya kalau tidak ada agen, mereka tidak ada kontrak kerja. Misalkan ada kontrak kerja, kontrak kerjanya tidak memihak, artinya gajinya murah hanya U150- hingga 250 dolar AS ,” ujar Nur.

Nurharsono menegaskan pemerintah Indonesia bisa menuntut pertanggungjawaban pemilik kapal untuk segera melunasi hak-hak keenam ABK dari Indonesia tersebut. Dia menilai KBRI Manila lambat menangani kasus mereka karena sudah tujuh bulan mereka belum berhasil dipulangkan ke Indonesia.

Untuk mencegah kasus pekerja migran Indonesia di luar negeri bermasalah, Nur menyarankan pemerintah memperkuat pengawasan di semua lini, termasuk daerah-daerah basis perekrutan. Kemudian memaksimalkan sosialisasi bagaimana prosedur yang benar untuk bekerja di luar negeri.

Kasus penyanderaan enam ABK asal Indonesia di kapal MV Sky Fortune itu terungkap setelah anak dari salah satu ABK tersebut bercerita melalui Twitter Rabu lalu. Individu yang diidentifikasi sebagai seseorang bernama Mei dan menggunakan akun @maimeichil itu meminta bantuan agar ayahnya dan kelima teman ayahnya yang disandera di atas kapal selama tujuh bulan dan tidak digaji bisa segera dilepaskan.

Mei menjelaskan mereka sudah di kapal itu sejak Januari lalu dengan kondisi kapal sudah tidak layak Para awaknya kekurangan air bersih, makan seadanya, dan belum digaji. Para awak itu dan keluarga mereka sebenarnya sudah melapor ke KBRI Manila.

Menurut Mei, ayahnya dan kelima temannya bergabung menjadi ABK di kapal MV Sky Fortune sejak 5 Januari 2022. Namun pada 19 Januari, kapal itu menabrak terumbu karang sehingga bocor sehingga sebagian muatan beras yang ada di kapal tersebut terendam air.

Dia menambahkan pemilik kapal menyalahkan semua kru Indonesia karena kapten kapal berasal dari Indonesia. Mulanya mereka dijanjikan akan dibayar gajinya dan dipulangkan setelah selesai bongkar muat kargo beras, tapi komitmen itu dilanggar.
Sebelas ABK lainnya yang diketahui berasal dari Filipina, Myanmar, dan China dilaporkan menerima gaji. [fw/ab]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.