Warga Sipil – Konsorsium Bentang Alam yang terdiri atas Kanopi Hijau Indonesia, Lingkar Inisiatif Indonesia dan Genesis Bengkulu memperingati Hari Gajah Sedunia 2023 dengan menggelar sejumlah kegiatan di Desa Suka Baru Kecamatan Marga Sakti Sebelat, Kabupaten Bengkulu Utara.
Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan Kanopi Hijau Indonesia, Erin Dwiyanda dalam keterangandi Mukomuko, Ahad menyampaikan kegiatan dikemas dalam sarasehan, aksi teatrikal, traktir gajah dan hiburan.
Peringatan Hari Gajah Sedunia ini dihadiri oleh mahasiswa, pegiat lingkungan dan komunitas dari berbagai daerah di Provinsi Bengkulu, yang mengambil tema “Sekarang atau Tidak Sama Sekali, Bentang Seblat untuk Masa Depan”.
“Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan dukungan dan partisipasi publik dalam menyelamatkan Bentang Alam Seblat yang merupakan habitat alami gajah Sumatera tersisa di Provinsi Bengkulu dari ancaman kegiatan industri ekstraktif dan tindakan destruktif lainnya,” katanya
Ia menambahkan kegiatan ini merupakan salah satu bentuk ungkapan kekhawatiran terhadap kondisi kawasan Bentang Alam Seblat yang merupakan habitat gajah tersisa semakin hari semakin porak-poranda. Ancaman lain adalah penerbitan izin tambang batu bara PT Inmas Abadi di habitat gajah di Bentang Seblat.
“Penggunaan lahan tanpa izin seperti pembalakan dan perambahan serta rencana pertambangan batubara PT Inmas Abadi merupakan ancaman yang nyata bagi bentang seblat dan populasi gajah yang tersisa” katanya.
Berdasarkan data Konsorsium Bentang Alam Seblat, kata ErinDwiyanda, dalam kurun waktu setahun terakhir, setidaknya 115 titik aktivitas ilegal berupa pembalakan dan perambahan terjadi di Bentang Alam Seblat.
Pada Februari 2023 tim patroli kolaboratif menemukan satu unit alat berat jenis ekskavator merk CAT di Hutan Produksi (HP) Air Teramang yang digunakan untuk membuat terasering.
Di sekitar lokasi temuan ini ratusan hektare hutan telah menjadi kebun kelapa sawit serta pada bulan September 2022 lalu ditemukan seekor gajah di HP Air Rami yang menggunakan GPS Colar mati dengan indikasi gajah terkena infeksi dengan bukti adanya lubang di bagian telapak kaki dan pergerakan terakhir gajah berada di sekitar PT Alno Agro Utama.
Penanggungjawab Konsorsium Bentang Alam Seblat Ali Akbar menyatakan, aktivitas ilegal ini merupakan salah satu dampak dari tidak ada ketersediaan lahan untuk petani dan situasi ini dimanfaatkan oleh sekelompok orang yang menjadikan petani sebagai tameng dari aktivitas ilegal yang dilakukan.
“Informasi lapangan yang didapatkan oleh konsorsium ada aktor elit yang memiliki lahan di dalam kawasan hutan, mulai dari tingkat lokal seperti kepala desa, oknum aparat penegak hukum, legislatif dan eksekutif di lingkaran Kabupaten Mukomuko dan Bengkulu Utara,” katanya.
Ia juga menegaskan dari situasi ini perlu ditegaskan kepada BKSDA Bengkulu untuk melakukan pengetatan pengawasan terhadap populasi gajah tersisa dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bengkulu mulai menjalankan agenda penegakan hukum dari temuan konsorsium yang sudah dilaporkan untuk memastikan tidak ada pembukaan lahan baru di dalam kawasan hutan.
“Kami menyatakan bahwa garda terdepan penyelamatan satwa dan habitatnya berada di tangan komunitas, sebagai penjamin keseimbangan ekologis. Peran aktif komunitas untuk melaporkan kejahatan kehutanan dan satwa menjadi hak yang penting untuk dilaksanakan” demikian Ali Akbar.