Pernyataan Diskriminatif Pejabat Publik terhadap LGBT Dinilai Bisa Picu Persekusi

Pernyataan Diskriminatif Pejabat Publik terhadap LGBT Dinilai Bisa Picu Persekusi

Sejumlah pejabat publik mengeluarkan pernyataan diskriminatif terhadap kelompok LGBT. Salah satunya, Walikota Depok Mohammad Idris yang menyerukan masyarakat membuat gerakan penolakan terhadap LGBT. Menurutnya, kelompok LGBT tidak sesuai di Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama.

“Dalam HAM, LGBT dalam ranah privat merupakan hak setiap orang. Tapi dalam negara kita, ketika perilaku privat dibawa ke ranah komunitas dan mengganggu suasana sosial. Ini juga bagian dari HAM yang diakomodir dalam Undang-undang,” tutur Mohammad Idris saat membuka “Webinar Parenting Say No to LGBT”, Sabtu (30/7/2022).

Pernyataan Diskriminatif Pejabat Publik terhadap LGBT Dinilai Bisa Picu Persekusi

Wali Kota Depok Mohammad Idris (courtesy: Instagram)

Mohammad Idris mencatat terdapat 23 negara yang telah melegalkan pernikahan sesama jenis. Ia mencontohkan Belanda pada 2001, Amerika Serikat pada 2015, dan Kosta Rika pada 2020.

Karena itu, katanya, perlu ada gerakan penolakan terhadap orientasi seksual LGBT di masyarakat, selain diskusi-diskusi penolakan terhadap kelompok LGBT. Kendati, ia tidak menjabarkan gerakan penolakan apa yang akan dibuat di masyarakat.

“Supaya tema ini tidak hanya sekedar slogan dan kita wacanakan dalam diskusi-diskusi yang membuat bete (baca: bosan total). Kita harus membuat gerakan konkret di masyarakat,” tandasnya.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria (courtesy: Instagram)

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria (courtesy: Instagram)

Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria melalui akun twitternya juga menulis pernyataan diskriminatif terhadap kelompok LGBT.

“Kami wajib melindungi anak2 dari promosi LGBT, termasuk di Citayam Fashion Week,” tulis Ahmad Riza di Twitter pada Rabu (27/7/2022).

Tidak hanya itu, Senin (25/7) Kepala Dinas Sosial Jakarta Pusat Abdul Salam juga mengatakan kepada media bahwa pihaknya akan “menindak” laki-laki yang berbusana seperti perempuan di Citayam Fashion Week. Kegiatan Citayam Fashion Week merupakan kegiatan yang dilakukan remaja di sekitar Jakarta di jalanan Jakarta.

KOMNAS HAM: Pejabat Sedianya Lindungi Semua Warga, Tanpa Kecuali

Menanggapi pernyataan Walikota Depok, Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan seorang walikota semestinya bertugas melindungi semua warga negara. Salah satunya yaitu dengan tidak membuat kebijakan yang diskriminatif dan membangun ruang publik yang ramah bagi semua.

“Dan tidak membuat kebijakan yang memberi peluang terjadinya persekusi atau kebencian terhadap kelompok rentan dan minoritas,” tutur Beka kepada VOA, Minggu (31/7/2022).

Beka menambahkan Komnas HAM juga pernah mengirimkan surat kepada Walikota Depok untuk meminta pembatalan kebijakan razia dan permintaan kepada pemkot Depok melindungi kelompok LGBT pada 2020. Kala itu, Walikota Depok menginstruksikan jajarannya untuk melakukan penertiban dan razia di rumah-rumah kos atau apartemen. Tindakan ini diambil menyusul kasus kekerasan seksual sesama jenis yang dilakukan warga Depok, Reynhard Sinaga di Manchester, Inggris.

Menurut Beka, surat Komnas HAM saat itu ditanggapi positif oleh Pemkot Depok dengan membatalkan kebijakan tersebut.

Amnesty International Indonesia: Pengungkapan Identitas Bukan Tindakan Kriminal

Sementara terkait pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria dan Dinas Sosial Jakarta Pusat, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, pengungkapan identitas dan ekspresi gender bukan tindakan kriminal. Menurutnya, tindakan tersebut merupakan ekspresi yang dilindungi hukum nasional maupun internasional.

“Pejabat kembali lagi membuat pernyataan-pernyataan diskriminatif yang berpotensi menyebabkan persekusi terhadap kelompok minoritas,” tulis Usman melalui keterangan tertulis, Kamis (28/7/2022).

Usman menambahkan semua warga negara memiliki hak yang setara dengan warga lainnya, terlepas dari gender, etnis, agama, maupun orientasi seksual. Karena itu, kata dia, pihak berwenang semestinya memberikan perlindungan terhadap warga, bukan sebaliknya membuat pernyataan yang memicu diskriminasi dan persekusi. [sm/em]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *