Warga Sipil – Ketika berbicara tentang pertambangan, banyak orang mungkin berpikir bahwa pertambangan adalah industri yang kotor, padat karya, dan berbahaya.
Namun, situasinya sangat berbeda di Huangshi, sebuah kota industri di China tengah, karena pertambangan di sini mengandalkan mesin nirawak, teknologi pemantauan jarak jauh, dan sistem koordinasi cerdas.
Mengenakan setelan jas biru dan kaos putih, Yuan Jianjun, seorang penambang dari Tambang Besi Daye (Daye Iron Mine), duduk di depan komputer di sebuah pusat komando yang luas.
Matanya terpaku pada sejumlah layar yang menampilkan berbagai gambar langsung dari mesin-mesin tambang bawah tanah dan data waktu nyata (real time) dari sensor yang ditempatkan di dalam tambang dan pada alat-alat tersebut.
Di masa lalu, Yuan harus melakukan pekerjaannya di tengah-tengah mesin yang menderu dan lingkungan yang sangat berdebu saat bekerja di bawah tanah.
“Dahulu itu adalah pekerjaan yang menantang, baik secara fisik maupun mental,” kenang Yuan.
Kondisi mulai berubah menjadi lebih baik pada 2021. Setelah menjalani pelatihan, penambang batu bara yang berusia pertengahan empat puluhan ini melanjutkan kariernya sebagai pekerja “kerah putih”.
Kini, ada mesin-mesin yang dikendalikan dari jarak jauh untuk mengumpulkan mineral yang dioperasikan dari lingkungan yang mirip kantor.
Penggunaan teknologi cerdas memungkinkan lokasi tambang tersebut untuk mengurangi jumlah orang yang bekerja di bawah tanah sekaligus meningkatkan tingkat produksi.
Efisiensi tenaga kerja meningkat lebih dari 50 persen, ungkap Tang Xiang, kepala pusat kendali cerdas di lokasi tambang besi itu.
Terletak di Kota Huangshi di Provinsi Hubei, Tambang Besi Daye hanya berjarak belasan kilometer dari Sungai Yangtze.
Dahulu, tambang ini merupakan tambang terbuka terbesar di Asia. Luas mulut lubang tambang itu setara 150 lapangan sepak bola standar, membentang lebih dari 1,08 juta meter persegi dengan kedalaman 444 meter.
Dari tahun 1960-an hingga 1980-an, Tambang Besi Daye mengalami perkembangan pesat, dengan lebih dari 10.000 pekerja yang memproduksi lebih dari 5 juta ton bijih besi per tahun.
Namun, setelah eksploitasi sumber daya selama puluhan tahun, Huangshi terdaftar sebagai kota yang kehabisan sumber daya pada 2009. Di tengah upaya kota itu merevitalisasi industri pertambangan, perusahaan-perusahaan lokal juga mulai menjajaki cara-cara untuk pertumbuhan yang berkelanjutan.
Transformasi digital merupakan salah satu langkah yang diadopsi oleh Tambang Besi Daye, karena memiliki potensi untuk membantu memangkas biaya dan meningkatkan keuntungan dengan merampingkan proses kerja serta memberikan wawasan data yang lebih besar untuk mendorong keputusan strategis.
Provinsi-provinsi kaya mineral, seperti Shanxi dan Shandong, juga mengadopsi praktik pertambangan cerdas
Dukungan teknologi juga turut mengurangi intensitas tenaga kerja dan meningkatkan keselamatan, sehingga memungkinkan semakin banyak pekerja tambang seperti Yuan memiliki lingkungan kerja yang lebih aman dan lebih sehat dibandingkan generasi-generasi sebelumnya.
“Pekerjaan ini menjadi lebih layak,” tutur Yuan.