Warga Sipil – Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson pada Minggu (30/7) mengatakan bahwa dia telah melakukan konsultasi yang intensif dengan Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen mengenai aksi pembakaran Al Quran yang terjadi di negara mereka.
Menurut Kristersson, Swedia sedang mengalami “situasi keamanan paling serius” sejak Perang Dunia II.
“Kami menyadari bahwa negara-negara dan para pelaku yang menyerupai seperti negara secara aktif mengeksploitasi situasi ini,” tambahnya.
Kristersson kembali menekankan pentingnya kebebasan berekspresi dan hak berdemonstrasi.
Namun, dia mengatakan situasi saat ini berbahaya sehingga perlu diambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memperkuat keamanan nasional negaranya.
“Di Swedia, kami telah mulai menganalisis situasi hukum – termasuk Undang-Undang Ketertiban Publik – dengan tujuan mengetahui langkah-langkah yang dapat memperkuat keamanan nasional kita dan keamanan warga Swedia di Swedia dan luar negeri,” katanya.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan telah melakukan panggilan telepon dengan Menlu Swedia Tobias Billstrom terkait pembakaran Al Quran di Swedia.
Fidan menekankan tindakan semacam itu, yang dilakukan dengan kedok kebebasan berekspresi adalah “tidak dapat diterima”.
Dia juga mendesak pemerintah Swedia untuk mengambil “langkah konkret” untuk mencegah serangan yang telah menimbulkan kecaman dari Muslim di dunia itu.
Imigran Irak di Swedia, Salwan Momika dan Salwan Najem, mendapat kecaman dari berbagai negara, terutama negara berpenduduk mayoritas Muslim, setelah membakar Al Quran di negara tersebut.
Keduanya telah mendapat izin untuk kembali melakukan aksinya di depan Parlemen Swedia pada 31 Juli.
Polisi mengatakan kedua pria itu juga telah meminta izin untuk membakar Al Quran di Masjid Fittja Ulu dan di depan Kedutaan Iran di Stockholm.
Pada 20 Juli, Momika menodai Al Quran dan bendera Irak di depan Kedutaan Irak di Stockholm dengan perlindungan polisi.
Badan Migrasi Swedia telah membuka penyelidikan terhadap Momika.
Pada 11 Juli, mereka mengajukan gugatan untuk mencabut izin tinggal dan izin kerja Momika serta mendeportasinya.
Badan Migrasi Swedia mengatakan Momika diberikan izin kerja dan izin tinggal pada 16 April 2021, dan akan berakhir pada 16 April 2024.
Menurut surat kabar Swedia, Expressen, badan migrasi mengajukan gugatan terhadap Momika karena dia diduga melakukan “kejahatan perang” selama berada di Irak.
Sumber: Anadolu