Warga Sipil – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Aceh menilai pembatasan usaha warung kopi, kafe sejenisnya di Aceh dapat mengganggu pendapatan atau perekonomian masyarakat pelaku usaha di Aceh.
“Mengurangi pendapatan para pelaku usaha kafe, dan sebagai daerah tujuan wisata, maka tempat-tempat kuliner sangat dibutuhkan,” kata Wakil Ketua Bidang Investasi Kadin Aceh Taf Haikal, di Banda Aceh, Kamis.
Sebelumnya, Penjabat Gubernur Aceh Achmad Marzuki telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 451/11286 tentang Penguatan dan Peningkatan Pelaksanaan Syariat Islam Bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Masyarakat secara umum di Aceh.
Salah satu poin dalam SE tersebut, yakni membatasi usaha warung kopi dan sejenisnya di Aceh, agar tidak membuka usaha melewati pukul 00.00 WIB.
Taf Haikal menyampaikan, Kadin pada dasarnya sangat memahami imbauan tersebut, karena ada keinginan yang kuat dari Pj Gubernur untuk menegakkan syariat Islam di Aceh.
“Pada intinya Kadin Aceh sangat mendukung SE tersebut, tetapi harus juga dilihat dalam semua aspek, misalnya membatasi kafe buka sampai pukul 00.00 WIB, ini juga akan mengganggu pendapatan pelaku usaha,” ujarnya.
Menurut Taf Haikal, jika pembatasan waktu usaha warung kopi tersebut diberlakukan karena ada sejumlah kafe yang terindikasi melakukan pelanggaran, maka itu yang harus diberikan sanksi tegas.
“Jangan sampai ketidakmampuan pemerintah dalam melakukan pengawasan, harus ditanggung risikonya oleh semua pelaku usaha kafe,” katanya pula.
Dalam perspektif Kadin Aceh, kata Taf Haikal, sebenarnya yang harus digencarkan itu adalah pengawasan pemerintah selaku pemilik kewenangan kebijakan, aparatur, anggaran, tetapi sejauh ini belum dijalankan maksimal.
Padahal, pemerintah bisa langsung melakukan sosialisasi kepada para pemilik kafe untuk terlibat aktif melakukan pengawasan usaha milik mereka sendiri, sehingga jika ada indikasi pelanggaran dapat ditindak.
Taf Haikal menyarankan, sebagai sebuah daerah yang sedang memacu pertumbuhan pembangunan dari semua sisi, maka harus sangat hati-hati dalam membuat kebijakan, jangan justru melemahkan kemajuan itu sendiri.
Selain itu, kata Taf Haikal, selama membuat kebijakan yang berhubungan dengan usaha tersebut pihaknya juga tidak pernah dilibatkan atau diminta pandangannya.
Dia menambahkan, regulasi seperti itu justru bisa membuat kesan seolah-olah Aceh seperti daerah tidak aman atau tertutup.
“Ini bisa berdampak terhadap dunia usaha serta iklim investasi di Aceh yang sedang gencarnya dipromosikan Pemerintah Aceh sebagai daerah tujuan wisata dan investasi,” demikian Taf Haikal.