wargasipil.com – Video yang menampilkan Dalai Lama mencium bocah lelaki dan meminta lidahnya dihisap ramai dibicarakan warganet. Beberapa pendukung Dalai Lama mengatakan bahwa perilaku sang pemuka agama dapat dijelaskan dari sudut pandang masyarakat Tibet . Namun, benarkah ada budaya sapaan semacam itu?
Dalam permohonan maafnya atas kejadian tersebut, Dalai Lama tidak merujuk pada tradisi Tibet mana pun. Ia hanya mengatakan menyesali insiden itu dan secara terbuka meminta maaf kepada si anak dan keluarganya.
Beberapa aktivis Tibet berpendapat bahwa insiden itu adalah lelucon yang dilebih-lebihkan. Beberapa lainnya mengatakan bahwa Dalai Lama diserang karena menunjukkan cara berekspresi orang Tibet .
“Di kuil Dalai Lama , seorang anak bertanya apakah dia boleh memeluk Dalai Lama dan dia menjawab ya. Dia lalu meminta kecupan dan dengan bercanda berkata ‘kamu bisa menghisap lidahku’. Itu adalah bagian dari lelucon atau hanya permainan dengan anak itu, jadi jangan dibawa keluar konteks,” kata Dawa Tsering, anggota Parlemen Eksil Tibet yang berbasis di Dharamshala.
Aktivis Namdol Lhagyari berpendapat bahwa ekpresi emosi dan perilaku manusia selama ini didefinisikan dengan nilai yang kebarat-baratan.
“Membawa masuk narasi, kebiasaan, pengaruh sosial gender dan seksualitas budaya lain untuk menafsirkan cara berekspresi orang Tibet sangatlah tidak adil,” kata Lhagyari dalam cuitannya.
Menurut Institute of East Asian Studies dari Universitas California, menjulurkan lidah adalah bentuk hormat dan persetujuan yang digunakan sebagai sapaan dalam budaya tradisional Tibet . Referensi Barat dari perilaku ini dapat dilihat pada film Seven Years in Tibet , saat karakter Brad Pitt bertemu sekelompok anak yang menjulurkan lidah kepadanya.
Berdasarkan cerita rakyat Tibet , pada abad ke-9 ada seorang raja bernama Lang Darma yang terkenal keji dan berlidah hitam. Karena umat Buddha percaya akan reinkarnasi, orang-orang menjulurkan lidah untuk menunjukkan bahwa mereka bukanlah reinkarnasi dari raja tersebut dan tidak terkait dengan perbuatan jahatnya.
Meski begitu, tak ada cerita rakyat yang membahas soal bentuk sapaan dengan menghisap lidah .
Banyak pihak yang mengkritisi perilaku Dalai Lama dalam video viral tersebut. Beberapa menyebut tindakannya tidak pantas serta dapat disetarakan sebagai pelecehan anak.
Aktivis hak anak, Shola Mos-Shogbamimu mengatakan bahwa tidak selayaknya masyarakat menormalisasi pelecehan anak berkedok bercanda atau main-main.
“Ini bukan lelucon dan sangat tidak pantas menggunakan ‘kecupan mesra’ bersamaan dengan ‘hisap lidahku’. Kalau hanya pelukan tak masalah, tapi tidak dengan hal semacam ini. Jangan menormalisasi pelecehan anak, tak peduli seberapa pun terhormatnya Dalai Lama . Saya tidak setuju seorang anak menghisap lidah pria atau wanita dewasa mana pun,” ujarnya mengungkapkan ketidaksetujuan.
Nilanjana Bhowmick, seorang jurnalis dan komentator dari India juga berpendapat sama.
“Menjulurkan lidah dan meminta anak kecil untuk menghisap lidah adalah dua hal yang sangat berbeda!” katanya merujuk pada budaya menjulurkan lidah yang disebut umum di Tibet .***